Schokland, Pulau Buatan yang Sering Tenggelam
Schokland adalah sebuah semenanjung yang telah diubah menjadi daratan pada abad ke-15. Namun seiring berjalanannya waktu, pulau buatan itu termakan erosi dan perlahan sebagian daratannya mulai hilang. Pemerintah lalu mengeluarkan instruksi untuk mengosongkan Schokland pada 1859, lalu mereklamasi pulau itu tahun 1940-an.
Para ahli memperkirakan, sebelum daerah Schokland tertutup oleh air laut, sudah ada manusia yang hidup di sana, tepatnya pada Zaman Paleolitikum. Setelah kembali tenggelam selama ribuan tahun, daratan Schokland kembali muncul pada tahun 1000 M.
Keberadaan Schokland terbilang cukup penting bagi identitas bangsa Belanda. Pulau itu menjadi lambang bagi perjuangan Belanda dalam menghadapi bencana banjir. Schokland sering dijadikan contoh nyata perjuangan manusia dalam menghadapi kekuatan alam.
Pulau yang bertahan lebih dari lima abad tersebut menjadi salah satu bentuk kebudayaan besar di Eropa. Masyarakat yang dahulu tinggal di sana membangun sebuah pemukiman dengan mengembangkan peradaban tertentu.
Struktur tanah Schokland terdiri dari pasir, lapisan tanah liat, dan bebatuan, yang telah terbentuk selama ribuan tahun sejak Zaman Pleistosen. Proses alam yang telah berlangsung sangat lama itu menciptakan formasi tanah subur di Schokland.
Sebelum diputuskan untuk dibuat sebuah pulau berpenghuni, wilayah Schokland hanyalah hamparan tanah subur yang sangat luas. Sejak tahun 3.500 SM sampai tahun 1000 M, daerah itu tertutup rata oleh lapisan tanah liat setebal 30 sentimeter.
Lapisan tanah itu kemudian digunakan sebagai dasar pembuatan pemukiman dan lahan pertanian pada abad pertengahan dan setelahnya. Lapisan-lapisan tanah liat dari laut yang tebal itu akan diletakkan di antara konstruksi tanggul dan parit. Hal itu telah dilakukan sejak permulaan tahun 1200 M.
Parit-parit sebenarnya dibuat oleh masyarakat untuk menjaga agar air tidak masuk ke daerah yang kering. Namun ternyata, parit itu tidak mampu menahan aliran air telalu lama, sehingga sering kali meluap ke pemukiman.
Seperti halnya kota-kota lain di Belanda, wilayah Schokland juga selalu mengalami pemasalahan berkepanjangan dengan air dan laut. Sebagai akibat dari naiknya permukaan laut, Schokland menjadi wilayah dengan ancaman banjir terparah di Belanda hingga abad ke-19.
Banjir besar yang terjadi pada 1825, membuat sebagian besar wilayah Schokland mengalami kerusakan yang sangat parah. Pada 1859, Pemerintah Belanda memutuskan menutup daerah itu sebagai pemukiman masyarakat dan memindahkan seluruh warga di sana ke Kampen.
Tahun 1918, pemerintah memberlakukan Undang-Undang Zuyder Zee, yang dibuat untuk mengatur reklamasi pantai di Schokland. Setelah proses reklamasi itu dilakukan selama beberapa tahun, akhirnya wilayah Schokland dibuka kembali pada 1942
Jika Pemerintah Belanda tidak melakukan reklamasi, diperkirakan wilayah Schokland akan kembali tenggelam, dan hasil-hasil kebudayaan akan hilang. Mungkin daratan itu akan kembali muncul, tetapi prosesnya berlangsung selama ribuan tahun.
---
Sumber: Perwito Mulyono, dkk. 2009. World Heritage Nature & Culture Volume 4. Surakarta: Batara Publishing.