Penyebab Tinggi Gunung Anak Krakatau Turun Jadi 110 Meter
Gunung Anak Krakatau belakangan ini sedang mengalami peningkatan aktivitas erupsi. Salah satu dampaknya adalah menimbulkan tsunami yang menerjang kawasan Banten dan Lampung Selatan pada Sabtu (22/12).
Selain itu, aktivitas erupsi yang dialami Anak Krakatau juga ternyata menyebabkan turunnya tinggi gunung tersebut dari yang semula 338 meter menjadi 110 meter. Perubahan ini diungkap berdasarkan hasil analisis visual yang dilakukan Pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM.
Posisi puncak Gunung Anak Krakatau saat ini lebih rendah dibanding Pulau Sertung dengan tinggi 182 meter yang posisinya tak jauh dari Anak Krakatau.
Dari keterangan pers yang diterimakumparan, diperkirakan ada sekitar 150 juta hingga 180 juta meter kubik volume Anak Krakatau yang hilang. Sementara volume yang tersisa saat ini diperkirakan antara 40 juta hingga 70 juta meter kubik.
PVMBG menduga penyebab berkurangnya volume tubuh Gunung Anak Krakatau adalah akibat proses rayapan tubuh gunung api yang disertai oleh laju erupsi yang tinggi pada 24 hingga 27 Desember 2018. Sementara ini, pengamatan visual terus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Penurunan tinggi Gunung Anak Krakatau ini juga telah disampaikan oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, lewat akun Twitter resminya.
Hilangnya tinggi Gunung Anak Krakatau ini terlihat pada pukul 14.18 WIB, Jumat (28/12). Sebelumnya, pada pengamatan sejak pukul 00.00 hingga 12.00 WIB di hari yang sama, pos pengamatan melihat adanya letusan Anak Krakatau dengan tinggi asap maksimum 200-3000 meter di atas puncak kawah gunung.
Namun saat tim kumparan berada di Pos Pengamatan Pasauran, Jumat (28/12), Gunung Anak Krakatau maupun asap akibat letusan tidak terlihat lantaran kondisi cuaca yang berawan dan turun hujan ringan.
Di samping itu, PVMBG menjelaskan bahwa potensi bahaya dari aktivitas letusan Gunung Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material pijar yang mengalir ke arah selatan-barat daya. Sedangkan sebaran abu vulkanik tergantung dari arah dan kecepatan angin.
Tercatat hingga 28 Desember 2018, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau masih tetap Level III (Siaga). PVMBG merekomendasikan kepada masyarakat untuk tidak mendekati gunung dalam radius lima kilometer. Mereka juga mengimbau agar masyarakat menyiapkan masker untuk mengantisipasi jika terjadi hujan abu.
Gunung Anak Krakatau terletak di Selat Sunda dan merupakan gunung api strato tipe A. Menurut PVMBG, gunung ini adalah gunung api muda yang muncul dalam kaldera, pasca erupsi paroksimal tahun 1883 dari kompleks vulkanik Krakatau.
Aktivitas erupsi pasca pembentukan dimulai sejak tahun 1927, saat tubuh gunung api itu masih di bawah permukaan laut. Tubuh Anak Krakatau muncul ke permukaan laut sejak tahun 1929. Hingga kini, Gunung Anak Krakatau berada dalam fase kontruksi (membangun tubuhnya hingga besar).