Para Perempuan Hebat Bacakan Surat Kartini

pada 7 tahun lalu - by

Tempo memulai peringatanHari Kartinidengan membuat mural dan seni instalasi di Gedung Tempo serta menghelat ‘Panggung Para Perempuan Kartini’ di Museum Bank Indonesia, Jakarta, pada Selasa 11 April 2016.

Dalam kesempatan itu, empat menteri perempuan di Kabinet Kerja dan sejumlah selebriti membacakan surat yang ditulis Kartinikepada sahabatnya di Belanda.

Perhelatan dimulai dengan biduan dan komposerGita Gutawayang melantunkan surat tentang sajak, gamelan, dan nyanyian. Kartinimenyinggung gamelan yang tidak pernah riang gembira, meski dimainkan di tengah pesta. Gita, 23 tahun, membacakan surat bertanggal 27 Oktober 1902 yang ditujukan kepada Nyonya Abendanon-Mandri.


Menteri Khofifah membacakan surat Kartini. (TEMPO/Dhemas Reviyanto)

Tempo memilih surat dengan tema sesuai dengan latar belakang pembacanya. Menteri SosialKhofifah Indar Parawansa, misalnya, kebagian tema radikalisme agama. Pada 21 Juli 1902, Kartinimenuliskan kegundahannya akan orang-orang yang menghina pemeluk agama lain. “Agama seharusnya menjauhkan kita dari berbuat dosa, tapi berapa banyak dosa yang diperbuat atas nama agama itu,” ujarKhofifah, yang mengaku bergetar saat pertama membaca teks surat itu.


Menteri Retno Marsudi membacakan surat Kartini. (TEMPO/Dhemas Reviyanto)

Menteri Luar NegeriRetno Lestari Priansari Marsudimembacakan surat Kartinitentang keinginannya belajar di Belanda. Retno mengatakan Tempo memilihkan surat itu karena ia pernah menjadi Duta Besar untuk Kerajaan Belanda. Retno memaksakan diri hadir malam itu meski menderita gejala tifus. Dua hari kemudian, ia dirawat di rumah sakit.


Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Rosmaya Hadi bersama Menteri Kesehatan Nila Moeloek dan Penyanyi Maudy Ayunda membacakan surat Kartini. (TEMPO/Dhemas Reviyanto)

Menteri KesehatanNila Djuwita Farid Moeloekmengatakan surat Kartinitentang bahaya minuman keras dan candu tertanggal 25 Mei 1899 merupakan peringatan, terutama bagi generasi muda sekarang.


Menteri Sri Mulyani bersama aktris Chelsea Islan membacakan surat Kartini. (TEMPO/Dhemas Reviyanto)

Sedangkan Menteri KeuanganSri Mulyani Indrawati, yang tampil terakhir, membacakan kritik Kartiniakan ketidakadilan sistem perpajakan Belanda. Kartini menulis surat itu di Rembang, 10 Agustus 1904, 38 hari sebelum dia meninggal pada usia 25 tahun akibat komplikasi setelah persalinan.

Seusai pembacaan surat, Sri Mulyanimengatakan kas Hindia Belanda menggelembung karena pajak besar untuk warga miskin. ”Moga-moga Indonesia menjadi kaya tanpa harus memajaki orang kecil, tapi memajaki orang kaya,” katanya, disambut tepuk tangan hadirin.

Ada juga musikalisasi puisi olehKartika Jahja, musikus sekaligus aktivis perempuan. Kartika, 37 tahun, meminjam Ibu Bumi, tembang yang kerap didaras para petani dalam aksi protes pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. Alasannya, lagu itu bertema kelestarian lingkungan, selaras dengan sajak kekaguman Kartiniterhadap alam. ”Jadi pas. Ditambah Kartini berasal dari Jepara, yang dekat Kendeng,” ujarnya.


Mesty Ariotedjo tampil di acara "Panggung Para Perempuan Kartini" di Museum Bank Indonesia. (TEMPO/Dhemas Reviyanto)

Pembacaan surat diselingi denting harpaMesty Ariotedjo. Musikus yang juga dokter dan model ini membawa Gelap Kan Sirna karya Tohpati dan lagunya sendiri, Lukis Indah Mimpi. ”Karena sesuai dengan bukuKartini, Habis Gelap Terbitlah Terang, dan banyaknya mimpi beliau,” kata Mesty, 27 tahun.

MAJALAH TEMPO

Berita lainnya:
Dian Sastro Ambil 3 Ajaran Penting dari Kartini
Mengapa Menteri Susi Menangis di Hari Kartini?
HARI KARTINI, Pingitan yang Merenggut Masa Kecil

Berita Terkait: