RI dan Rusia Sudah Teken Kontrak Barter 11 Sukhoi dengan Komoditas
Keinginan pemerintah membeli pesawat Sukhoi dengan skema barter atau imbal dagang akan segera terwujud. Sebab, pemerintah Indonesia dan Rusia sudah menandatangani kontrak pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35 itu sebanyak 11 unit.
Adapun kesepakatan kontrak senilai USD1,14 miliar atau setara Rp15,3 triliun (kurs Rp 13.500) ini diteken kedua belah pihak pada, Rabu (14/2). Penandatanganan dilakukan Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Kemhan Laksamana Muda TNI Agus Setiadji dengan Yuri, delegasi dari Rostec.
"Iya udah ditandatangani (pembelian Sukhoi-35)," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, saat dihubungikumparan(kumparan.com), Minggu (18/2).
Menurut Oke, pendatanganan itu merupakan langkah awal untuk membeli pesawat Sukhoi-35 tersebut. Setelah penandatanganan tersebut, pihak RI dan Rusia baru akan melakukan pembahasan terkait pembayarannya.
"Belum (pembayarannya), karena kemarin (Rusia) enggak mau, harus tanda tangan kontrak utama dulu baru tata cara imbal beli itu yangpakeapa aja dibahas," tambahnya.
Lebih lanjut Oke mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan segera melakukan pertemuan dengan pihak Rusia untuk membahas komoditas apa saja yang akan ditukar untuk membeli 11 unit pesawat Sukhoi-35 tersebut. Namun, Oke enggan merinci kapan pertemuan itu akan dilaksanakan.
"Iya pembayarannya pakai imbal dagang. Tapi belum dibahas. Dalam waktu dekat, segera.Kanbelum (detailnya), baru ditanda tangan kemarin," katanya.
Nantinya, pesawat Sukhoi-35 akan didatangkan secara bertahap, dua unit akan didatangkan pada Agustus 2018, sementara enam unit akan didatangkan setelah 18 bulan kontrak mulai berlaku. Sisanya, lima unit pesawat akan didatangkan setelah lima bulan setelah itu.
Sebelumnya, untuk pembelian 11 unit pesawat Sukhoi-35 ini Indonesia menawarkan pembayaran dengan skema imbal dagang. Nilai imbal yang telah disepakati kedua belah pihak yaitu 50% dari kontrak nilai jual 11 unit pesawat.
Pembelian pesawat ini akan dibayarkan dengan sejumlah komoditi tertentu sekitar 570 juta dolar AS atau Rp 7,5 triliun. Adapun komoditi yang ditawarkan yaitu minyak sawit, kopi, dan juga teh.