Nggak Selalu Sukses, 3 Startup Decacorn Ini Berakhir Gulung Tikar

pada 5 bulan lalu - by

Uzone.id– Status decacorn biasanya diberikan kepada startup-startup yang memiliki nilai valuasi mencapai USD10 miliar atau sekitar Rp154 triliun.

Di Indonesia, startup decacorn ini sempat disematkan pada dua startup besar, yaitu GoTo dan JnT dimana pada tahun 2021 lalu, GoTo disebut telah mencapai valuasi USD30 miliar dan JnT memiliki valuasi sekitar USD 20 miliar.

Namun, tidak semua startup Decacorn ini dijamin akan selalu sukses. Tak sedikit yang awalnya memiliki masa depan cerah malah berakhir gulung tikar. Berikut 3 startup berstatus decacorn yang harus berhenti beroperasi dan bangkrut.

FTX

Kebangkrutan startup bursa kripto ini cukup mengguncang dunia kripto kala itu, bahkan memperberat kondisicrypto winteryang terjadi di 2022. Startup yang dipimpin oleh Sam Bankman-Fried ini memiliki valuasi sebesar USD32 miliar dan harus runtuh pada November 2022 lalu.

FTX mengajukan pailit setelah adanya penarikan dana besar-besaran dan runtuhnya token kripto FTX secara drastis. Hal ini bermula ketika crypto hedge fund milik Fried bernama Alameda Research ketahuan memiliki aset yang sebagian besarnya adalah FTT, token ini berfungsi memberikan diskon saat pemilik hendak melakukan transaksi.

Setelah kabar ini muncul, CEO Binance, Changpeng Zhao pun memutuskan untuk menjual semua saham perusahaan senilai USD580 juta dalam bentuk FTT. 

 

 

Keputusan ini kemudian membuat pemilik FTT lain khawatir dan terjadilah penarikan/penjualan secara bersama-sama yang menyebabkan FTX tak memiliki cukup dana untuk mencairkan semua token FTT.

Long story short,saham FTX anjlok dan para investor mengalami kerugian. Lalu, pada 10 November 2022, aset FTX Dibekukan dan satu hari setelahnya,  FTX menyatakan bahwa perusahaan telah bangkrut.

Sam Bankman-Fried akhirnya dituntut dengan tuduhan penipuan dan pencurian dana milik investor dan pelanggan FTX. Pada awal November 2023, Sam divonis hukuman penjara 110 tahun atas kejahatannya ini.

 Theranos

Selanjutnya, ada Theranos yang didirikan oleh Elizabeth Holmes. Skandal soal Theranos ini sangat populer di Silicon Valley dengan nama Theranos Scandal.

Tahun 2021 lalu, pendiri dan CEO startup kesehatan Theranos, Elizabeth Holmes dinyatakan bersalah atas 4 tuduhan, termasuk penipuan terhadap investor karena startup yang dinilai ‘bodong’.

Sang CEO berhasil mengelabui banyak orang, termasuk investor startup sekitar 20 tahunan semenjak startup tersebut dibangun. 

Theranos diklaim sebagai startup yang bergerak di bidang kesehatan tes darah dengan menawarkan teknologi yang begitu revolusioner. Startup ini berbasis di Silicon Valley, California, AS.

Puncak kesuksesan startup ini terjadi di 2014 dan 2015, startup ini mendapat banyak pemodal dan investor sehingga valuasinya mencapai USD10 miliar. Theranos pun menyandang status Decacorn.

CEO Theranos, Elizabeth Holmes

 

Di periode yang hampir bersamaan, Holmes dinobatkan sebagai perempuan miliuner termuda di dunia oleh Forbes dan masuk dalam 100 orang paling berpengaruh di 2015 oleh majalah People. 

Kesuksesan ini tak berlangsung lama karena di tahun 2015 lalu, sebuah laporan Wall Street Journal mengungkapkan soal kekurangan dan ketidakakuratan teknologi yang dikembangkan Theranos.

Kepala ilmuwan Theranos, Ian Gibbons juga angkat suara memperingatkan kalau tes ini belum siap diuji publik. Penelitian dari badan pemerintah juga mengatakan hal yang sama, dimana tes Edison ini tidak akurat.

Kemudian, satu persatu keburukan dari startup Theranos ini pun terbongkar dan resmi runtuh di tahun 2018, begitupun Holmes yang mulai menjalani dakwaan di tahun 2021 lalu.

CEO startup ini mendapat kekayaan melalui keberhasilannya dalam berbohong selama 2 dekade membuatnya divonis hukuman penjara selama 11 tahun.

WeWork

Di tahun 2023 ada startup decacorn WeWork yang harus tutup buku dan mengajukan pailit pada 11 November 2023. Startup ini memiliki valuasi tinggi hingga USD47 miliar di tahun 2019 atau sekitar Rp735 triliun.

WeWork didirikan pada tahun 2010 lalu oleh Adam Neumann, Rebekah Neumann dan Miguel McKelvek. Startup yang satu ini sempat menjadi ‘anak emas’ investor dan mendapat kucuran dana dari berbagai pihak.

Sayangnya, biaya operasional yang semakin tinggi membuat kinerja WeWork turun drastis, begitupun dengan valuasi yang semakin rendah dan meninggalkan hutang yang lebih tinggi.

 

 

Selain nasibnya yang kini benar-benar di ujung kebangkrutan, WeWork diketahui memiliki utang yang lebih besar dibanding aset yang mereka miliki. Utang WeWork saat ini mencapai USD18,6 miliar atau Rp290 Triliun, sementara aset mereka hanya senilai USD15 miliar atau Rp234 Triliun.

Selain itu, WeWork juga terlilit hutang sebesar USD100 juta atau Rp1,5 triliun dala bentuk tunggakan sewa dan biaya pemutusan kontrak pada pemilik perusahaan real estate dan properti.