Protes ke Zuckerberg, Karyawan Facebook Mogok Kerja, Ini Alasannya

pada 5 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

 (Foto: dok. Facebook)

Uzone.id-- Cekcok antara Twitter dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait cuitannya yang mengandung spekulasi hingga glorifikasi kekerasan ternyata masih menjadi sorotan. Kali ini, karyawan Facebook yang mengkritik CEO perusahaan karena tidak melakukan hal sama seperti Twitter.

Mark Zuckerberg diprotes oleh karyawannya sendiri karena dianggap kurang kompeten dalam menyikapi postingan Trump tentang dukungan kekerasan yang akan dilakukan terhadap komunitas warga kulit hitam yang melakukan protes dan demo di Minneapolis, Minnesota.

Mereka membandingkan Facebook dengan sikap Twitter yang dinilai tegas karena berani langsung menyembunyikan cuitan Trump yang mengagungkan kekerasan.

Mengutip berbagai sumber, ada beberapa karyawan Facebook langsung mogok kerja secara virtual pada Senin kemarin (1/6) dan menelantarkan pekerjaan mereka sebagai bentuk protes.

“Mark [Zuckerberg] salah, dan saya akan berusaha dengan cara paling keras untuk mengubah pikirannya,” tulis Director of Product Design Facebook, Ryan Freitas.

Baca juga:Kronologi Cekcok Twitter vs Trump, Seberapa Penting Dampaknya?

Dia juga mengaku telah mengumpulkan lebih dari 50 karyawan Facebook untuk melobi Zuckerberg agar melakukan perubahan internal, dalam hal ini kebijakan perusahaan dalam menyikapi ucapan sang presiden di platformnya.

"saya karyawan Facebook dan sangat tidak setuju dengan keputusan Mark yang tidak melakukan apa-apa terhadap postingan Trump yang sudah jelas mendukung aksi kekerasan. Saya tidak sendirian di perusahaan, kami yakin tidak ada posisi netral terhadap rasisme," ungkap Jason Stirman dari divisi riset dan pengembangan.

Ada juga Sara Zhang, desainer produk yang baru bekerja di Facebook pada April kemarin, dia mengatakan bahwa sikapnya untuk mogok kerja adalah bentuk dari solidaritasnya terhadap komunitas kulit hitam.

“Keputusan Facebook yang tidak bertindak apapun pada postingan yang mendorong kekerasan itu mengabaikan opsi lain untuk menjaga keamanan komunitas kami. Kebijakan ini membuat kami tidak bisa menangani konten berbahaya dan hanya ada dua cara: membiarkan konten beredar, atau menghapusnya,” ucap Zhang.

Protes dari para karyawan ini telah disadari oleh Facebook sebagai perusahaan. Juru bicara Facebook, Andy Stone menyatakan dukungannya apabila ada karyawan yang memang ingin berpendapat secara terbuka, khususnya tentang kepemimpinan perusahaan.

“Kami sadar ada banyak orang yang tersakiti saat ini, khususnya komunitas kulit hitam. Kami mendorong karyawan untuk berbicara secara terbuka ketika mereka tidak setuju dengan gaya kepemimpinan perusahaan. Seiring kami menghadapi keputusan sulit soal konten, kami akan terus mencari saran dan kritik yang jujur,” kata Stone.

Baca juga:Selama Pandemi, Harga Zuckerberg Naik Jadi Orang Kaya Ketiga Dunia

Sekadar diketahui, Twitter kembali bertindak terhadap cuitan Trump pada Jumat (29/5) yang isinya tanggapan atas kerusuhan di Minneapolis, Minnesota pasca kematian warga bernama George Floyd yang tewas dibekuk karena tercekik lutut polisi. Gara-gara insiden ini, warga Minneapolis demo besar-besaran sampai terjadi kerusuhan.

Trump kemudian mencuitkan bahwa dirinya telah meminta dukungan militer agar berjaga -- Trump meyakini jika sampai ada penjarahan, maka akan ada penembakan terhadap warga.

Cuitannya itu langsung dianggap melanggar pedoman Twitter karena mengagungkan kekerasan, maka twit tersebut disembunyikan. Netizen masih bisa melihat twit tersebut secara manual dengan mengklik View.

Lain halnya dengan Facebook, Zuckerberg merasa perusahaan tidak berhak melakukan hal serupa di platformnya.

Zuckerberg pun meyakinkan warga internet bahwa perusahaannya tetap memperhatikan publikasi apapun yang mendiskusikan tentang protes dan demo di Minnesota untuk dievaluasi apakah konten tersebut melanggar kebijakan platform atau tidak.

Meski Zuckerberg mengklaim dirinya tidak bermaksud membela Trump, dia mengatakan bahwa apa yang diucapkan sang presiden tidak memiliki arti bahwa dia mendukung aksi kekerasan.

“Tidak seperti Twitter, kami tidak punya kebijakan memberi peringatan untuk tiap publikasi yang membangkitkan kekerasan karena kami percaya jika ada postingan yang seperti itu, maka bisa langsung disingkirkan terlepas apakah itu punya nilai berita yang baik, bahkan jika berasal dari seorang politikus sekalipun. Kami telah berhubungan dengan pihak Gedung Putih untuk menjelaskan kebijakan ini,” tutur Zuckerberg belum lama ini.