Orang Tua Bayi Debora Minta Pihak RS Mitra Keluarga Minta Maaf

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Kematian bayi Tiara Debora Simanjorang menyita perhatian publik. Pasalnya, nyawa Debora tak selamat diduga karena pihak RS Mitra Keluarga lebih mementingkan urusan administrasi ketimbang keselamatan Debora.

Orang tua bayi Debora, Rudianto Simanjorang dan Henny Silalahi, hari ini mendatangi kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), untuk mengadukan kasus kematian anak bungsu mereka tersebut. 

Tim pengacara keluarga, Birgaldo Sinaga, mengatakan kliennya mengadu ke KPAI agar kasus serupa tak terulang lagi ke anak-anak lainnya.

 "Bayi Debora menjadi perhatian bagi KPAI, agar mereka bisa merancang sistem bersama dengan lembaga negara lainnya, untuk memastikan efektivitas dari sistem kesehatan Indonesia," kata Birgaldo di kantor KPAI, Menteng Jakarta Pusat, Senin (11/9).

Birgaldo menegaskan, pihak keluarga Debora tak meminta pihak RS Mitra Keluarga bertanggung jawab dengan memberikan ganti rugi. Kedua orang tua Debora, kata dia, hanya ingin pihak rumah sakit menyampaikan permintaan maaf.

"Kalau ditanya apakah kami dituntut untuk mengganti rugi, sebenarnya kami tidak ingin sekali kejadian ini. Kami hanya ingin agar rumah sakit ini menyatakan kesalahannya, lalu meminta maaf, lalu menyampaikan empatinya," jelas Birgaldo.

"Kami menuntut permintaan maaf dan deklarasi bahwa rumah sakit ini dan rumah sakit seluruh Indonesia, tidak mengulangi kesalahan, sehingga kematian Debora menjadi martir bagi kehidupan bayi-bayi lainnya," lanjutnya.

Namun jika pihak rumah sakit menolak menyampaikan permintaan maaf, Birgaldo mengatakan pihaknya akan membawa kasus ini ke ranah hukum.

"Inilah yang kami harapkan (minta maaf). Jikalau rumah sakit Mitra Keluarga tidak mau mendengar suara kami, kami mungkin akan menuntut secara hukum," tegas Birgaldo.

Birgaldo menuturkan, setiap rumah sakit tentu didirikan dengan tujuan untuk melayani orang yang sakit sampai benar-benar sembuh, tanpa pandang bulu. Namun menurutnya, pihak RS Mita Keluarga tak menjalankan prinsip tersebut dalam menangani bayi Debora. 

"Jadi Ibu (bayi) Debora datang kesana untuk menaruh harapan karena disana ada malaikat yang akan menyambung hidup anaknya, tapi dia ternyata keliru, disana dia melihat wajah-wajah datar dingin seperti malaikat pencabut nyawa," ucapnya.

"Yang untuk menyambung nafas harus membayar Rp 19 juta, walaupun dia sudah mengiba dan memohon bahwa siang nanti akan dibayar," lanjut Birgaldo.

Birgaldo berharap pihak rumah sakit juga tak serta mereta membawa kasus tersebut ke ranah hukum. Sebab menurut Birgaldo, kerugian materi yang timbul sebagai dampak pemberitaan kematian bayi Debora, tak sebanding dengan nyawa bayi 4 bulan itu. 

"Semoga pemilik RS Mitra Keluarga ini mendengar bahwa kami tidak ingin berhadapan secara hukum," ucap dia.

"Memang kami tahu ini perusahan yang sangat besar sekali, berapakah dia bisa membayar nyawa seorang bayi Debora, Rp 1 Miliar atau Rp 10 Miliar berapalah itu uangnya, tapi bayi Debora tidak ternilai harganya, tidak ternilai nyawanya," imbuh Birgaldo.