Pro dan Kontra Robot Seks Sebagai Solusi Sahwat

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Perdebatan robot seks sebagai solusi sahwat semakin ramai dengan segala pro dan kontranya. Robot seks yang tergolong mainan orang dewasa ini perkembangannya semakin mutakhir namun juga berdampak pada pergeseran norma maupun nilai sosial.


Pro
Bagi para lansia, penderita cacat, hingga yang pernah mengalami trauma seksual, robot ini diamati dapat memberikan solusi terbaik.

Secara normatif, banyak orang yang memperlakukan ketiga tipe orang di atas berbeda, padahal dalam hal kebutuhan seksual, mereka memiliki tingkat yang sama, ujar Dr Aimee van Wynsberghe seperti dikutip dari The Guardian.

Terapi menggunakan robot seks dinilai membawa kemajuan bagi orang-orang yang membutuhkan, seperti yang dipaparkannya dalam laporan Foundation For Responsible Robotics (FFR).

Studi tersebut juga dianggap baik untuk dunia medis. Hal ini bermanfaat bagi para pria yang mengalami gangguan seksual mendasar seperti disfungsi ereksi hingga ejakulasi prematur.

Bagi pasangan menikah, kehadiran robot seks ini juga dinilai dapat memberikan solusi kebosanan maupun eksplorasi hal-hal baru. Jika masalah terjadi, robot dapat digunakan tanpa harus berselingkuh dengan orang lain.

Wynsberghe menambahkan, segala sesuatunya pasti memiliki dua sisi. Semua dikembalikan kepada manusianya, apakah inovasi tersebut dipandang dari sisi negatif atau positif. Sama halnya dengan obat yang berfungsi menyembuhkan, jika disalahgunakan akan menjadi racun atau overdosis.


Kontra

Aspek negatif juga banyak berdatangan dari para psikolog, ahli kesehatan hingga pengamat sosial. Yang paling mendasar adalah membawa pengaruh buruk pada interaksi antar manusia. Pengguna akan semakin mengucilkan diri dari interaksi sosial dan 'asyik sendiri' dalam dunianya.

Patrick Lin, Direktur etika dan ilmu pengetahuan dari California Polytechnic State University memprediksi bahaya yang lebih besar, seperti pedofilia menggunakan robot anak kecil hingga isu kekerasan dan rasisme pada robot berwarna yang mewakili ras tertentu.

Selain itu, nilai moral manusia akan semakin menurun karena pengguna robot ini merasa tidak perlu menyalurkan cinta atau kasih sayang. Saat dibutuhkan, ia ada, namun jika hasrat tersalurkan, ia kembali menjadi barang yang dibiarkan begitu saja.

Dalam perspektif hubungan antar manusia, istilah bercinta pun sudah jelas, yakni berhubungan dengan cinta. Ketika dilakukan dengan benda mati (robot) yang tidak bisa mencintai balik, hal ini dianggap menyedihkan, karena menjadi hubungan satu arah saja.

Kekhawatiran lainnya adalah wanita yang semakin menjadi objek seks yang tak terkendali. Robot seks yang dibuat berdasarkan preferensi dari pornografi kerap meletakkan wanita pada posisi yang dilecehkan atau rendah.

Jika hal ini dianggap sebagai sesuatu yang lumrah, dikhawatirkan saat robot rusak, maka pengguna akan menyalurkan kegilaannya pada orang lain. Dan perlu diingat, robot seks bukan barang murah, yakni sekitar Rp200 juta.

Berita Terkait