Perubahan Gunung Anak Krakatau Terekam Satelit
Citra satelit Sentinel-1 melengkapi keping teka-teki sumber tsunami Selat Sunda yang meluluhlantakkan pesisir Banten dan Lampung, Sabtu (22/12/2018). Rangkaian gambar dari milik European Space Agency (ESA) itu memastikan adanya longsor di lereng barat daya gunung Anak Krakatau.
Foto-foto tersebut dirangkai oleh kanal berita bencana alam,CATnews,melalui akun Twitter @CATnewsDE. Foto hitam-putih itu memperlihatkan perubahan tapak Anak Krakatau sebelum dan setelah tsunami terjadi. Lingkar tapak Anak Krakatau berubah hampir 180 derajat mulai dari barat laut hingga tenggara. Riak gelombang laut ikut terekam di bagian yang berubah tersebut.
Foto: perubahan tapak Gunung Anak Krakatau sebelum dan setelah tsunami Selat Sunda. Kredit: ESA, CATnews
Sisi barat dan barat daya menjadi lokasi dengan perubahan terbesar. Diperkirakan sejumlah besar material gunung masuk ke laut. Berdasarkan peta bawah laut yang disediakan Christine Deplus dari Institut de Physique du Globe de Paris (1995), daerah yang hilang tersebut berada di tubir jurang. Di bawahnya terdapat "lembah" berkedalaman 250 meter di bawah permukaan laut.
Dari studi sejarah aktivitas vulkanik di daerah tersebut, kita sudah mengetahui bahwa lembah tersebut sejatinya merupakan kawah gunung yang meletus dan pecah saat Krakatau meletus pada 1883. Kini, kawah tersebut menjadi cekungan di bawah laut dengan lebar sekitar 5-6 kilometer
Foto: Thomas Giachetti
Thomas Giachetti dari University of Oregon dalam makalah ilmiahnya pada 2012 menyebut sisi barat daya Anak Krakatau sangat mungkin mengalami longsor. Simulasi yang ia lakukan menunjukkan kolom material sebesar 0,28 kilometer kubik sangat mungkin ambrol ke dasar laut. Luncuran material sebanyak ini, katanya, memicu tsunami dengan ketinggian beragam di berbagai daerah di pesisir Lampung dan Banten.
Foto: Thomas Giachetti
Data simulasi itu memperkirakan ketinggian tsunami maksimal 1,4 meter di Anyer; 3,4 meter di Carita; 2,7 meter di Kalianda; 0,3 meter di Bandar Lampung. Angka tersebut bisa kita bandingkan dengan tsunami 22 Desember lalu yang tercatat olehtide gaugeBIG, yaitu 0,9 meter di Stasiun Marina Jambu, Cinangka; 0,35 meter di Stasiun Ciwandan, Anyer; 0,36 meter di Stasiun Kota Agung; dan 0,28 meter di Stasiun Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung.
Longsor punggung Anak Krakatau menjadi tersangka utama pemicu tsunami Selat Sunda. Ini sekaligus menjadi jawaban atas kebingungan BMKG dan PVMBG mengenai mekanisme tsunami.
"Longsor bawah laut masih menjadi salah satu yang hipotesanya harus kita pecahkan. Gempa bumi sudah terpecahkan, nah, penyebab longsoran ini apa?" kata Kabid Mitigasi Gunung Api PVMBG, Wawan Iriawan, di PVMGB, Kota Bandung, Minggu (23/12).