MUI: Zina dan LGBT Harusnya Dipidana

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Majelis Ulama Indonesia (MUI) kecewa dengan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materi tentang zina dan hubungan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).

Dalam putusannya, MK menolak mempidanakan pasangan bukan suami istri maupun LGBT yang berzina atau ‘kumpul kebo’.

Wakil Sekretaris Jenderal MUI Muhammad Zaitun Rasmin mengatakan, putusan itu harus ditinjau ulang oleh MK. Menurutnya, urusan zina dan LGBT merupakan permasalahan besar yang mestinya dijatuhi hukuman pidana.

“Kami harap harusnya seperti itu (dipidana). Tapi karena sudah diputus MK, maka semua prihatin dan berharap ke depan bagaimana caranya ini ditinjau,” ujar Zaitun di gedung MUI Jakarta, Jumat (15/12).


Apalagi, lanjut Zaitun, terdapat perbedaan pendapat atau dissenting opinion empat hakim dari total sembilan hakim yang bertugas di MK. Artinya, hanya ada selisih satu suara yang membuat perkara tersebut akhirnya ditolak MK.

“Memutuskan beda selisih satu orang itu bukan persoalan gampang. Ini persoalan besar, masalah LGBT, kumpul kebo. Agama mana yang membolehkan LGBT dan kumpul kebo?” tuturnya.

Kondsi tersebut dinilai berbanding terbalik dengan fakta bahwa 99 persen masyarakat Indonesia beragama. Oleh karena itu, menurut Zaitun, putusan MK juga harus mendasarkan pada norma agama yang berlaku.


“Jadi bagaimana (putusan) itu bisa dikalahkan? Itu sangat memprihatinkan. Kok bisa urusan besar hanya diputuskan oleh segelintir orang,” ucapnya.

MK sebelumnya menolak gugatan uji materi tentang zina dan LGBT yang diatur dalam KUHP. Dalam putusannya, empat hakim yakni Arief Hidayat, Anwar Usman, Aswanto, dan Wahidudin Adams menyatakan dissenting opinion dengan lima hakim yang menolak uji materi tersebut.