Reaksi Siswa SMK 1 Muhammadiyah Depok Usai Nobar Film G30S/PKI
Maulana dan Ramadhan, begitulah kedua siswa SMK 1 Muhammadiyah Depok ini akrab disapa. Mereka berdua adalah dua dari puluhan siswa SMK yang ikut nobar film G30S/PKI di Musala sekolahnya yang berada di Jalan Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat.
Pada Rabu (20/9) kemarin, mereka telah mengikuti rangkaian acara peringatan tahun baru Hijriyah di sekolahnya. Mulai dari lomba pidato, hingga pembacaan puisi.
Puncak dari peringatan tahun baru itu adalah nonton bareng (nobar) film G30S/PKI yang dimulai sekitar pukul 21.30 WB. Entah karena banyaknya rangkaian kegiatan yang sudah dilakukan sebelum nobar, atau karena dinginnya cuaca akibat hujan malam itu, membuat sebagian siswa hanya dapat berkonsentrasi di pertengahan jalannya film.
Ada yang memilik duduk di pojokan, bersandar di dinding, bahkan tiduran di lantai musala yang sudah dialasi karpet. Meski masih ada yang antusias menyaksikan jalannya film, ada juga beberapa siswa yang tak sengaja tertidur akibat lelah.
"Tadi saya ngantuk, jadi kurang nyimakin filmnya," kata Maulana usai nobar, Kamis (21/9) dini hari.
Siswa kelas X itu mengatakan, jika dirinya tidak mengantuk, film tersebut tentu akan sangat menarik untuk disaksikan. Karena ini adalah kali pertama dia dikenalkan dengan film yang menceritakan peristiwa bersejarah 30 September 1965 tersebut. Selama ini, dia hanya mendegar cerita dari sang ayah.
"Belum pernah (nonton). Tapi di rumah sering diceritain sama ayah," katanya.
Namun, ada satu adegan yang menurut Maulana menarik, yaitu ketika ketujuh jenderal pahlawan revolusi dieksekusi oleh PKI.
"Tadi lihat adegan jenderal Ahmad Yani pas dibawa dari rumahnya sih. Habis itu ngantuk-ngantuk lagi," ujar Maulana sambil tertawa.
Pernyataan Maulana berbeda dengan Ramadhan, Siswa kelas XI itu mengaku sudah pernah menonton film ini. Saat itu dirinya menonton sampai habis film berdurasi 4 jam tersebut.
"Dulu pernah, waktu kelas dua SMP. Terus filmnya enggak kepotong-potong," Ujar Ramadhan.
Menurut Ramadhan film ini memiliki nilai moral dan mengetahui sejarah PKI, serta yang terjadi pada 30 September 1965.
"Bagus filmnya, biar orang tahu sejarah PKI Gimana. Jadi buat peringatan saja, takut PKI muncul lagi," kata dia.
Namun, Ramadhan tidak terlalu mempercayai isi film tersebut, kenapa?
"Soalnya kan saya bukan orang dulu yang mengalami, tapi saya baca artikel terkait sejarah PKI pas nonton film ini semuanya kemungkinan sama sih," tutur Ramadhan.
Melihat antusiasme kedua muridnya, Luthfi selaku guru yang turut mendampingi para siswa ini setuju agar film G30S/PKI ini dibuat ulang.
"Setuju saja asal sesuai fakta, kan dari kualitas gambar filmnya sudah buruk, kalau bagus kan enak ditontonnya," ucap Luthfi.
"Kegiatan pemutaran film ini menurut saya baik. Karena ini merupakan salah satu pelajaran bagi siswa kita yang mulai melupakan sejarah PKI, jadi ya positif saja," tutup Luthfi sebelum ketiganya pamit untuk tidur.