Pesan Politik Pussy Riot usai Hentikan Sementara Final Piala Dunia 2018
Uzone.id- Band punk Pussy Riot kembali melakukan aksi nyeleneh dan berhasil mendapat perhatian milyaran orang di seluruh dunia.
Empat personel band mengambil momen final Piala Dunia 2018 di pertandingan Prancis vs Kroasia yang berlangsung di Stadion Luzhniki, pada Minggu (15/7/2018) WIB. Aksi mereka sempat menghentikan jalannya pertandingan selama beberapa menit.
Apalagi, pertandingan yang dimenangkan Prancis dengan skor 4-2 itu juga dihadiri Presiden Rusia Vladimir Putin.
Masih hangat dalam ingatan ketika personel Maria Alyokhina, Nadezhda Tolokonnikova, dan Yekaterina Samutsevich, melakukan aksi 'doa Punk' di gereja katedral Kristus Juru Selamat di Moskow pada Februari 2012.
Mereka memprotes gereja ortodoks tersebut terlalu 'mesra' dengan rezim Putin. Mereka berseru kepada Bunda Maria untuk mengusir Putin yang dianggap diktator.
Sudah dipastikan dong, pemerintah Rusia yang masih tak toleran dengan aksi macam ini bergeming. Ketiganya ditangkap, diadili lalu dijebloskan ke penjara.
Selain Putin jadi sasaran, Pussy Riot juga dikenal mengkampanyekan isu feminis dan hak LGBT
Tolokonnikova dikirim ke penjara Mordovia, dan Alyokhina dijebloskan ke sel di Perm. Kedua penjara itu dikenal sebagai kamp paling kejam di Rusia.
Padahal, anak Alyokhina saat itu masih berusia lima tahun, Filipp. Begitu juga dengan Tolokonnikova punya anak perempuan berusia empat tahun, Gera.
Beruntung bagi Samutsevich. Dia dibebaskan oleh hakim pengadilan banding.
Baca:Fans Pramoedya Ragukan Iqbaal Perankan Minke, Kenapa Hanung Tetap Pilih
Ketika melakukan aksi protes itu, Maria Alyokhina berusia 24 tahun, Nadezhda Tolokonnikova berusia 22 tahun, dan Yekaterina Samutsevich berusia 30 tahun.
Maria dan Nadezhda kemudian dibebaskan dari penjara setelah mendapat pengampunan pada Desember 2013.
Pussy Riot sendiri terbentuk pada 2011 dan punya anggota sekitar 11 wanita berusia 20 hingga 33 tahun. Tak cuma Putin yang menjadi sasaran.
Mereka pun mengkritik kebijakan Presiden Donald Trump dengan merilis lagu 'Make America Great Again' pada 2016.
Protes di Piala Dunia
Akibat aksi yang mempermalukan Putin di gelaran Piala Dunia 2018, polisi Rusia telah menjebloskan keempat personel ke sel tahanan. Salah satu personel Pussy Riot diidentifikasi bernama Pyotr Verzilov.
Mereka terancam denda 11.500 rubel Rusia atau USD 185 atau dihukum berupa layanan masyarakat selama 160 jam.
Baca: Sepak Terjang Si Cantik Pussy Riot, Penyusup di Final Piala Dunia
Tak lama setelah insiden Piala Dunia, tiga personel Pussy Riot muncul dalam tayangan video di YouTube. Mereka mengaku bertanggung jawab atas invasi dan sekaligus memberikan pernyataan politik.
"Untuk kawan
mungkin kalian tidak tahu bahwa tidak ada aturan hukum di Rusia dan siapapun polisi bisa dengan mudah menghancurkan hidupmu tanpa alasan.
Piala dunia FIFA memperlihatkan dengan apik bagaimana Rusia yang baik dengan perlakuan polisinya.
Tetapi apa yang terjadi setelah itu berakhir. Kesimpulan dan solusi satu-satunya: Kalian harus berjuang untuk mencegah fabrikasi tuduhan kriminal dan menangkap orang tanpa alasan.
Agar ini terjadi, kalian perlu satu hal yang disebut persaingan politik. Kemungkinan untuk berpartisipasi dalam kehidupan negara kalian sendiri dan terpilih. Untuk semua orang.
Semua hal yang sederhana ini. Tapi kalian harus memutuskan sendiri apa yang bisa kalian lakukan secara pribadi agar Rusia kalian menjadi jauh lebih indah."
Selain merilis vide, Pussy Riot juga menyampaikan 6 tuntutan kepada rezim Putin melalui akun Instagram resmi mereka, :
1. Biarkan semua tahanan politik bebas
2. Tidak memenjarakan untuk jadi 'disukai'
3. Hentikan penangkapan ilegal atas unjuk rasa
4. Biarkan persaingan politik di negara ini
5. Tidak membuat tuduhan kriminal dan tidak membuat orang dipenjara tanpa alasan
6. Ubah polisi duniawi ke polisi surgawi