Riwayat Sakit yang Diderita Bondan Winarno Sebelum Meninggal
Bondan Winarno yang terkenal dengan slogan 'Maknyus' meninggal dunia pada hari ini, Rabu (29/11) pagi. Lewat Facebook Jalan Sutra, Bondan pernah mengungkapkan riwayat sakit yang dialaminya dalam beberapa tahun terakhir.
Disampaikannya, pada 2005, ia merasakan ujung-ujung jari tangan kanan ba'al alias kesemutan. Saat itu ia dalam penerbangan dari Singapura ke Jakarta. Begitu mendarat di Cengkareng, ia meminta saran dari Dr. Sindhiarta Mulya.
"Saya disarankan segera menuju RS yang dekat dengan rumah untuk menjalani pemeriksaan MRI. Karena waktu itu saya masih tinggal di Bintaro, saya langsung ke RS Premier Bintaro."
Setelah MRI, Bondan disarankan observasi di RSP Bintaro selama tiga hari. Kesimpulannya, cardiologist sangat yakin Bondan mengalami penyumbatan arteri jantung dan harus menjalani kateterisasi sesegera mungkin. Pendapat berbeda, disampaikan neurologis di RS yang sama mengatakan bahwa yang ia alami sama sekali bukanlah penyakit jantung.
Bondan mencarisecond opiniondi RSPI. Kesimpulan sama, cardiologist bilang harus kateterisasi segera. Neurologist RSPI juga bilang: bukan masalah jantung.
"Dalam kebimbangan, saya tidak menjalani kateterisasi. Saya hanya minum Plavix ( pil pengencer darah) untuk menghindari penyumbatan arteri," ujarnya dalam surat panjang tersebut.
Minum Plavix
Setahun setelah minum Plavix terus-menerus, Bondan nyaris pingsan di rumah Yohan Handoyo setelah minum wines dan makan steaks masakan Adi Taroe. Untung rumah Yohan di Bogor itu dekat dengan RS Azra. Dokter jaga yang berpengalaman menemukan diagnosa: tekanan darah terlalu rendah karena darah terlalu encer.
Sejak saat itu, ia ke HSC di KL untukannual check up.Di sana dikonfirmasi dengan MSCT bahwa ia memang tidak mengidap penyakit jantung.
Pada April 2015, sewaktu Annual Medex di HSC KL, ditemukan dilatasi (penggembungan) pada aortanya pada tahap awal. Dalam bahasa medis, penyakit ini disebut: aorta aneurysm.
Menurut Dr. Soo, tiap tahun perlu diawasi apakah membesar dan perlu tindakan operasi. "Katanya: saya seperti membawa bom waktu yang setiap saat bisa pecah dan mematikan saya." Dr. Soo juga mengaku bahwa dia bukan ahlinya di bidang aneurysm. Bila perlu pembedahan, dia harus mengundang dokter bedah dari Jepang. Biaya diperkirakan Rp 600-700juta.
April 2016, Bondan sudahappointmentdengan Dr. Soo di HSC KL. Tapi pas hari itu justru dia dilarikan ke RS untuk operasi. Bondan tidak puas dengan info yang diberikan tentang aneurysm dari tim dokter yang menanganinya.
Setahun setelahnya, pada April 2017, Bondan berkomunikasi dengan Dr. Sindhi yang langsung saja membanjirinya dengan berbagai info bagus dan penting. Ia memutuskan untuk mengikuti saran Dr. Sindhi.
Pada Juli 2017, Dr. Sindhi mengantarnya ke RS Siloam Karawaci dan sudah membuatappointmentuntuk ketemu Dr. Iwan Dakota, ahli vaskuler, adik Kapolri Tito Karnavian. Ia disambut oleh Dirut RS Siloam Karawaci, sahabat Dr. Sindhi.
"Dalam pemeriksaan Dr. Iwan, setelah memeriksa hasilmedical recordterakhir di HSC KL, Dr. Iwan menemukan masalah lain: katup aorta saya bocor. Ia diminta utk segera ke PJN Harapan Kita keesokan harinya untuk pemeriksaan echo. Dalam pemeriksaan echo di Harkit, 65% confirmed bahwa katup aortanya bocor. Ia kemudian menjalani TEE (endoscopy) untuk mendapatkan 90% konfirmasi. Demikianlah, dalam waktu singkat tim dokter Harkit menemukan kelainan lain yang perlu segera ditangani."
Lihat juga:Cerita Karsa Kuliner 3 Ibu 'Chef' di 3 Desa |
Dr. Iwan memberikan rujukan kepada tim bedahnya, Dr. Dicky Alighiery Hartono, ahli bedah vaskular lulusan Korsel. Ini adalah pembedahan paling berat, rumit, dan sulit, berlangsung 5-6 jam. "Mumpung Pak Bondan sedang fit, kita lakukan segera, ya?"
Jalani operasi
Pada 27 September 2017 pagi, ia menjalani dua operasi sekaligus: penggantian katup aorta dan penggantian aorta yang nengalami dilatasi. Operasi berlangsung selama 5 jam dan dinyatakan berhasil. Ia siuman di ICU sore hari dan dirawat selama 24 jam di ICU. Dari ICU, ia dipindah ke Intermediary Ward.
"Normalnya, bila operasi berhasil, 24 jam sesudah di Intermediary Ward, maka akan dipindahkan ke kamar perawatan biasa. Dalam operasi besar seperti yang saya alami, ada 2 hantu komplikasi: 1. perdarahan, 2. aritmia (denyut jantung tidak beraturan)."
"Saya terbebas dari perdarahan. Tapi, Sabtu dini hari saya kejang-kejang dalam tidur saya. Ternyata saya mengalami komplikasi aritmia. Saya dipasangi TPM (Temporary PaceMaker) sambil dimonitor penyebabnya (biasanya krn peradangan)."
Untuk aritmia ini, Bondan ditangani Dr. Dicky Hanafy, lulusan Jerman. Karena setelah 72 jam tidak tampak progress dari TPM, Selasa siang Dr. Dicky memutuskan untuk memasang TPM lain di pangkal paha. Bondan ketakutan
Keajaiban terjadi pada Selasa malam, ketika perawat sedang mempersiapkannya untuk didorong ke kamar operasi, tiba-tiba denyut nadinya berirama kembali. Operasi dibatalkan. Bondan lega setengah mati.
Pada 12 November, Bondan lewat akun media sosial Twitternya pernah mengungkapkan bahwa ia sedang sakit sejak operasi 6 pekan sebelumnya. Bondan menjalani perawatan di RS Harapan Kita, dan dikabarkan meninggal dunia pada Rabu (29/11) pagi.