Sudah jatuh tertimpa tangga pula, peribahasa ini agaknya cocok untuk menggambarkan nasib pariwisata Nusa Tenggara Barat yang hancur menyusul terjadinya bencana gempa bumi beruntun yang memporakporandakan Pulau Lombok dan Kabupaten Sumbawa di penghujung Juli hingga akhir Agustus 2018.
Binis pelancongan di NTB akibat bencana gempa bumi yang mengakibatkan ribuan bangunan rusak, termasuk hotel dan restoran serta merenggut ratusan korban jiwa itu sejak beberapa bulan terakhir mulai menggeliat untuk bangkit kembali.
Namun, "musibah" kembali menghadang. Ibarat orang sakit, ketika akan sembuh kembali diserang penyakit. Itulah nasib yang dialami sektor pariwisata NTB saat ini akibat naiknya hara tiket pesawat dan tambahan biaya bagasi awal 2019.
Kenaikan harga tiket transportasi udara itu memunculkan keprihatinan berbagai pihak, tak terkucuali Pemerintah Provinsi NTB yang saat ini sedang berupaya mendorong pemulihan pariwisata pascabencana gempa yang memporakporandakan Lombok dan Kabupaten Sumbawa.
Karena itu Pemerintah Provinsi NTB meminta maskapai penerbangan menurunkan harga tiket pesawat untuk mendorong pemulihan pariwisata pascabencana gempa bumi yang sangat berpengaruh terhadap sektor pariwisata di Pulau "Seribu Masjid" ini.
Sekretaris Daerah (Sekda) NTB H Rosiady Sayuti mengakui yang menjadi masalah saat ini adalah penerbangan. Sudah harga tiket sangat mahal juga ada tambahan tarif biaya bagasi bagi para penumpang.
Ia melihat langsung sejumlah calon penumpang yang komplain terhadap penerapan biaya bagasi.
Hal ini akan berdampak buruk bagi wisatawan yang ingin berlibur ke Lombok. Aturan bagasi berbayar juga mempengaruhi penjualan oleh-oleh dan kerajinan tangan khas Lombok.
Menurut dia, dengan mahalnya harga tiket pesawat memperburuk kondisi saat ini yang sedang "low season" (musim sepi) kunjungan wisatawan. Artinya, yang biasanya memang sepi penumpang menjadi bertambah sepi karena mahalnya harga tiket pesawat," katanya.
Rosiady Sayuti mengaku telah menugaskan Dinas Pariwisata NTB agar secepatnya berkomunikasi dengan manajemen maskapai agar bisa menurunkan harga tiket pesawat tujuan ke Lombok.
Dia berharap manajemen maskapai bisa memberikan harga tiket pesawat ke Lombok yang lebih terjangkau untuk menarik minat wisatawan. Sebab, Lombok tidak bisa disamakan dengan daerah lain mengingat sedang dalam masa pemulihan pascagempa.
Pemda tidak bisa berdiam diri, harus mendorong maskapai agar ada kebijakan khusus bagi daerah NTB karena masih dalam pemulihan akibat bencana.
Pemda NTB berencana mengubah "low season" saat ini menjadi "midle" dengan proyeksi wisman yang bisa diraih mencapai 40-50 persen wisatawan saat puncak.
Kenaikan harga tiket pesawat itu merugikan para pelaku usaha pariwisata NTB yang saat ini sedang berupaya utuk mendorong pemulihan bisnis pelancongan pascabencana gempa Lombok.
Untuk menuntut penurunan harga tiket pesawat dan bagasi berbayar itu Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) akan menggelar unjuk rasa ke Istana Negara di Jakarta.
Ketua dewan Pimpinan Daerah (DPD) ASITA NTB Dewantoro Umbu Joka di mengatakan aksi unjuk rasa ke Istana Negara pada 28 Februari 2019 itu akan diikuti seluruh DPD ASITA di seluruh Indonesia. Tuntutannya agar pemerintah meninjau ulang harga tiket pesawat dan bagasi berbayar.
Merugikan pariwisata
Menurut dia, kebijakan maskapai yang menaikkan harga tiket pesawat justru telah merugikan sektor pariwisata, termasuk di NTB, khususnya Lombok sebagai salah satu destinasi wisata berkelas dunia di tanah air.
Ia mengakui budaya wisatawan nusantara itu berbelanja. Beda dengan wisatawan mancanegara. Namun, karena ada penerapan bagasi berbayar minat wisatawan nusantara berbelanja menjadi berkurang, akhirnya keinginan orang mau berlibur pun juga ikut menurun.
Sejatinya akibat menurunnya kunjungan wisatawan tersebut, berimbas pada biro perjalanan wisata yang jumlah anggotanya mencaspai 7.000 orang se-Indonesia. Di NTB terdapat 160 lebih. Belum terhitung pegawai. Jadi banyak orang yang terdampak dari mahalnya harga tiket dan bagasi berbayar ini.
Akibat tingginya harga tiket penerbangan dan penerapan bagasi berbayar tersebut, sejumlah anggota ASITA harus menutup usahanya karena tidak kuat menanggung kerugian.
Dia mengatakan boro-boro ada pemasukan. Yang ada malah rugi. Anggota ASITA sampai ada yang tutup sementara sambil melihat kondisi kembali normal, bahkan ada yang sampai gulung tikar.
Bagi Dewantoro Umbu Joka mahalnya harga tiket pesawat dan penerapan bagasi berbayar tidak bisa hanya diselesaikan oleh daerah, sehingga butuh intervensi pemerintah pusat, sebab akibat dari kebijakan itu telah berdampak nasional.
Menurut dia, di saat pemerintah ingin mengembangkan pariwisata untuk meningkat perekonomian masyarakat kecil, justru tidak diikuti dengan kebijakan yang mendukung pariwisata. Bagi ASITA ini tentu tidak lazim.
Melalui aksi tersebut diharapkan pemerintah bisa mencari jalan keluar terbaik, sehingga persoalan ini tidak mematikan sektor pariwisata. Terlebih lagi bagi NTB yang saat ini sedang dalam masa pemulihan setelah gempa bumi.
Bagi ASITA kenaikan harga tiket dan penerapan bagasi berbayar tidak tepat di saat kondisi serba sulit seperti ini.
Ketua DPD ASITA NTB mengatakan pariwisata Lombok sedang menghadapi ujian bertubi-tubi. Cobaan berat harus diterima sektor pariwisata Lombok yang sempat dilanda bencana gempa pada tahun lalu.
Sektor pariwisata Lombok sedang berjuang untuk kembali pulih dari dampak bencana gempa. Akibatnya, banyak anggota Asita NTB yang tidak lagi menerima pesanan dari para tamu untuk berlibur di Lombok.
Umbu menilai, kondisi seperti ini tidak sejalan dengan program pemerintah yang menargetkan adanya kenaikan kunjungan wisatawan. Terutama untuk mendongkrak perekonomian masyarakat yang bergantung pada sektor pariwisata.
Di sisi lain, maskapai juga tidak secara penuh bersalah dalam menaikan harga tiket dan bagasi berbayar karena tidak melanggar peraturan.
Ia mengakui memang maskapai tidak salah dan tidak melanggar karena masih dalam tarif batas atas dan bawah, tapi mungkin sisi etika yang dilanggar. Tidak tepat saat musim (low season) begini harga tiket mahal.
Umbu menyayangkan sikap maskapai yang terkesan mengabaikan aspek etika dan juga secara mendadak menaikan harga tiket pesawat serta menerapkan bagasi berbayar.
Menurut Umbu, seharusnya maskapai bisa melakukan kenaikan harga tiket pesawat dan penerapan bagasi berbayar secara bertahap agar masyarakat tidak kaget dan membuat mengurungkan niatnya berlibur.
ASITA minta Presiden membantu agar harga tiket pesawat dan bagasi berbayar ditinjau ulang karena pemerintah punya target meningkatkan kunjungan wisatawan, karena kalau mandek, apa yang mau diharapkan.
Sejatinya kenaikan harga tiket pesawat disertai bagasi berbayar yang diberlakukan sejak awal 2019 menyebabkan kondisi pariwisata NTB kian terpuruk di saat pemerintah bersama para pelaku usaha wisata berjuang untuk bangkit pascabencana gempa Lombok.*