Pembelian COD Dihapus atau Ubah Sistem? Ini Kata YLKI

pada 4 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

 Ilustrasi (Foto: Pickawood / Unsplash)

Uzone.id- Sistem pembelian barang lewat cash on delivery (COD) sudah beberapa kali 'makan korban', di mana kurir barang mendapat perundungan dari konsumen karena barang yang dibeli ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Beberapa video yang viral di media sosial belakangan ini memperlihatkan si kurir, selain mendapat perundungan lewat omelan, namun kurir juga diancam dengan menggunakan pistol mainan hingga senjata tajam.

Netizen pun banyak yang menyuarakan di media sosial agar sistem COD dihapus karena mereka merasa kasihan kepada kurir.

BACA JUGA:Uang Digital Keluaran BI Akan Dibentengi Firewall

Lantas, apakah sistem COD harus dihapus?

Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno, saat berbincang denganUzone.idmelalui sambungan telepon, berpendapat bahwa sebetulnya bukan sistem COD yang salah.

Malahan, kata dia, sistem COD salah satu sarana untuk mempermudah konsumen terutama bagi mereka yang tidak punya akses pembiayaan perbankan. Jadi, bagi yang tidak punya rekening bisa menggunakan sistem COD.

"Permasalahnnya adalah di literasi digital masyarakat kita itu yang masih rendah. Jadi inilah yang menimbulkan permasalahn. Jadi bukan sistem COD sebenarnya, sistem COD ini juga agak unik karena pembeliaannya online, tetapi pembayarannya offline. Jadi ini yang harus dipahami benar oleh pelaku usaha kurir dan konsumen khususnya. Konsumen juga harus paham benar aturan ketentuan-ketentuan yang itu diberlakukan oleh penyedia platform atau pun pelaku usahanya," kata Agus.

Apa perlu sistem COD diubah?

Menyinggung apakah sistem COD perlu ada perubahan, menurut Agus yang perlu dilihat pertama dari tataran regulasi, pemerintah perlu mengatur lebih detail seperti apa sebetulnya mekanisme atau teknis dari COD.

Kemudian, yang kedua, pelaku usaha atau penyedia platform itu juga punya tanggung jawab untuk memberikan edukasi kepada konsumen. Caranya, kata Agus, bukan hanya lewat media sosial tetapi juga bagaimana informasi atau ketentuan itu disampaikan melalui kurir, misalkan.

"Pemahaman-pemahaman ini yang mungkin harus sampai ke konsumen, sehingga ketika konsumen membeli konsumen tahu benar dan paham benar ada ketentuan ada hal-hal yang memang harus ditaati termasuk di mana terjadi permasalahan ke mana mereka harus mengadu. Itu harus terinformasi dengan jelas, sehingga dilapangan tidak terjadi kurir yang jadi bulan-bulanan, karena kurir tidak terkait dengan hal ini. Kurir itu kan hanya menyampaikan barang bukan pelaku usahanya," ujarnya.

Agus menambahkan, "Ketika terjadi permasalahan barang yang dipesan berbeda dengan yang dikirim itu bukan kesalahan kurir. Nah, inilah yang harus dipahami oleh konsumen. Jadi hal-hal semacam inilah edukasi semacam inilah yang harus diberikan."