Nilai Industri Game Dunia Kini Tembus Rp4.338 Triliun

pada 4 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

 

Uzone.id- Industri game dunia dikabarkan telah menembus angka USD300 miliar atau setara dengan Rp4.338 triliun. Hal ini dipicu oleh munculnya pandemi Covid-19 yang memaksa semua orang untuk berada di rumah saja. Bahkan jumlah gamers di seluruh dunia dikabarkan mencapai angka 2,7 miliar pemain.

Fakta ini dilansir dariJapan Today, Senin, 3 Mei 2021, yang dikutip dari hasil laporan The Accenture. Nilai industri game ini dipercaya lebih besar, bahkan lebih besar dari gabungan pasar film dan musik secara global.

"Munculnya platform game baru dan perubahan demografi mendorong bisnis game dari yang berpusat pada produk menjadi platform yang berorientasi pada pengalaman," kata Seth Schuler, direktur pelaksana di grup industri perangkat lunak dan platform Accenture.

Baca juga:Demi Keamanan Data Pribadi, Jangan Lakukan Ini di Media Sosial

Studi tersebut juga menemukan bahwa industri game telah meningkat sampai setengah miliar pemain dalam tiga tahun terakhir. Mereka memprediksi lebih dari 400 juta pemain baru diharapkan akan muncul pada akhir 2023.

Untuk gamer terbaru, 60 persen adalah wanita, 30 persen berusia di bawah 25 tahun dan sepertiga mengidentifikasi sebagai non-kulit putih. Angka ini sangat kontras dengan data lama yang menyebut ada 61 persen laki-laki, dan lebih dari tiga perempat berkulit putih dan di atas 25 tahun.

Menurut survei, gamer menghabiskan rata-rata 16 jam seminggu untuk bermain, delapan jam seminggu untuk menonton atau berpartisipasi dalam permainan game, dan enam jam seminggu berinteraksi di forum dan komunitas game.

Baca juga: 13 Etika Bermedia Sosial untuk Kalangan Dokter Dirilis MKEK Pusat IDI

Robin Murdoch dari Accenture mengatakan sektor game semakin berkembang dan mereka melihat kemunculan game sebagai ekosistem platform super, tempat para pemain dapat bertemu, berkomunikasi, menonton konser yang disiarkan langsung, berbelanja, atau mendengarkan musik.

Penelitian ini didasarkan pada data yang dikumpulkan melalui survei online dengan 4.000 konsumen di China, Jepang, AS, dan Inggris, dan termasuk wawancara dengan eksekutif industri.