Sindikat Hacker di ASEAN Ngumpul di Telegram, Bikin Rugi Rp580 Triliun

pada 5 jam lalu - by
Advertising
Advertising

Uzone.id —Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengungkap adanya sindikat kejahatan siber terorganisir skala besar yang bersarang di Telegram. Diketahui sindikat ini menyerang kawasan di Asia Tenggara.

Dalam laporan yang dirilis pada Senin, (07/10) waktu setempat, kejahatan siber tersebut terkait dengan penjualan data pribadi hasil peretasan seperti detail kartu kredit, kata sandi, dan riwayat peramban.

Tak hanya itu, software AI deepfake yang dirancang untuk penipuan hingga malware pencuri data juga turut dijual secara luas. 

 

 

Diketahui, kejahatan berbasis AI yang melibatkan deepfake saat ini mengalami peningkatan sebanyak 600 persen di paruh awal 2024 ini.

Sementara itu, transaksi mata uang kripto yang tidak berlisensi juga menjadi ladang untuk pencucian uang.

“Kami memindahkan USDT 3 juta (mata uang crypto yang diterbitkan oleh Tether Limited) hasil curian dari luar negeri setiap harinya,” tulis sebuah iklan, dikutip dari Reuters, Selasa, (08/10).

PBB memperkirakan bahwa industri kriminal di Asia Tenggara ini telah menghasilkan antara USD27,4 miliar (Rp430 triliun) hingga USD36,5 miliar (Rp573 triliun) per tahunnya. 

Tak hanya itu, di tahun 2023, kerugian diperkirakan menyentuh angka USD18 miliar atau Rp282 triliun hingga USD37 miliar atau Rp580 triliun akibat penipuan yang menargetkan korban di Asia Timur dan Asia Tenggara.

 

 

“Ada bukti kuat bahwa pasar data bawah tanah berpindah ke Telegram dan para vendor secara aktif mencari target kelompok kejahatan terorganisir transnasional yang berbasis di Asia Tenggara," kata laporan tersebut.

Hingga saat ini, pihak Telegram yang hampir memiliki 1 miliar pengguna di seluruh dunia belum memberikan responnya terkait laporan dari pihak PBB tersebut.

Telegram terus dicecar berbagai pihak terkait kasus di dalam aplikasinya, bahkan pada Agustus lalu, sang CEO Pavel Durov ditangkap di Paris dan didakwa dengan tuduhan mengizinkan aktivitas kriminal di platform tersebut, termasuk penyebaran gambar-gambar seksual anak-anak.