Pandemi Bikin RBT Bangkit, Jadi Keran Cuan Musisi
Foto: Unsplash
Uzone.id-- Banyak yang menyangka layanan Ring Back Tone (RBT) sudah mati karena hadirnya ponsel pintar dan berbagai aplikasi digital seperti Skype, WhatsApp, dan Line yang mempermudah jalur komunikasi orang-orang. Meski RBT sempat mati suri, kenyataannya layanan ini tetap ada dan siap bangkit.
Pasar RBT di Indonesia tak pernah padam. Setidaknya hal ini adalah fakta menarik yang terus disampaikan dari sisi penyedia konten. Lanskap masyarakat Indonesia begitu unik, karena meskipun penggunaan ponsel pintar serta layanan digitalnya begitu besar, tetap ada lapisan yang tetap memakai panggilan suara (voice) dengan potongan pulsa.
“RBT memang masih ada, namun tahun kedua pandemi ini cukup challenging, karena banyak masyarakat yang menggunakan panggilan di dalam aplikasi. Selain itu, jika melihat dari perkembangan digital pun, bisa juga pamor RBT ini tidak seperti dulu karena ada disrupsi dari berbagai aplikasi digital tersebut,” ungkap GM Marketing & Business Development PT MelOn Indonesia, Rizqi Angga Kurniawan saat berbincang denganUzone.id.
Ia menyambung, “percaya atau tidak, RBT masih berkontribusi dari sisi revenue, sekitar 70 persen untuk produk musik lokal.”
Baca juga:Black October dan Kolapsnya RBT di Indonesia
Jika kilas balik, Angga percaya bahwa dulunya RBTboomingkarena faktor kebiasaan menelepon voice yang masih sangat tinggi, tak lupa faktor narsisme atau aktualisasi diri.
“Lagi senang, sedih, semua bisa mengekspresikan diri melalui sambungan pribadi RBT ini. 85 persen orang berlangganan RBT itu karena referensi. Setelah selesai menelepon itu biasanya ditawari langsung oleh operator, nah promo seperti itu lebih efektif dan kontribusinya lebih besar,” lanjut pria yang akrab disapa Angga itu.
Dari pengakuan Angga, hingga saat ini, jumlah pengguna aktif bulanan RBT dari pelanggan Telkomsel mencapai 7,1 juta user. Belum lagi melihat setelah pandemi ini, sektor musik sempat sepi karena sulit mengadakan acara secara offline. Konser pun terhenti. Namun, karya musisi melalui RBT tetap jalan dan dapat menyelamatkan mereka secara finansial.
"RBT ini masih menjadi sumber revenue kami, meski ada pandemi pun karya kami tetap dipakai melalui RBT ini. Saya harap sih akan ada banyak inovasi ke depannya," tutur band lokal Dadali, di tempat yang sama.
Meski RBT ini tetap ada, Angga mengamini bahwa dari sisi penyedia konten harus terus berinovasi, serta memikirkan cara promosi yang lebih relevan apabila ingin menggaet pengguna baru yang berasal dari generasi muda alias Gen Z. berbekal pangsa pasar Telkomsel yang juga besar di Indonesia, Angga menilailife cycledari RBT memang layak diperpanjang.
Baca juga:Bisnis RBT di Indonesia Masih Menggiurkan
“Kita berkaca pada Black October saja. Dulu yang benar-benar dari nol saja, kita bisa tetap hidup dan tumbuh. Sekarang, meski ada pandemi, kami tetap harus optimis. Selain fokus keexisting user,apalagi mereka yang masih pakaifeature phone, kami juga akan membuat promo berbeda untuk penggunanew wave.Bahkan kami juga akan mendorong MyNSP, aplikasi bagi mereka yang mau bikin konten sendiri,” jelas Angga.
Aplikasi MyNSP yang telah hadir beberapa tahun belakangan ini memang hadir untuk konsumen secara meluas agar dapat membuat konten RBT sendiri dan bagi hasil sebanyak 20 persen. Bisa dibilang, RBT ini tetap diupayakan menjadi ladang cuan masyarakat.
Dari sisi musisi tentu saja RBT memberikan kontribusi nyata, namun Angga berharap RBT juga dapat memberikan pengaruh positif bagi perekonomian sektor musik dan juga masyarakat secara umum.
Sementara strategi lain yang dapat mendorong pengguna new wave ini dapat tertarik untuk mengaktivasi RBT dapat melalui scan QR Code, hingga pesanblastmelalui WhatsApp.
“Kami harus tetap optimis, seoptimis pasca Black October, karena kami percaya RBT masih menjadi wadah karya dan penghasilan bagi artis, musisi, dan kreator konten, yang pada akhirnya meningkatkan ekonomi untuk rakyat. Tentu inovasi selanjutnya akan disesuaikan dengan tren yang sedang berlangsung, kita lihat saja,” tutup Angga.