Refleksi Imlek: Industri Otomotif Nasional, Belajarlah dari Pabrikan China

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Uzone.id- Entah sudah dari kapan tau, industri otomotif nasional hanya stagnan di titik itu aja..

Dari sisi manapun, Indonesia masih berbangga dengan pencapaian produksi di dalam negeri—namun hanya produksi, bukan membuatnya sendiri, memproduksinya, lalu memasarkannya ke seluruh dunia.

Sehebat-hebatnya industri otomotif di Tanah Air, tanpa ada investasi dari asing—khususnya Jepang, kita adalah nothing.

Apa yang mau kita produksi kalau gak ada Avanza-Xenia? Atau Toyota mengandalkan apa kalau gak ada Fortuner untuk diproduksi dan diekspor?

Kalian bisa nonton video review dan test drive Wuling Almaz di sirkuit Sentul disini:

Memang, semua mobil-mobil itu dibuat di dalam negeri, tapi ini sebenarnya kondisi yang menyedihkan, karena kita memproduksi barang milik orang lain, bukan punya kita sendiri. Kita bekerja di pabrik orang lain, bukan milik kita sendiri.

Kita dibuai oleh nasionalisme semu, membuat mobil produksi tangan-tangan lokal, tapi tanpa diberi akses untuk berkesempatan membuatnya sendiri, atas nama sendiri dan semuanya sendiri.

No, puluhan tahun Jepang di Indonesia dan sampai sekarang belum ada transfer teknologi dan sumber daya untuk membuat sebuah mobil—jenis apapun.

Sementara geliat industri yang benar-benar nasional, belum bisa berbuat banyak karena selain kurangnya sumber daya, juga intrik industri yang harus mereka hadapi, jauh sebelum tumbuh berkembang.

Mobil nasional, mobil listrik nasional, motor listrik nasional, pokoknya semua yang ada nasional-nasionalnya, pada kemana?

Terbaru, bahkan Gesits yang namanya udah kadung membumbung tinggi, gak juga melahirkan produknya secara resmi—lagi dan lagi harus keduluan sama brand Jepang, Astra Honda Motor, yang jelas gak mau kalah dari sisi manapun.

Tonton dulu review first ride Honda PCX Listrik, Power Bank Berwujud Motor:

Apalagi kalau membicarakan Esemka—entah kemana itu barang sekarang. Saking lamanya menjadi embrio, ketenaran hasil buaian nasionalisme produk lokal itu tak lebih hanya dijadikan kendaraan politik.

Tapi yaudah lah ya, mungkin publik Indonesia juga gak pernah mimpi, apalagi merindukan bisa nyetir mobil yang benar-benar kepunyaan negaranya sendiri.

Itu Jepang dan bagaimana mereka menggurita selama puluhan tahun tanpa bisa tersentuh..

Namun, sekira 2-3 tahun belakangan, raksasa itu seolah terusik oleh sebuah merek—bukan merek baru sih, tapi hadir dengan kemasan yang serba baru—pabrikan China dengan produk massifnya.

Dimulai dengan popularitas DFSK dan Wuling. Sedari awal rencana kehadirannya, mereka menyadari, gak mudah jualan di Indonesia setelah punya track record buruk—apalagi brand Jepang masih sangat-sangat mendominasi.

Tapi apakah mereka berhenti? Jelas enggak. Meski lajunya harus tersendat-sendat, mereka bangkit, mereka mengibarkan kembali benderanya di Tanah Air, dengan memori masa lalu yang hanya dijadikan pelajaran.

Liha perkembangan mereka sekarang. Wuling belum genap 2 tahun, begitu juga DFSK. Sudah berapa ribu unit mobil yang dijual kedua merek ini di Tanah Air?

Betapa bangganya rakyat China mengetahui, produk buatan negaranya sendiri sudah bisa dijual di negara lain yang merupakan salah satu pasar terbesar di dunia.

Itu pun setelah pasar domestik China sendiri sesak karena kebanyakan jualan.

Tonton video review Toyota Avanza terbaru disini:

Apa kelemahan pabrikan China yang dari dulu hanya bisa kita bully? Tukang jiplak? Sekarang semua itu hampir gak kejadian lagi, kecuali startup-starup otomotif di China.

Mereka udah lebih pede jualan dengan desain dan spesifikasinya sendiri, yang nyatanya secara kualitas bisa menyesuaikan dengan standar global—setidaknya, sesuai dengan negara atau wilayah manapun produk tersebut mau diinjeksikan.

Sekarang, hanya orang-orang konservatif lah yang masih menutup mata dengan mobil China. Hanya mereka-mereka yang punya uang lebih yang masih mau membeli merek-merek Jepang.

Justru, disinilah cerdiknya strategi pemasaran pabrikan China. Mereka mengeti benar gak hanya soal urusan produk, tapi psikologis calon pembelinya.

Selain sisi emosional, juga urusan finansial dijadikan senjata oleh pabrikan China.
Bayangkan, kalau dulu karena tekanan finansial orang rela membeli produk jiplakan asal murah, kini China melesat dengan produk ori buatannya sendiri, tapi tetap dengan harga yang miring.

Dengan strategi yang sebenarnya sederhana itu, raksasa sekelas Jepang pun goyah dan mulai melirik untuk mempelajari bagaimana China coba menguasai dunia dengan produk otomotifnya.

Jadi, kenapa Indonesia gak mau atau jangan-jangan malu untuk belajar dari China? Dimulai dari mencuri, menjiplak, sampai akhirnya menemukan jati dirinya sendiri.

Industri otomotif nasional, belajarlah dari pabrikan China..