Saat Orangtua Tunggal Ingin Cari Pacar Lagi

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Sejak Desember 2014 silam, Yasin Malenggang berpisah dengan istrinya. Perceraian Yasin meninggalkan bekas mendalam tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi dua anaknya. Lelaki kelahiran Yogyakarta 44 tahun silam ini mengatakan, perpisahannya dengan mantan istri dipicu kehadiran pihak ketiga yang juga diketahui oleh anak-anaknya.

Pengalaman menyaksikan relasi orangtua yang berantakan mempengaruhi pandangan anak-anak ketika Yasin hendak memperistri orang lain. Anak sulung Yasin yang berusia 13 meminta dia untuk tidak menikah lagi dulu, setidaknya sampai anaknya itu mencapai usia dewasa.

“Alasannya, menunggu dia cukup siap untuk menjaga adiknya dan ‘menggantikan’ saya,” terang Yasin. Permintaan tersebut dipenuhi Yasin dan komitmen untuk tidak menikah lagi dulu tetap dipegangnya sampai sekarang.


Kendati demikian, Yasin membuat kesepakatan lain dengan si sulung untuk tetap berkomunikasi dan meminta pertimbangannya bila ada perempuan yang dianggapnya tepat untuk menjadi pasangan barunya. Buatnya, memperkenalkan calon pasangan dan menanyakan pendapat anak adalah keterbukaan antara bapak dan anak yang merupakan nilai krusial dalam keluarga. Sejauh ini, setiap ada teman perempuan yang tampak dekat dengannya, Yasin akan menjelaskan kepada anak-anaknya bahwa mereka tak lebih dari sekadar teman.

Di samping pengalaman perceraian orangtuanya, keengganan anak-anak Yasin untuk melihat ayahnya menikah lagi bisa disebabkan adanya imaji negatif terkait sosok ibu tiri.

“Buat anak-anak orangtua tunggal, ibu tiri dapat dianggap sebagai ancaman tersendiri dan sangat ditakuti,” kata laki-laki yang menggagas komunitas orangtua tunggal,Spinmotion(Single Parents Indonesia in Motion) ini.   


Opini anak seperti yang disampaikan Yasin memang menjadi salah satu pertimbangan penting ketika orangtua tunggal hendak menjalin relasi romantis baru. Berdasarkanstuditerhadap 747 orangtua tunggal di AS yang dimuat di jurnalPersonal Relationshiptahun 2016, sebanyak 82,9% responden menganggap penting opini anak ketika akan kencan.

Selain itu, ada beberapa perkara internal lain yang perlu mereka perhatikan. Misalkan: kesiapan untuk memulai hubungan baru. Atau: tak percaya diri karena status duda atau janda dengan anak. Soal ini, Karina Andriani punya cerita tersendiri.

Setelah berpisah dengan pasangannya, Karina sudah beberapa kali berkenalan dengan sejumlah laki-laki lain, baik dari lingkaran pertemanan maupun melalui aplikasi kencan, Tinder. Awal-awal berkencan lagi setelah menjanda, kepercayaan diri Karina sempat merosot ketika ia mesti mengaku sudah memiliki anak.

“Tapi sekarang sih, sudah enggak lagi. Kalau ada cowok yang menghilang begitu saya bilang sudah punya anak, anggap aja kayak saya ketemu sama orang yang enggak terima kalau saya dari suku tertentu, atau anggap aja kayak enggak sehobi,” jelas Karina.


Ada pola berkencan yang berbeda setelah Karina memiliki anak. Berhubung Kirana, anaknya, masih berusia 3,5 tahun, waktu Karina lebih banyak dihabiskan untuk sang buah hati. Lazimnya, ia menghabiskan malam Minggu dengan teman kencan selepas anaknya tidur. Hari berikutnya, ia akan menyediakan waktu seharian untuk Kirana. Pernah suatu waktu, Karina harus bergegas pulang karena diminta sang putri.

“Kadang-kadang saya juga menolak diajak keluar untuk kencan karena mementingkan waktu dengan anak. Atau kalau mau kencan keluar, saya mengajak Kirana. Sesekali saya memilih berkencan di rumah saja supaya bisa sambil memperhatikan anak. Jadi, bisa pacaran sekaligus menyenangkan anak,” ujar Karina.



Bagi orangtua tunggal yang pernah bercerai, relasi dengan mantan pasangan menjadi poin berikut yang perlu diperhatikan ketika berpacaran lagi. Calon pasangan ini harus siap berhubungan dengan keluargadan orang-orang dari masa lalu yang masih punya hubungan dengan sang anak. Sering pula, mantan mertua ingin tahu siapa kekasih baru itu, dan apakah ia calon orangtua yang baik bagi cucu mereka.


Perkara mengenalkan anak ke pasangan baru orangtua tunggal, Leah Klungness, Ph.D., psikolog dan salah satu penulis bukuThe Complete Single Mothermenulis dalamU.S. Newsbahwa tidak ada pakem soal waktu yang tepat untuk melakukan hal ini. Ada orang tua tunggal yang mengenalkan anak ke kekasih baru setelah tiga kali kencan. Ada yang menunggu hingga beberapa bulan. Namun, ada juga yang langsung mengenalkan di kencan pertama.

Di sisi lain, kesiapan calon pasangan tidak boleh diabaikan oleh si orangtua tunggal. Bagi calon pasangan yang sama-sama sudah pernah menikah dan memiliki anak, hal ini tak akan jadi masalah. Namun jika calon pasangan ini masih lajang dan belum punya pengalaman dengan anak kecil, ceritanya bisa lain.   

Bagi Karina sendiri, tidak masalah apakah yang menjalin hubungan serius dengannya seorang lajang atau sudah pernah menikah. Yang terpenting menurut dia adalah kepribadian si teman kencan. Namun, Karina punya opini sendiri soal pilihan teman kencannya setelah menjanda.

“Kadang ada duda yang mencari pacar itu sekadar untuk menjadi ibu buat anak-anaknya dan kurang membangun alasan kuat untuk berpartner dengan saya. Sementara menurut saya, fungsiparentingutama itu tetap di orangtua kandung. Kehadiran saya sebagai pendukung. Saya pun nggak mengharuskan pasangan atau calon pasangan untuk menjadi sosok bapak buat anak saya karena bapak kandungnya masih ada,” kata Karina.

Menyeimbangkan kehidupan kerja, keluarga, dan percintaan bagi orangtua tunggal bisa dibilang cukup pelik. Di sini pentingnya kehadiran pasangan untuk menopang kebahagiaan mereka. Kendati demikian, orangtua tunggal sebaiknya tidak tergesa-gesa untuk menjalin relasi cinta baru. Bila kejadian tak diharapkan kembali terulang, bukan hanya dirinya yang bisa menelan pil pahit dengan efek lebih traumatis, tetapi juga anak-anak dan anggota keluarga lainnya.

Baca juga artikel terkaitPERNIKAHANatau tulisan menarik lainnyaPatresia Kirnandita