Sensasi Lutut Gemetar di Sydney Harbour Bridge

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Jembatan besi lengkung itu berdiri kokoh menghubungkan pusat bisnis kota Sydney dengan wilayah utara Sydney. Jembatan bernama Sydney Harbour Bridge itu menjadi salah satu ikon Negeri Kanguru selain Sydney Opera House.

Tak hanya dapat dipandang dari kejauhan, para wisatawan yang memiliki keberanian dengan ketinggian bisa mendaki jembatan tersebut.

Saya bersama rombongan Tourism Australia dan Garuda Indonesia menjejaki jembatan dengan tinggi 134 meter itu pada akhir pekan kemarin.

Wisata mendaki jembatan ini dioperasikan oleh BridgeClimb. Lokasi BridgeClimb berada tepat di bawah Sydney Harbour Bridge, Jalan Cumberland.

Harga tiket masuk untuk mendaki Sydney Harbour Bridge bervariasi, mulai dari AUS$318 (sekitar Rp3,3 juta) untuk dewasa dan AUS$218 (sekitar Rp2,3 juta) bagi anak-anak pada siang hari, AUS$278 untuk dewasa dan AUS$198 (sekitar Rp1,3 juta) untuk anak-anak pada malam hari.

Kami memilih mendaki jembatan terlebar di dunia itu pada malam hari, karena sekaligus ingin menikmati gelaran Vivid Sydney 2018 dari ketinggian.

Sebelum memanjat pengunjung diminta mengisi formulir untuk memastikan mereka tak memiliki penyakit, di antaranya epilepsi, darah rendah, dan takut akan ketinggian.

Tak perlu keahlian khusus untuk memanjat jembatan ini. Pengunjung juga jangan khawatir karena kegiatannya dilakukan bersama seorang pemandu per kelompok.

Setiap kelompok berisikan 14 orang. Semua pengunjung dilarang membawa handphone maupun kamera. Benda-benda yang ada di kantong celana juga diminta untuk dikeluarkan.

Pengunjung akan diberikan baju khusus dan sejumlah peralatan yang wajib digunakan demi membantu pendakian lebih aman. Mulai dari ikat pinggang pengaman, lampu penerangan di kepala, topi, jaket, rompi dengan lampu, serta radio komunikasi.

Pemandangan di bawah Sydney Harbour Bridge. (BridgeClimb Sydney/Handout via REUTERS)


Setelah semua peralatan terpasang, saya ditunjuk untuk yang berjalan pertama dalam kelompok kami. Pengait yang ada di masing-masing sabuk pengaman kemudian dimasukan ke dalam kabel baja yang terpasang di sisi besi jembatan.

Pemandu kami jalan pertama sembari memberikan instruksi. Perlahan saya melangkahkan kaki di atas jalur besi pada sisi timur jembatan. Kemudian disusul peserta lainnya. Lutur gemetar? Sudah pasti.

Selama 15 menit awal berjalan, kami masih berada di bagian bawah jembatan lengkung besi terpanjang nomor empat di dunia itu. Kami kemudian mulai menaiki beberapa anak tangga untuk menuju ke bagian yang lebih tinggi.

Lebar jalur pendakian pada jembatan yang kami lewati ini tak sampai satu meter. Usai melalui beberapa anak tangga kami sampai di bagian tengah jembatan. Pemandu kelompok kami meminta untuk berhenti. Kami pun difoto per rombongan masing-masing.

Saya yakin air muka seluruh peserta dalam foto menunjukkan kebanggaan sekaligus kengerian yang amat sangat.

Walau jantung berdebar, dari bagian tengah jembatan cahaya warna-warni yang membentuk sebuah gambar di dinding Opera House terlihat jelas. Video mapping tersebut merupakan salah satu pertunjukan dalam Vivid Sydney 2018.

Gemerlap cahaya juga sudah muncul dari gedung-gedung tinggi yang berdiri di sekitar Circular Quay. Di sisi timur tempat kami mendaki, cahaya dari lampu yang terpasang rapih pada kerangka jembatan mulai menyala.

Angin yang bertiup kencang sempat membuat tubuh kami bergerak seperti akan terbawa terbang.

Sesekali saya mencoba melihat ke bawah jembatan. Di bawah kami persis, kendaraan bermotor, pejalan kaki, pengguna sepeda berlalu-lalang melintasi jembatan. Kereta api juga sesekali melintas. Di atas jembatan lengkung besi itu terdapat jalur pejalan kaki, sepeda, kendaraan motor hingga kereta api.

Kengerian menyapa lagi. Buru-buru saya angkat kembali kepala ke atas untuk melihat pemandangan Opera House dan sekitarnya.

Usai berfoto bersama rombongan masing-masing, saya diminta kembali berjalan menaiki beberapa anak tangga. Angin lebih kencang bertiup. Posisi kami juga sudah lebih tinggi dari sebelumnya. Melihat ke bawah semakin menyeramkan.

Saya berusaha untuk tetap melihat ke depan, sembari menengok ke kanan dan kiri untuk sekedar melihat pemandangan Sydney. Selain pameran Vivid Sydney 2018, bulan purnama yang bersinar terang menjadi pemandangan tambahan malam itu.

Akhirnya, saya yang pertama tiba di puncak jembatan yang mulai dibangun pada Juli 1923 silam itu. Saya diminta berhenti untuk berfoto sendiri. Setiap peserta mendapat kesempatan berfoto seorang diri di atas jembatan yang dibuka sejak Maret 1932.

Dari atas Harbour Bridge pemandangan salah satu kota tersibuk di Australia ini terlihat. Sejauh mata memandang, gedung-gedung tinggi berkelap. Sementara itu di bawah, dinding Opera House berubah-ubah warna.

Sayang, kami tak bisa mengabadikan kemegahan puncakan jembatan tersebut lantaran dilarang membawa ponsel maupun kamera.

Alunan musik dari sejumlah musisi sengaja diputar di puncak jembatan untuk menghibur peserta yang telah sampai. Di puncak jembatan turut berkibar bendara Australia dan Aborigin.

Pemandangan Opera House dari ketinggian. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)


Setelah satu per satu berfoto dengan latar belakang Opera House, kelompok kami diminta berkumpul untuk berfoto bersama. Selanjutnya kami diarahkan ke tengah-tengah jembatan. Di sana kami berkumpul.

Lantai tempat kami berdiri di pusat jembatan itu berubah-ubah warna. Musik yang diputar membuat suasana semakin meriah. Kami pun berjoget bersama, 'merayakan' keberhasilan menginjakan kaki di puncak jembatan yang menjadi ikon Sydney tersebut.

Di tengah puncak jembatan itu kami tak lebih dari 5 menit untuk berjoget bersama. Pasalnya, masih ada rombongan kelompok lainnya yang menunggu di sisi jembatan. Kami melanjutkan perjalanan untuk turun dari sisi barat jembatan.

Perjalanan turun tak sejauh saat menaiki jembatan besi itu. Setidaknya membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk 'menjelajah' Sydney Harbour Bridge dari mendaki sampai kembali ke tempat semula.

Foto pengunjung selama di atas hanya foto bersama kelompok yang diberikan gratis. Untuk foto-foto lainnya pengunjung mesti merogoh kocek lagi, yakni foto sendiri seharga AUS$25 (sekitar Rp264 ribu), foto ukuran poster AUS$89,95 (sekitar Rp94 ribu), dan ukuran 6x8 AUS$34.95 (sekitar Rp360 ribu).

Sementara untuk menebus seluruh foto yang disimpan dalam USB seharga AU$59,95 (sekitar Rp625 ribu).

Para pengunjung pun akan mendapat sertifikat dari BridgeClimb. Sertifikat itu merupakan pengakuan terhadap pengunjung yang telah mendaki jembatan yang sudah berumur 95 tahun tersebut.

Berita Terkait