Selama Pandemi Warga Non-Jabodetabek Lebih Boros Kuota Internet, Ini Alasannya
(Ilustrasi/Unsplash)
Uzone.id-- Terlepas dari dampak negatif yang disebabkan oleh pandemi COVID-19, musibah ini kerap dijadikan sebagai hikmah tersendiri untuk proses percepatan transformasi digital, karena banyak hal berubah menjadi online yang artinya membutuhkan koneksi internet. Seberapa boroskah penggunaan kuota internet ini?
Dari pemaparan Sabrina Iryanti selaku analis dari lembaga riset Markplus Inc, ada beberapa temuan menarik mengenai penggunaan kuota internet di Indonesia, khususnya dari sebelum dan sesudah terjadinya pandemi.
Sabrina memaparkan, sebelum COVID-19 melanda Indonesia, ada sekitar 31,7 persen pengguna internet di Jabodetabek menghabiskan kuota internet seluler sebesar 5 sampai 10GB per bulan.
Sedangkan untuk warga yang tinggal di luar Jabodetabek, ternyata jauh lebih boros.
“Penggunaan internet seluler di non-Jabodetabek itu lebih besar sebelum pandemi. 22,9 persen pengguna mengaku menghabiskan kuota internet seluler lebih dari 30GB per bulan, sedangkan 12,5 persennya pakai kuota Unlimited,” terang Sabrina saat acara webinar bertajuk ‘Telecommunication Industry Perspective’ pada Jumat (4/9).
Baca juga:Cara Mendapatkan Kuota Internet dari Pemerintah untuk Pelajar dan Guru
Dia melanjutkan, “penggunaan internet ini semakin bertambah setelah ada pandemi. Sekitar 52,1 persen pengguna harus menambah pembelian kuota internet mereka, karena ada sebanyak 66,8 persen orang di wilayah ini belum memasangfixed broadband, jadi masih bergantung pada kuota seluler.”
Berbeda halnya dengan pengguna yang berada di wilayah Jabodetabek. Selama pandemi dan masa WFH (work from home), sebanyak 63,5 persen orang mengatakan mereka tidak menambah ataupun mengurangi kuota internet, karena jaringan internet yang paling banyak digunakan oleh 74,6 persen pengguna adalahfixed broadband-- dalam hal ini, WiFi pribadi.
Dengan kata lain, pengguna internet yang berdomisili di luar Jabodetabek masih belum memiliki atau terjangkau oleh jaringanfixed broadbandyang bisa berupa koneksi LAN maupun WiFi.
“Penetrasifixed broadbanddi area non-Jabodetabek masih rendah, sehingga penggunaan kuota internet seluler khususnya pada segmen menengah ke bawah menjadi lebih tinggi. Konsumsi per bulannya saja bisa mencapai 30GB hingga Unlimited,” imbuh Sabrina.
Riset tersebut berasal dari 111 responden yang lokasinya berada di Jabodetabek sebesar 57 persen, serta non-Jabodetabek 43 persen. Sementara untuk demografinya terdiri dari usia kurang dari 24 tahun sebanyak 58,6 persen, umur 25-34 tahun 37,8 persen, dan 35-44 tahun 3,6 persen.
Baca juga:Rekomendasi 'Ponsel Dewa' untuk Gaming Harga di Atas Rp8 Juta
Terkait penetrasifixed broadbanddi Indonesia yang masih rendah, hal senada juga diutarakan oleh Marlo Budiman selaku CEO & President Director PT Link Net.
Menurut Marlo, penetrasifixed broadbanddi Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Asia lain.
“Pada 2019 saja, penetrasifixed broadbanddi Indonesia secara keseluruhan rendah banget, sekitar 12 persen. Lalu prediksinya, di tahun 2024 ada pertumbuhan tapi hanya menjadi 17 persen saja. Ketinggalan jauh dengan China, bahkan negara tetangga sendiri Malaysia yang sejak 2019 penetrasinya sudah 38 persen,” ungkapnya pada kesempatan yang sama.
Selama transformasi digital di Indonesia sedang dalam proses menggebu-gebu karena adanya pandemi, ia berharap agar pemerintah semakin mendukung industri telekomunikasi khususnya perusahaan ISP (Internet Service Provider) agar lebih dimudahkan dalam proses penyebaranfixed broadband, terutama di daerah terpencil.