Apakah Anda takut dengan kumbang raksasa? Jika iya, maka perubahan iklim yang terjadi bertahun-tahun telah menghadirkan sebuah harapan bagi Anda.
Ya, penelitian terbaru menunjukkan peningkatan suhu bumi selama lebih dari seratus tahun telah membuat populasi kumbang raksasa menyusut sebanyak 20 persen dalam kurun waktu 45 tahun. "Penelitian ini merupakan bukti kuat bahwa perubahan iklim memengaruhi populasi kumbang," kata Rhonda Snook, seorang ahli biologi evolusi di Universitas Stockhold yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.
Snook dan para peneliti lain beranggapan perubahan iklim telah memengaruhi dinamika ekosistem, termasuk relasi predator-mangsa serta jumlah keturunan hewan tertentu. "Jika ukuran dari hewan berdarah dingin di seluruh dunia berubah, maka akan ada konsekuensi," kata Alan Ronan Baudron, seorang ahli biologi ikan di Universitas Aberdeen yang juga tak terlibat dalam penelitian ini.
Penelitian terkait kumbang raksasa ini dimulai dengan pendalaman berbagai literatur. Michelle Tseng, ahli ekologi evolusi di Universitas British Columbia, beserta sejumlah mahasiswa mempelajari seluruh artikel terkait efek suhu terhadap serangga.
Mereka menemukan 19 literatur yang mengindikasikan bahwa setidaknya 22 spesies kumbang menyusut akibat peningkatan suhu menjadi di atas normal. Kumbang tanah, termasuk kumbang harimau dan kumbang yang memakan millipede (kaki seribu), mengalami penyusutan berat badan satu persen setiap peningkatan suhu 1 derajat celcius.
Untuk melihat apakah pola ini terjadi di alam liar, tim menggunakan koleksi spesimen serangga milik Universitas British Columbia yang berjumlah 600 ribu spesimen. Jumlah itu termasuk ribuan spesimen serangga yang dikumpulkan sejak akhir tahun 1.800-an.
Peneliti kemudian mengambil gambar 6.500 kumbang dari delapan spesies dengan catatan lengkap. Mereka fokus pada panjang penutup sayap (elytra) yang merupakan indikator terbaik dalam ukuran tubuh serangga itu secara keseluruhan. Peneliti juga melihat catatan iklim untuk menentukan tren curah hujan dan faktor-faktor lain di samping suhu.
Hasil penelitian menunjukkan lima dari delapan spesies telah menyusut dalam waktu lebih dari seabad. Semua ini dituangkan dalam Journal of Animal Ecology. "Kami terkejut," ujar Tseng. Dia berpikir perubahan dalam ketersediaan makanan dan keberadaan predator memiliki pengaruh kuat pada ukuran kumbang.
Awalnya, tim peneliti tidak bisa melihat tren ketika membandingkan ukuran dan perubahan iklim. Tapi mereka bisa melakukanya setelah mengurutkan kumbang berdasarkan ukuran. Empat spesies kumbang terbesar, termasuk //Scaphinotus angusticollis//, menyusut 20 persen dalam 45 tahun terakhir.
Sebaliknya, kumbang yang lebih kecil tidak terpengaruh atau bahkan mengalami peningkatan ukuran meski sedikit. "Meskipun perubahan ini mungkin terlihat kecil, tapi dampak kepada ekosistem begitu besar," kata Tseng.
Wolf Blanckenhorn, seorang ahli ekologi evolusi di Universitas Zurich, mengaku berhati-hati merespons temuan Tseng dan kawan-kawan. Ia mengaku juga melihat penyusutan ukuran pada kumbang kotoran yang dia pelajari. Namun, Blanckenhorn belum yakin dengan bukti-bukti bahwa perubahan iklim jadi penyebab sebenarnya. "Mungkin ada perubahan yang tidak diketahui seperti jenis makanan namun memiliki dampak," ujarnya.
Keyakinan justru disampaikan Baudron. Menurut dia, penelitian yang dilakukan tentang ikan di Laut Utara telah mendokumentasikan beberapa spesies semakin sedikit ditemukan lantaran perubahan iklim. Beberapa penelitian pada hewan air lainnya juga mendokumentasikan hal serupa. "Kami pikir tren itu (penurunan jumlah spesies karena perubahan iklim) universal," katanya.
Baudron mengatakan, penyusutan ikan dipicu suhu air menghangat. Imbasnya, konsentrasi oksigen di dalam air pun meurun sehingga ikan harus bermetabolisme lebih cepat. Spesies yang lebih besar, khususnya, memiliki kesulitan mendapat cukup oksigen untuk mempertahankan metabolismenya. Akibatnya, mereka dewasa dalam ukuran yang lebih kecil. Baudron dan Tseng yakin penurunan oksigen bisa menjelaskan penyusutan pada kumbang.