Papua Memanas: Warga Tewas, Aparat Ditambah, Komunikasi Diputus

pada 5 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Ribuan orang kembali berdemonstrasi memprotes dugaan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019). Menurut laporanAntara, demonstrasi juga diwarnai pembakaran gedung Majelis Rakyat Papua (MRP).

Demonstrasi itu berjalan ricuh dan mengakibatkan aktivitas masyarakat lumpuh sejak Kamis pagi waktu setempat.

Pertokoan dan perkantoran di sana sudah tutup sejak pukul 12.30 siang, termasuk Mal Jayapura yang merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Jayapura. Beberapa sekolah juga sudah memulangkan siswanya sejak pukul setengah 10 pagi.

Selain itu, banyak angkutan kota memilih tidak beroperasi hari ini. "Memang kami sengaja tidak beroperasi guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," kata Supri, salah satu supir angkot jurusan Entrop-Pasir Dua.

Demonstrasi di kawasan Expo, Waena, Jayapura, bahkan sempat memanas hingga polisi menembakan gas air mata. Mobil dinas milik Dandim Jayapura dilaporkan dirusak massa.

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib menerangkan semua gedung-gedung terutama fasilitas pemerintah menjadi sasaran amuk demonstran.

"Kantor MRP hari ini dibakar. Kebakaran kantor MRP pertama itu pos satpam, gedung utama, ruang sidang, sama ruang kabag umum, dan keuangan. Tiga ruangan itu yang dibakar. Mereka sambil lewat di jalan, massa menerobos, buka pagar, langsung masuk bakar," kata Murib kepada reporterTirto, Kamis (29/8/2019).

Menurut Murib, kejadian itu berlangsung pukul setengah 12 siang. Ia menyebut pangkal kekesalan massa adalah karena rasisme dan pemutusan jaringan internet. Pemutusan jaringan ini sudah terjadi hampir dua pekan. Akibatnya, kata dia, massa juga merusak tower BTS milik Telkomsel.

"Hari ini sudah hampir 1 pekan 5 hari akses internet di Papua lumpuh. Ini akumulasi. Selama ini belum menyampaikan semua hal," ucap Murib.

Murib mengaku ia bersama Gubernur Papua Lukas Enembe sudah menyampaikan pangkal masalah ini kepada Presiden Joko Widodo, Senin (26/8) lalu. Ia menyebut keputusan pemerintah memblokir internet adalah keliru.

"Menghentikan jalur informasi itu membuat semua akses terganggu. Itu bukan masalah orang Papua saja. Itu keputusan pemerintah yang keliru. Otonomi khusus tidak berdaya. Ini menjadi amukan masyarakat Papua yang cukup lama. Masyarakat Papua tidak puas terhadap pemberian otonomi khusus," ucap Murib.


Sehari sebelumnya, kericuhan terjadi saat demonstrasi di depan kantor Bupati Deiyai. Dua demonstran dan seorang TNI tewas dalam kericuhan tersebut. Namun dari informasi yang didapat Tirto, enam warga sipil yang meninggal.

Seorang warga bernama Alpius Pigai (20) tewas diduga tertembak saat unjuk rasa di halaman Kantor Bupati Deiyai.

"Alpius Pigai, seorang warga dari Kampung Digibagata tewas tertembak," kata aktivis hak asasi manusia, Yones Douw saat dihubungiJubimelalui sambungan telepon di Nabire, Papua, Rabu (28/8/2019) malam.

Korban tewas lain ditemukan dengan luka tembak di lereng sebuah bukit di Kampung Yaba, Distrik Tigi, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Waghete. Korban yang belum diketahui identitasnya itu diduga tewas akibat tembakan di halaman Kantor Bupati Deiyai.

"[Dia] berjalan kaki sampai kehabisan darah di Yaba, dan meninggal di sana," jelas Douw.

Selain dua korban tewas, menurut Douw, insiden di halaman Kantor Bupati Deiyai juga melukai Martinus Iyai (27) dan Naomi Pigome (27). "Martinus Iyai tertembak di paha kiri. Selain itu, seorang warga bernama Naomi Pigome jatuh ke parit setelah terkena gas air mata, dan terluka," ujarnya.



Upaya Polisi Membelokkan Isu


Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengonfirmasi tewasnya seorang tentara. Namun, Dedi tidak menyebut sama sekali ada pengunjuk rasa yang tewas dan terluka dalam kerusuhan di halaman Kantor Bupati Deiyai.

"Satu anggota TNI AD gugur dan lima anggota Polri terluka [akibat] panah," kata Dedi di Jakarta, Rabu (28/8/2019).

Adapun Kapolri Jenderal Tito Karnavian malah mengirim anggota Brimob tambahan ke Deiyai, Paniai dan Jayapura untuk merespons kerusuhan tersebut.

"Kalau tidak salah tiga SSK atau 300 orang menuju Deiyai dan Paniai, juga Jayapura sudah saya kirim pasukan Brimob untuk jaga situasi di sana," kata Tito, Kamis siang.

Terkait jatuhnya korban sipil, Tito malah menyebut mereka tewas diduga karena terkena panah. Tito mengklaim aparat cuma pakai peluru karet sehingga tak mungkin menewaskan warga sipil.

"Panah ini berasal dari belakang kelompok penyerang. Sehingga kami duga dia meninggal karena terkena panah dari penyerang sendiri," ujarnya.

 

Jaringan Telepon dan SMS Diputus

Buntut kerusuhan di Jayapura hari ini menyebabkan akses komunikasi lewat telepon dan pesan singkat (SMS) mati total sejak pukul setengah 4 sore. Berdasarkan pantauanAntara, pemutusan saluran komunikasi ini dilakukan ketika demonstran mulai menuju arah Kantor Gubernur Dok II Jayapura.

Subarna, salah seorang warga Jayapura, mengaku gelisah lantaran tidak bisa menghubungi keluarga di rumah.

"Saya telepon berulang-ulang, tapi tidak bisa. Saya khawatir keluarga. Jangan sampai masih ada yang di jalan," kata Subarna seperti beritakanAntara, Kamis (29/8/2019).

Manajemen Telkomsel mengonfirmasi soal gangguan layanan telepon dan SMS ini. "Saat ini, tanggal 29 Agustus 2019, layanan telepon dan sms Telkomsel di Papua untuk sementara mengalami gangguan," kata VP Corporate Communications Telkomsel, Denny Abidin lewat siaran pers yang diterima jurnalis Tirto,Kamis sore.

Ia pun menyebut Telkomsel sedang mendalami penyebab gangguan dan berupaya mengembalikan layanan telepon dan SMS kembali normal.

Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) belum mengetahui adanya gangguan layanan telepon dan SMS di Papua. "Saya cek dulu," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Semuel A. Pengerapan saat dihubungiTirto.
Baca juga artikel terkaitKERUSUHAN PAPUAatau tulisan menarik lainnyaGilang Ramadhan