Robot kecil hantarkan tim Indonesia juara dunia

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Wajah Alfan Achmadillah Fauzi (25) terlihat sumringah saat ditanyai mengenai kemenangannya di kontes robotik internasional yang baru saja diraih bersama dengan Rohmansyah dan Ken Dedes Maria Khunty.

Tiga mahasiswa program studi teknik elektro Universitas Muhammadiyah Malang itu baru saja meraih juara pertama untuk kategori robot pemadam api berkaki, dan juara kedua untuk kategori robot pemadam api beroda pada ajangTrinity College Fire Fighting Home Robot Contest(TCFFHRC) di Trinity College Hartford Connecticut, Amerika Serikat, 13-15 April 2019. Kontes robot itu diikuti 37 negara di dunia.

"Awalnya kami tidak mengira robot kami bisa meraih juara, karena pesaingnya cukup berat terutama dari China," ujar Fauzi saat ditemui di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis.

Fauzi mengatakan keunggulan timnya sehingga bisa memenangkan kejuaraan bergengsi itu, terletak pada dimensi robot yang kecil, sehingga manuver gerakan di setiap ruangan berjalan akurat. Jika dimensi robot itu besar maka robot akan mudah menabrak dinding ataupun rintangan yang ada di kontes itu.

Dalam kompetisi robotik pemadam api internasional, lanjut Fauzi, yang dinilai tidak hanya bagaimana robot berhasil memadamkan api, tetapi juga bagaimana robot melalui rintangan yang ada di kompetisi itu. Pada kejuaraan itu, tim dari Indonesia itu menggunakan robot berkaki dan beroda.

Fauzi dan timnya belajar banyak dari kompetisi robotik yang diikutinya di dalam negeri. Pada saat itu robot yang dipunyainya mempunyai dimensi besar sehingga sulit gerak dan timnya gagal menjadi juara pertama. Sejak itu, ia berusaha membuat robot sekecil mungkin.

Untuk merancang robot pemadam api tersebut, Fauzi, Ken dan Rohman harus meluangkan waktu selama empat bulan. Bulan pertama digunakan untuk merancang bentuk robot, dan mematangkan desain sebelum dieksekusi.

 Kekurangan yang terdapat pada robot diperbaiki, ditambahkan sensor yang dibutuhkan dan tahap akhir masuk pada tahapan algoritma dan gerak robot. Ia dan timnya juga belajar banyak mengenai arti pentingnya kolaborasi.

"Yang paling susah itu di gas karena mencarivalve untuk komponen robot dan yang kedua algoritmanya juga susah sekali, karena kita ikut kompetisi di dua kategori. Alhamdulillah kita berhasil meraih juara," jelas Fauzi.

Ketertarikan Fauzi dengan robot, bukanlah dari  sejak lama. Ia baru menyukai robot sejak semester satu. Awalnya ia tertarik dengan mesin, namun karena biaya risetnya yang mahal ia terpaksa banting setir mendalami robot yang pada akhirnya mengantarkannya meraih sejumlah penghargaan nasional dan internasional.

Begitu Ken, satu-satunya perempuan dalam tim itu, yang mengaku sejak duduk di bangku SMK sudah menyenangi mekanika. Menurut Ken, ikut serta mengerjakan robot itu susah-susah gampang karena harus mencari kekurangan dari desain yang sudah ada lalu diperbaiki.

Sementara Rohman, mengatakaan kunci utama dalam pembuatan robot adalahhardware-nya. Ia, Ken dan Fauzi melakukan riset mengenai komponen apa yang dibutuhkan untuk menghasilkan robot yang memilki akurasi tinggi dalam memadamkan api.

"Jadi dalam kejuaraan itu, robot disuruh melakukan pemetaan di mana apinya berada. Acuan kita suhu ruangan, kalau suhunya berbeda berarti di situ ada api. Nah acuan api itu, sinar inframerah. Robot mencari api menggunakan sensor itu dan sensor yang mengarahkan robot ke titik itu," jelas Rohman.

Semua robot, baik kategori berkaki atau beroda memiliki misi memadamkan api dengan cepat di titik pada satu ruangan  yang menyerupai rumah.  

Pada tahun sebelumnya, 2018, mereka berhasil meraih juara satu kontes robot Indonesia kategori regional dan nasional. Pada 2017, mereka juga berhasil meraih juara dua kontes robot tingkat nasional.


Baca juga:Universitas Muhammadiyah Malang juarai kontes robot dunia
Baca juga:Kominfo dorong SDM Indonesia kuasai bidang robotik



Berdaya saing

Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa), Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Prof Ismunandar mengatakan saat ini Indonesia membutuhkan perguruan tinggi yang bermutu untuk menghasilkan lulusan yang berdaya saing dalam menghadapai era persaingan global.

Untuk itu, perguruan tinggi harus membuat terobosan dalam membuka program studi yang dibutuhkan. Tidak hanya fokus pada kegiatan akademik tetapi juga aktivitas lain di luar kegiatan belajar.

Indonesia disebutnya akan menjadi negara keempat terbesar di dunia dalam bidang ekonomi pada tahun 2050. Oleh karena itu harus didukung dengan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia yang dicetak melalui perguruan tinggi.

"Prestasi tim robotik Indonesia ini sangat membanggakan. kami akan memberikan penghargaan kepada mereka yang termasuk ke dalam SDM yang memiliki daya saing tinggi," jelas Ismunandar.

Penghargaan itu akan diberikan kepada tim robotik UMM tersebut pada perayaan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei.

Direktur Kemahasiswaan Ditjen Belmawa Kemenristeikdikti, Didin Wahidin, mengatakan penghargaan rencananya akan diberikan langsung oleh Menristekdikti, Mohamad Nasir.

Didin menambahkan, generasi muda memang semestinya memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan berdaya saing.

"Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang siap bertanding dengan bangsa lain dan juga siap bersanding dengan bangsa lain," jelas Didin.

Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan UMM, Sidik Sunaryo mengungkapkan kebanggaannya akan keberhasilan mahasiswanya.

Kunci keberhasilannya, kata Sidik, tidak hanya fokus pada akademik tetapi juga aktivitas di luar kampus.

"Bagi kami tidak ada yang lebih penting, kurikuler, ko-kurikuler, ekstra-kurikuler semuanya penting," kata Sidik.

Ke depan, Sidik berharap prestasi ini tidak hanya diraih tim dari UMM, tetapi dari kampus-kampus lainnya yang ada di Tanah Air.  


Baca juga:Madrasah Technotura melaju ke kompetisi robot di AS
Baca juga:Menristekdikti berharap Indonesia bisa menjadi produsen robot