Miuccia Prada, desainer dan pemilik lini mode Prada, tergugah melihat gedung tua yang ada di dekat kantornya. Gedung itu tadinya adalah pabrik penyulingan yang didirikan pada 1910.Pabrik terdiri daribeberapa gedung yang menyambung dan membentuk persegi panjang serta menyisakan ruang terbuka pada bagian tengah kompleks pabrik.
Dari luar, ruangan itu nampak terkesan gelap dan jauh dari penampilan yang menarik. Fasad bangunan yang dibuat dari batu hanya dilengkapi jajaran jendela berbentuk persegi dengan bagian atas yang melengkung. Bentuk yang menyiratkangaya arsitektur renaisans. Desain bangunan yang populer di masa tersebut.
Saat itu Prada sedang punya banyak uang. Bisnisnya terus menerus meraih keuntungan. Ia pun terpikir untuk membeli gedung tersebut dan menjadikannya galeri seni. Dalam wawancara denganConde Nast, ia menceritakan harapan untuk membuat seni dan budaya diminati kaum muda.
Sesaat setelah membeli bangunan itu, Prada menelepon arsitek Rem Koolhas. Ia ingin agar Koolhas membuat kompleks pabrik lebih indah dipandang. Syaratnya, mempertahankan bangunan lama dan membuatnya terkesan modern. Koolhas datang dengan ide mendirikan tiga fasad baru di sela-sela bangunan pabrik sekaligus memperbaiki bangunan lama. Salah satu fasad ia buat dari emas.
Buat Prada, bangunan yang bagus untuk galeri seni saja belum cukup. Ia menginginkan sebuah bar. KepadaWall Street Journal, Prada berkisah bahwa ia mengibaratkan bar sebagai tempat para pekerja pabrik menikmati waktu senggang sambil bercanda dengan para kolega. Seperti adegan-adegan yang pernah ada dalam film neorealis.
“Saya pikir akan sangat menarik bila bar didesain oleh Wes Anderson. Saya terus menerus memaksanya untuk mendesain bar sampai ia setuju,” kenang Prada yang sudah pernah bekerjasama dengan Anderson untuk pembuatan materi promosi lini busananya.
Prada langsung jatuh hati saat Anderson mengungkap ide menggunakan ubin terazzo merah muda sebagai lantai. “Saya memilih palet baby pink,” tutur Prada. Ia merasa ide Anderson terbilang baru dan (menurut pengetahuan Prada) belum pernah diterapkan.
Anderson memahami bahwa Prada ingin bar menyiratkan era kejayaan desain Italia. Ia menempelwallpaperbergambar gedung Galleria Vittorio Emanuele. Gedung ikonik di Milan yang biasa dikenal dengan nama Plaza Duomo. Ia menerangi ruangan bar dengan lampu gantung bundar dari eraart deco. Sampai di sini, bar bisa mengingatkan orang pada tampilan desain filmThe Grand Budapest Hotelarahan Wes Anderson.
Di benak Anderson, bar tidak hanya berarti ruangan tempat para tamu duduk di kursi tinggi yang menghadap ke rak-rak minuman. Bar juga bermakna sebagai tempat bersantai sembari duduk bersandar di bangku. Ia menaruh kursi-kursi kayu dan sofa yang dudukan serta sandaran kursinya berwarna serupa dengan lantai.
Selain merah muda, ia menambahkan warna hijau keabuan yang dikemas dalam rona pastel. Pada 2010-an saat desain industrial, rustic, atau sekarang, skandinavia terlihat di mana-mana; gaya Anderson nampak berbeda. Para penggemar filmnya boleh jadi menganggap Anderson sedang memodifikasi salah satu karyanya ke bentuk nyata. Tapi ia tidak hanya bicara tentang dirinya.
Karya Anderson mengingat pentolan-pentolan desain Italia yang muncul pada era modernisme seperti Gio Ponti, Enzo Mari, dan Ettore Sottsass . Warna hijau atau pastel kerap dikenakan Ponti saat ia mendesain ruangankampus di ItaliadanVilla Planchart. Sementara meja-meja kayu yang ada di dalam bar, layaknya bentuk sederhana dari meja karya Mari. Bar itu dibuka untuk umum pada 2015 dengan namaBar Luce by Wes Anderson.
Bar Luce menginspirasi para pengusaha kafe. Pada 2016, Prada membukacabang toko kue Pasticerria Marchesidi Milan. Ia menggunakan warna hijau pastel untuk tembok dan furnitur di dalam ruang. Nuansa desainnya serupa dengan karya Anderson atau gaya desain 1950-an Italia.
Pada 2017, Studio desain Biasol membukaThe Budapest Cafe di Chengdu, Tiongkok. Ia memakai furnitur warna hijau pastel dan pink; menggunakan marmer dan keramik terazzo bagi permukaan meja; dan memberi aksen lengkung setengah lingkaran pada dinding. “Desain berangkat dari karya imajinatif Anderson yang kami anggap akan mampu menarik perhatian turis mancanegara,” kata Jean- Pierre Biasol, desainer interior.
Bila Biasol memilih untuk memodifikasi warna dominan di kafe karyanya, Joseph Malabanan, pemilikCafé Congreso di Filipina, memutuskan tetap setia pada warna dominan yang pernah digunakan Anderson. Kafe milik Malabanan memperlihatkan bahwa ia benar-benar berupaya agar tempat miliknya serupa dengan set desainThe Grand Budapest Hotel.
Selain kafe para pengusaha jasa penginapanAirbnb pun larut dalam imajinasi Anderson. Foto-foto Mr. Anderson’s House di Ontario, Canada tertera di laman situs Airbnb.
Di Jakarta pemandangan lantai dan dinding terazzo pastel, sofa kuning pastel, kursi kayu dengan kaki diagonal, lampu gantung bundar bergayaart deco, serta lukisan abstrak; bisa dipandang saat memasuki kafe di lantai dasar Hotel Monopoli. Salah satu sisi dinding dipenuhi jendela-jendela besar.
Langit-langit dibiarkan tanpa plafon dan memperlihatkan pipa-pipa pendingin ruang. Lewat bangunan yang dibuat serupa dengan lekuk arsitekturart nouveausang pemilik rasanya berusaha membuat pengunjung berada jauh dari Jakarta. Bila Anda jadi pengikut akun InstagramAccidentallywesanderson bisa jadi foto-foto karya Anda di tempat ini terpampang di lini masa akun. Baca juga artikel terkaitFILM FIKSIatau tulisan menarik lainnyaJoan Aurelia