Setop Foto dengan Pose Konyol di Pulau Paskah

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Pulau Paskah telah lama masuk dalam daftar destinasi wisata impian sebagian besar turis dunia. Namun, hal yang membangun perekonomian pulau bisa jadi hal yang pada akhirnya menghancurkan pulau: serbuan turis.

Baru-baru ini, serentetan perilaku buruk para pelancong di Pulau Paskah, yang terkenal dengan patung besarnya bernama Moai, telah memicu pro kontra baru tentang bagaimana pengunjung ke pulau itu harus bersikap.

Perilaku para turis yang mendapat kritik luas salah satunya mengenai gaya mereka berfoto sambil berpose seakan sedang menyentuh hidung Moai.

Jo Anne Van Tilburg adalah seorang arkeolog, direktur Arsip Seni Rupa di Universitas California - Los Angeles dan Direktur Proyek Patung Pulau Paskah.

Akhir-akhir ini ia lebih fokus mendidik ratusan ribu turis yang mengunjungi Pulau Paskah tentang cara berperilaku yang benar.

"Orang-orang mengambil gambar yang sama berulang kali. Begitu satu orang berfoto dengan pose tersebut, akan ada ribuan foto dengan pose yang sama," kata Van Tilburg, seperti yang dikutip dariCNN Travelpada Jumat (21/6).

Van Tilburg memberi contoh seperti pose turis yang berfoto dengan ujung jari seakan menyentuh puncak Piramida Giza atau pose turis yang berfoto dengan tangan seakan menahan Menara Pisa.

"Tidak ada yang kreatif atau menarik atau lucu tentang hal itu," lanjutnya.

Van Tilburg pertama kali mengunjungi Pulau Paskah, yang merupakan bagian dari Polinesia tetapi merupakan wilayah Chile, pada tahun 1981 sebagai mahasiswa doktoral.

Pulau itu belum dimasukkan ke dalam daftar Warisan Dunia UNESCO sampai 1995.

Sejak itu, Van Tilburg kembali ke lokasi itu secara rutin dan memperhatikan perubahan karakter turis yang mengunjungi Taman Nasional Rapa Nui.

Sepanjang 1980-an, ada 2.000 hingga 5.000 pelancong per tahun datang ke Taman Nasional Rapa Nui. Saat ini jumlah kedatangan mencapai 100 ribu turis setiap tahunnya.

Di masa yang sama hanya ada dua penerbangan seminggu dari Santiago. Sejak beberapa tahun yang lalu menjadi tiga penerbangan sehari.

Turis memotret deretan patung di Pulau Paskah. (REUTERS/Marion Giraldo)

Kedatangan ratusan ribu turis merupakan beban besar bagi sebuah pulau yang dihuni 6.000 jiwa, belum lagi di mana persediaan air dan sumber daya alam lainnya terbatas dan harus digunakan dengan seksama.

Dulu, turis dapat berkeliaran di taman nasional secara bebas dan mendekati semua Moai, saat ini turis dilarang mendekati dan menyentuh patung.

Perilaku buruk turis di Pulau Paskah sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Pada tahun 2008, seorang lelaki Finlandia yang memanjat salah satu Moai dan memotong sepotong anting ditangkap, didenda US$17 ribu, diperintahkan untuk meninggalkan pulau dan tidak boleh kembali.

Van Tilburg juga merasa bahwa telah terjadi pergeseran antara turis penggemar arkeologi dan sejarah yang menabung untuk melakukan perjalanan sekali seumur hidup ke Pulau Paskah dengan orang-orang yang mengkoleksibucket list.

Pada tahun 2018, beberapa kontrol dilakukan untuk melindungi Pulau Paskah. Sekarang, orang asing dan Chile yang bukan Rapa Nui hanya bisa mendapatkan visa perjalanan 30 hari, berkurang setengahnya dari 90 hari sebelumnya.

Jadi, jika Anda masih ingin mengunjungi Pulau Paskah dan ingin menunjukkan rasa hormat kepada orang-orang dan tanah di sana, apa yang dapat Anda lakukan? Van Tilburg memiliki beberapa saran.

"Pelajari identitas pulau dan tanyakan hal yang ingin diketahui," katanya.

"Jika Anda menunjukkan rasa ingin tahu mengenai pulau ini, masyarakat setempat akan menyambut dengan ramah. Tanyakan hal-hal yang sekiranya mendapat jawaban yang pantas," lanjutnya beranalogi.

Mengunjungi Pulau Paskah juga berarti mengunjungi situs sejarah yang masih hidup, bukan sekadar museum.

"Ada 1.000 patung dan 5.000 penduduk. Wajah mereka sama pentingnya," kata Van Tilburg.

Berita Terkait