Sejarah Seragam Pramugari dari Kostum Tentara sampai Bikini

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Sebuah informasi baru diumumkan dalam ASEAN Travel Forum 2019: maskapai penerbangan berbiaya rendah VietJet akan membuka rute penerbangan Denpasar-Ho Chi Minh mulai Mei 2019. “Saya pastikan pesawat akan terbang ke Denpasar empat kali seminggu dalam kurun waktu enam bulan pertama. Setelah itu, jadwal penerbangan ditambah jadi tujuh kali seminggu,” tutur Do Xuan Quang, Managing Director VietJet Air seperti yang tertera pada rilis media lansiran Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata Indonesia.

VietJet Air, maskapai penerbangan berbiaya rendah itu, menyandang julukan "bikini airline" karena pernah menampilkan pramugari berbikini saat penerbangan perdana pada 2012.

Setelah itu, VietJet melansir video iklan yang memperlihatkan pramugari berbikini, menerbitkan kalender yang menampilkan para perempuan berbikini yang berpose di dalam pesawat, hingga menggelar peragaan busana bikini di dalam pesawat.

“Banyak kontes kecantikan yang menampilkan kontestan perempuan dalam bikini. Saya rasa bikini punya keunikan tersendiri dan kami menampilkannya agar punya kesan sebagai maskapai yang menyenangkan,”kata Nguyen Thi Phuong Thao, pemilik VietJet Air.


Kebijakan tersebut membuat VietJet kerap dikritik. Mantan pramugari asal AS Heather Poolemenyatakan bahwa “VietJet telah mengembalikan kita ke masa 50 tahun lalu lewat mengobral keseksian pekerjanya yang mayoritas perempuan demi menjual kalender.”  

Meski demikian, sampai saat ini VietJet masih menjadi maskapai terlaris di Vietnam. Dalam kurun waktu lima tahun, total penumpang VietJet melampaui maskapai penerbangan nasional Vietnam, Vietnam Airlines.

November 2018 lalu, majalah wisata asal Tiongkok, NOW Travel Asia Magazine,menobatkan VietJet sebagai maskapai dengan kostum pramugari terbaik. Kostum yang dimaksud bukan bikini, melainkan seragam resmi pramugari yakni kaus merah ketat, pita, celana mini motif kotak-kotak, pantofel merah, dancoatmini merah.

Berita yang tercantum dalam situs resmi VietJet menyatakan: “Kostum pramugari mewakili kesan muda dan inovatif. Seragam didesain oleh perancang busana asal Eropa dan modelnya terinspirasi kostum taruna militer.”




Dinamika pramugari: dari peran hingga kostum

Pada 1930an, jarang ada perempuan seperti Ellen Church, perawat medis yang bisa menerbangkan pesawat. Church punya keinginan jadi pilot dan melamar ke maskapai Boeing Air Transport. Sayangnya para pria yang bekerja pada perusahan itu enggan mengizinkan perempuan berperan sebagai pilot.

New York Times mengisahkan sikapkekeuhChurch untuk tetap bekerja di dalam pesawat, “Tidakkah kau berpikir bahwa perempuan bisa memberi efek psikologis yang bagus di dalam pesawat? Kok bisa seorang pria bilang mereka takut naik pesawat kalau ada perempuan yang bekerja di dalam penerbangan itu?” tutur Church kepada bos Boeing.

Langkah persuasif itu rupanya didengar sang bos Steve Stimson. Church diperbolehkan bekerja di dalam pesawat sebagai pramugari yang melayani penumpang, menenangkan mereka jika ketakutan, dan merawat yang sakit.

Church pertama kali mengudara pada 15 Mei 1930. Rutenya saat itu adalah San Francisco-Chicago yang ditempuh dalam 20 jam dengan 13 kali pemberhentian. Ia mengajak tujuh teman perempuan untuk bergabung pada penerbangan tersebut sebagai pramugari. Mereka mengenakan seragam hijau yang serupa dengan busana tentara perempuan—blazer berkancing ganda (double-breasted) dan rok selutut—serta jubah yang dijahit sendiri.

Pada 1950-1960-an, industri penerbangan jadi sektor yang berkembang pesat di AS dan Eropa. Tampilan fisik dan seragam pramugari mulai dianggap mewakili citra maskapai. Pramugari harus membuat penumpang terkesan agar penjualan tiket maskapai laris.  

Di lain sisi, profesi ini pun jadi profesi idaman para perempuan di zaman tersebut. Dalam "Lines of Flight: The Female Flight Attendant Uniform" (2015) Prudence Black mencatat profesi pramugari sebagai jenis pekerjaan pertama di luar angkatan bersenjata yang memungkinkan perempuan keliling dunia dan terbebas dari pekerjaan domestik.

Museum Director Fashion Institute of Technology Valerie Steele pernahmenyatakan, “Bila dilihat sejarahnya, terbang dengan pesawat adalah hal glamor. Mereka yang terbang biasanya kaumjetset, sementara pramugarinya adalah perempuan yang penuh gaya dan menarik.”

Muda, tinggi, dan langsing jadi syarat mutlak. Di lain sisi para pemilik maskapai penerbangan mencari desainer busana terbaik yang bisa membuat penampilan para pramugari jadi kian menarik.


Pada 1965, maskapai penerbangan AS Braniff International Airways merekrut Emilio Pucci, desainer asal Italia yang dikenal dengan rancangan busana berwarna cerah. Pucci menyebutnya motif rancangannya "Akhir Zaman Hambar". Ia mendandani pramugari dengan kostum ala penyanyi Nancy Sinatra yang kerap tampil dengan terusan mini danbootstinggi yang menjadi salah satu karakteristik gaya Mod yang marak pada 1960-an.

Langkah tersebut diikuti maskapai lain. Mereka merekrut jasadesainer busana kelas atasuntuk merancang kostum pramugari. Nama-nama seperti Yves Saint Laurent, Christian Dior, Cristobal Balenciaga, Nina Ricci, dan Vivienne Westwood muncul sebagai desainer kostum pramugari.

Meski telah dirancang sejumlah desainer, busana pramugari tetap punya ciri khas yang sama, yakni rok ketat mini dan blazer, dua busana yang berangkat dari desain baju pramugari pertama.

Pada 2010-an, karakteristik ini memunculkan masalah. Pramugari sejumlah maskapai penerbangan seperti British Airways dan Cathay Pacific meminta perusahaan agar mengizinkan mereka mengenakan celana ketika terbang supaya bisa bergerak lebih leluasa dan terlindung dari suhu dingin.

Butuh waktu dua tahun bagi pramugari British Airways untuk bisa mendapatizinmengenakan celana selama penerbangan. Pada 2016, pihak Cathay Pacific masihmendiskusikankebijakan tersebut. “Sesungguhnya mengenakan celana telah menjadi tren global. Beberapa maskapai di Eropa dan AS sudah menerapkan kebijakan itu untuk para pramugari. Di Asia sendiri, pramugari maskapai Korean Airlines dan Asiana Airlines sudah berhasil mewujudkan keinginan untuk mengenakan celana.”

Pada akhirnya, pergantian konsep busana tak pernah jadi perkara yang sederhana. Studi Adomaitis yang bertajuk “Casual Versus Formal Uniforms: Flight Attendants’ Self-perceptions and Perceived Appraisals by Others” (2005) menyatakan bahwa seragam resmi membuat pramugari merasa penting, percaya diri, bangga, dan otoritatif. Dengan seragam lengkap, para penumpang memandang mereka sebagai sosok profesional dan disukai.

Sampai hari ini sejumlah maskapai masih mengandalkan jasa desainer ternama untuk membuat seragam. Pertengahan tahun lalu, Delta Airlines mengumumkan seragam baru yang dirancang desainer papan atasZac Posen, yang juga mendesain setelan busana dengan celana untuk pramugari perempuan.
Baca juga artikel terkaitTREN FASHIONatau tulisan menarik lainnyaJoan Aurelia