Seberapa Perlu Indonesia Memiliki Bukit Algoritma?
Ilustrasi Apple Park yang terletak di Silicon Valley, California, AS. (Foto: Carles Rabada/Unsplash)
Uzone.id-- Baru-baru ini kita memperoleh kabar terkait rencana mengembangkan pusat teknologi dan riset, yaitu Bukit Algoritma di Sukabumi, Jawa Barat. Mirip dengan Silicon Valley, Bukit Algoritma akan jadi kawasan pengembangan riset dan sumber daya manusia yang berbasis industri 4.0.
Harapannya, kawasan ini juga bisa meningkatkan pembangunan infrastruktur di dalam negeri secara berkelanjutan.
Selain Bukit Algoritma, beberapa wilayah lain juga memiliki inisiatif serupa. Salah satunya adalah KEK Singhasari di Jawa Timur yang baru-baru ini juga menjajaki kemungkinan kerjasama dengan Telkom Indonesia.
Baca juga:Apa Itu Bukit Algoritma di Sukabumi yang Mirip Silicon Valley?
Terlepas dari mana daerah yang kemudian akan menjadi Silicon Valley Indonesia, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila kita ingin mengikuti kesuksesan mereka.
Pertama, dukungan ekosistem. Menurut saya, yang paling penting dalam membentuk kawasan semacam Silicon Valley bukanlah ketersediaan tempat, namun ekosistem yang berpartisipasi. Silicon Valley berkembang karena di dalamnya terdapat beberapa ekosistem yang sudahestablished.
Pertama adalah pihak akademisi. Stanford University dan Berkeley adalah beberapa contoh universitas kelas atas yang ada di Silicon Valley. Mereka merupakan elemen penting yang memiliki infrastruktur dan budaya riset yang tinggi.
Kedua adalah pihak industri. Riset yang dihasilkan oleh perguruan tinggi kemudian dikawinkan dengan kebutuhan industri. Hal ini menjadi salah satu hal yang menarik minat perusahaan-perusahaan untuk membuka kantor di sana.
Kedua hal di atas perlu disiapkan agar dapat menarik pihak-pihak lainnya seperti penyandang dana atau investor, komunitas-komunitas terkait teknologi, dan lain sebagainya.
Baca juga:Meneropong Peluang Agritech di Indonesia di 2021
Kedua, kesesuaian dengan kebutuhan ekonomi negara. Menurut Rama Mamuaya, pendiri situsDailysocial, barangkali kita tidak harus menyebut Silicon Valley Indonesia. Negara China contohnya tidak pernah menggadang-gadang untuk membangun Silicon Valley versi mereka. Namun, kita melihat bagaimana ekosistem dan ekonomi digital negara tersebut tumbuh pesat bahkan mulai menyaingi Amerika Serikat.
Saya cukup sepakat dengan pendapat di atas karena ujung-ujungnya Bukit Algoritma, Silicon Valley, KEK, atau apapun istilahnya mesti dapat menjawab kebutuhan industri atau ekonomi masyarakat.
Hal ini yang barangkali perlu dilihat oleh pihak-pihak yang terkait karena diskursus yang terjadi lebih banyak ke arah infrastuktur atau wilayah. Padahal, boleh jadi yang lebih penting adalah bagaimana kita mengidentifikasi masalah apa yang dilanda oleh negeri ini atau wilayah tertentu.
Dengan demikian, kita dapat membangun KEK yang berfokus kepada elemen-elemen yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Hal ini menurut saya akan meningkatkan peluang keberhasilan pembangunan wilayah ini.