Polemik Diskon Ojek Online, Jangan Sampai Kayak Kasus Tiket Pesawat
Uzone.id- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sempat mewacanakan akan melarang diskon tarif untuk moda transportasi online.
Tujuannya, agar terjadi pesaingan usaha yang sehat, sehingga bisa melindungi para driver.
Pro dan kontra pun terjadi terkait dengan wacana ini, sampai akhirnya, seperti dilansir Kumparan.com, Kemenhub batal melarang diskon tersebut.
Video revew Honda Astrea Star Tahun 1990:
Kemenhub melaui Direktur jenderal Perhubungan Darat, Budi Setiyadi mengaku, pihaknya hanya mengatur soal tarif, bukan diskon tarif.
Pemberian promo-promo pada tarif Ojol ini sebenernya mirip dengan kasus tiket pesawat.
Tujuan Kemenhub melarang diskon—meski jadi pro dan kontra, sebenernya mengarah pada antisipasi agar kasus serupa di tiket pesawat gak kejadian di Ojol.
Apalagi ojol bahkan ranahnya lebih luas, lebih bisa dijangkau banyak pihak dibanding pesawat.
Sederhananya begini. Kita coba bercermin dari kasus tiket pesawat yang sekarang banyak diteriaki karena mahal.
Padahal itu hanya framing semata, yang awalnya dibentuk karena persaingan usaha antar maskapai, sehingga ngebuat masing-masing maskapai untuk memberikan promo dan diskon tiket untuk menarik penumpang.
Karena terjadi terus menerus, terciptalah framing kalau tiket pesawat itu murah, padahal itu karena dimanja dengan promo dan diskon.
Pihak maskapi pun jarang yang untung karena terbebani dengan biaya promonya. Dan ketika semua itu dihentikan, maka booomm! Harga tiket kembali normal dan dianggap sangat mahal oleh publik.
Nah fenomena kayak begitu bisa kejadian di Ojol.
Karena selama ini dimanja dengan promo dan diskon, entah langsung dari operator ojol maupun pihak ketiga yang bekerja sama, maka terciptalah framing kalau tarif Ojol itu murah.
“Eh pake GoPay aja, diskon Rp 10 Ribu!”
“Ah, mending pake OVO, cuma seribu gaes!”
Nah, ungkapan-ungkapan macam begitu yang ngebentuk citra kalau tarif ojol itu murah, padahal barangkali kondisi realnya gak seperti itu.
Tapi yang namanya promo, sifatnya hanya sementara, cepat atau lambat semuanya akan berakhir dan kembali normal.
Nah, ketika itu terjadi, dan mendapatkan kalau ternyata tarif Ojol itu gak semurah yang dipromokan, maka yang teriak bisa banyak pihak.
Driver dan penumpang udah pasti jadi pihak-pihak pertama yang teriak ketika promo dan kemanjaan-kemanjaan tersebut berakhir—bukan dilarang.
Efeknya bisa kemana-mana. Coba aja lihat fenomena penurunan penumpang pesawat yang drastis begitu isu tiket mahal muncul. Yang gigit jari gak cma maskapainya karena sepi penumpang, tapi juga industri wisata.
Ketika tarif ojol tanpa diskon, masyarakat pastinya jadi lebih selektif untuk menggunakan ojol, bahkan bukan gak mungkin mengurangi penggunaannya.
Efeknya, driver menjerit karena sepi penumpang dan gak bisa nutup cicilan kendaraan yang digunakan untuk ojol.
Kalau semua itu pada akhirnya terjadi, maka semakin runyam aja dunia transportasi massal di Indonesia.
Nah, barangkali niatan Kemenhub ada baiknya juga, mencegah atau mengantisipasi hal seperti itu terjadi.
Jadi, barangkali kita yang jangan terlalu manja kali ya, maunya disubsidi terus, dikasih diskon terus, yang pada akhirnya itu hanya semacam bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak kapan saja.