Pentingnya Software Tester dalam Pengujian Aplikasi

pada 7 tahun lalu - by

Sebelum meluncurkan sebuah aplikasi, sang pemilik produk biasanya mempekerjakansoftwaretesteruntuk melakukan pengujian. Tahapan ini penting untuk mengetahui apakah masih banyak kesalahan atau kerusakan (bug) dalam aplikasi tersebut.

Menurut QA Leader Verifone, Delvianti, pengujian perlu dilakukan karena biasanya ada yang terlewat ketika seorang developer mengembangkan aplikasi. Jika tahapan ini terlewat, maka tingkat kepercayaan untuk merilis aplikasi itu menjadi rendah.

“Dia (developer) bikin tapi ada bagian-bagian yang mungkin dia lupa. Dari sisi pengguna penting, dari sisi developer kadang enggak penting. Atau kadang memang terlewat dari developer. Misalnya kayak input, harusnya masukkan numerik saja. Developer kasih jenisnya alpha numerik. Kalautesterpasti akan diuji satu-satu. Jadi hal-hal seperti itu membantu banget kalau adatester,” ujar Delvianti kepadaTech in AsiaIndonesia.

Jika si developer sendiri yang melakukan pengujian, Delvi menilai tingkat kepercayaannya tetap lebih rendah dibanding aplikasi yang diuji oleh orang yang berbeda. Lebih bagus lagi, kata Delvi,testeryang menguji bukan berasal dari tim internal dan benar-benar tidak tahu mengenai aplikasi tersebut.

“Dia (software tester)melakukanad-hoctesting. Jadi kadang tingkat kualitasnya lebih bagus bila dilakukan orang lain,” jelasnya.

Hal senada juga dikatakan Digital Banking Scrum Master BTPN, Wijayawati Yip. Menurutnya pengujian penting dilakukan untuk memverifikasi apa saja yang perlu ada dalam sebuahsoftwareatau aplikasi.

“Kita kan perlu verifikasi kebutuhannya apa, terus pada saat developer danproduct owner membuat produk sepakat membuat produk yang seperti apa. Pengujian itu fungsinya untuk validasi dari penyimpanan yang sudah dibikin. Kebutuhannya apa, desainnya seperti apa. Kalau enggak, antara apa yang diminta sama yang dikembangkan, bisa saja jalannya bertolak belakang,” paparnya.

Lakukanmanualdanautomation testing

Ada dua cara yang biasa dilakukan ketika melakukan pengujian sebuah aplikasi yaknimanualtestingdanautomation testing. Menurut Delvi,outputyang dihasilkan akan lebih baik jika diuji dengan kedua cara tersebut.

Dalammanualtesting, lebih condong pada pengalaman pengguna karena langsung mencoba programnya. Seperti bagaimana tampilan aplikasi dan sebagainya. Sedangkanautomation testing, untuk menguji hal-hal yang tak bisa ditemukan langsung melalui pengamatan biasa. Seperti menguji variasi negatif hingga seberapa tangguh performa aplikasi ketika sedang berjalan.

“Karena dalam masatestingyang ada di tim itu kan terbatas, sesuai rencana mereka maudeliver(diluncurkan) kapan. Kalau pakaiautomation, bisa langsung diuji sebuah aplikasi akancrashsetelah pemakaian berapa lama,”jelasnya.

Mustahil seratus persen bebasbug

Dalam melakukan pengujian, tak ada ukuran baku untuk menentukan bahwa aplikasi itu sudah lolos tes. Metrik pengukurannya, tergantung dari kesepakatan awal antara developer dengan pemilik produk.

Ketika sudah melewati berbagai tahap pengujian, aplikasi itu juga tidak mungkin seratus persen bebasbugalias tak ada kesalahan atau kerusakan sama sekali. Menurut Wijayawati, pengukuran dalam pengujian ini lebih kepada sejauh mana risikobugyang mau diambil sebelum produk itu masuk dalam tahap produksi.

“Risikonya itu yang perlu kita kelola. Dan risiko itu kesepakatan dengan pemilik produk juga. Jadi kita bilang, selama 85 persentest case sukses, dan sisa lima belas persen enggak ada (risikobug)critical atauhigh, kita oke untukgo to production,” kata Wijayawati.

Dari seratur persen, jelas Wijayawati, jika 85 persen aplikasi itu dirasa sudah pas dan hanya ada lima belas persen risikobugbersifat mediumdanlow, maka selanjutnya bisa masuk ke tahap ke produksi. “Tapi kalau adacriticaldanhigh, mesti diperbaiki dulu berdasarkan tingkatannya,” ujarnya lagi.

Kendalaautomation testing

Delvina mengungkapkan biasanya perusahaan hanya mengeluarkan uang untuk melakukanmanualtestingsaja. Alasannya, biaya lebih hemat karena tidak perlu membelitool yang diperlukan untuk melakukanautomation testing.

Hargatoolberlisensi yang dibutuhkan untukautomation testingini memang cukup mahal. Menurutnya adatool yang harganya bernilai ratusan juta rupiah. Selain mahalnya hargatool, saat ini masih sangat sedikitsoftware testeryang memiliki kemampuan untuk melakukan automation testing. Pasalnya, untuk melakukanautomation testing,software testeritu harus bisa bahasa pemrograman.

Karenanya, mereka yang hanya melakukanmanual testingbiasanya menunggu laporan atau keluhan dari pengguna bila ditemukanbug. Setelah ada laporan, baru aplikasi itu diperbaiki.

“Benar sekali, itu kenyataan. Sudah ada laporan dari luar, ada masalah, baru diperbaiki. Perusahaan perlu investasi untukautomation. Karena untuk caritesteryang memilikiskill programmingsangat susah,” kata Delvina.

Kuasaiskillpemrograman

Tenagasoftware testersaat ini masih menjadi kebutuhan. Namun bagaimana agar sisoftware testerini mendapat pekerjaan, hal itu tergantung dari usahatesteritu sendiri mengembangkan dirinya.

Delvina mengatakan saat ini perusahaan sudah mulai sadar akan pentingnyaautomation testing. Karenanya,software testerdisarankan mulai menambah kemampuannya seperti mempelajari bahasa pemrograman.

Saran serupa juga dikatakan Wijayawati. “Sekarang mulai banyak kebutuhan untukautomation. Jaditesteryang tadinya enggak pernah tahu metode tersebut bisa belajar. Mungkin ke depannya butuh skill lain lagi, kebutuhan dari industri seperti apa,” ucapnya.

The postPentingnyaSoftware Testerdalam Pengujian Aplikasiappeared first onTech in Asia Indonesia.