Perlunya Startup Terbiasa dengan StrategiBootstrapping

pada 1 tahun lalu - by

Uzone.id -Tech winterjadi salah satu isu yang berhembus kencang di tahun ini, bahkan jelang tutup tahun 2022. Isu ini begitu menakutkan bagi perusahaan teknologi di Indonesia khususnya dan global pada umumnya.

Dalam beberapa bulan terakhir, banyak perusahaan teknologi global ataupunstartuplokal yang melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) ataulayoffyang berdampak pada ribuan karyawan.

Tech wintersendiri merupakan fase dimana bisnis sektor teknologi mengalami penurunan pertumbuhan dan pendanaan, semuanya akibat kondisi ekonomi makro yang kurang kondusif.

Alhasil, kondisi ini menuntut parastartupuntuk merestrukturisasi perusahaan, mengevaluasi bisnis secara keseluruhan, dan melakukan beberapa perubahan fundamental. 

Misalnya saja, per Desember 2022, lebih dari 20startupIndonesia telah melakukan PHK kepada ratusan karyawannya, demi mengerek efisiensi biaya operasional.

CEO dan Co-founder Dekoruma, Dimas Harry Priawan pun angkat bicara terkait kondisi ini. Dalam acara Startup Studio Indonesia (SSI) Batch 5 dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), ia menyampaikan perlunya membiasakanbootstrapping.

Baca juga:4 Posisi Ini Rentan Di-PHK Selama Tech Winter, Apa Saja?

Bootstrappingmerupakan proses membangun bisnis atau perusahaan dari awal tanpa menggunakan modal berupa investasi dari pihak eksternal. 

Biasanya, pelaku usaha yang menerapkan strategi ini menggunakan sumber dana internal, semisal dari pemilik perusahaan, tanpa harus meminjam uang dalam jumlah besar dari bank atau berbagi ekuitas dengan pihak luar.

Namun strategibootstrappingmembutuhkan konsep pengembangan bisnis yang jelas dan kompeten, lantaran modal yang terbatas. Namun jika perusahaan ataustartupyang dibangun berhasil berhemat dan menaikkan performa bisnisnya, pada akhirnya mereka dapat menarik investor dan tumbuh ke level yang baru.

Dimas mengatakan,bootstrappingbisa menjadi strategi yang baik untuk saling mengenal partner bisnis. Fokushiring rolesyang esensial juga bisa dilakukan, dan pebisnis bisa belajar dari berbagai aspek lainnya saat di tahapan awal.

“Berbeda dengan 8 tahun lalu, investor sekarang ingin melihatnet revenueyang positif setelah semua biaya marketing dan subsidi. Sehingga perusahaan dapat lebih cepatprofitable,” katanya, melalui keterangan resmi yang diterimaUzone.id.

“Hal ini yg kami sudah lakukan sejak dahulu (bootstrapping), sehingga kami tidak memerlukan investasi dalam jumlah besar untuk mengembangkan Dekoruma. Fokus kami selalu membangun pondasi bisnis yangsustainable,” sambungnya.

Lebih lanjut,startupyang baru saja menerima dana segar investor pun perlu memprioritaskan penggunaannya untuk pertumbuhan yang berkelanjutan. Jangan fokus mengejar kompetitor atau mengikuti tren yang ada, melainkan melakukan riset dan memahami kebutuhan konsumen terlebih dahulu.

“Sebagai acuan,startupbisa menggunakan formula60-30-10,” terang Dimas.

Baca juga: Rekrutmen Bersama BUMN Batch 2 Dibuka, Ini Cara untuk Daftar Online

Maksudnya, 60 persen dana untuk pengembangan fitur yang ada, kemudian 30 persen untuk inovasi fitur baru, dan 10 persen untuk eksperimen solusi baru. Formula ini bisa membantustartupuntuk lebih fokus mencapai PMF tanpa terlalu agresif dengan pengeluaran dana.

Skema yang sama juga dilakukan oleh Biteship,startupagregator logistik yang membantu pemilik bisnis dan perorangan untuk mengirimkan barang menggunakan banyak pilihan kurir.

Afra Sausan selaku Co-Founder dan CMO Biteship menjelaskan, pihaknya menghindari penggunaan danafundinguntuk menutupi biaya operasional ataupun hutang, karena hal tersebut bisa membuatstartupbergantung pada dana eksternal untuk menjalankan bisnis. 

“Dan yang perlu dihindari juga adalah membuat keputusan yang terburu-buru atau terlalu berisiko, karena perkembangan di tahap awal (early stage) adalah masa yang paling krusial, sehingga harus berhati-hati dan strategis dalam mengelola apa yang kita punya,” pungkas Afra.