Sosok Menteri dan Wamen Pendidikan Tinggi & Saintek di Kabinet Prabowo
Uzone.id -Minggu malam (20/10), Presiden Prabowo Subianto mengumumkan nama-nama menteri dan wakil menteri yang masuk ke dalam Kabinet Merah Putih. Salah satunya, Prof. Dr. Ir. Satryo Soemantri Brodjonegoro yang ditunjuk menjadi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek).
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) merupakan salah satu dari tiga nomenklatur pecahan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) dari pemerintahan sebelumnya.
Kementerian ini merupakan salah satu upaya pemerintahan Prabowo Subianto untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan sains serta teknologi untuk mendorong kemandirian bangsa.
Dikutip dariAntara, dalam misi ini, Presiden Prabowo menekankan pentingnya inovasi teknologi dalam pembangunan industri strategis, serta meningkatkan peran pendidikan tinggi dalam menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan adaptif terhadap perubahan global.
Penunjukkan Satryo pun diharapkan mampu mempercepat pengembangan teknologi yang berbasis pada riset dan inovasi, serta memperkuat kolaborasi antara universitas, industri, dan pemerintah.
Memimpin Kemendiktisaintek, Satryo akan dibantu dua wakil menteri, yakni mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Prof. Dr. Fauzan, M.Pd. dan Prof. Stella Christie, Ph.D., Guru Besar dari Tshinghua University China.
Satryo merupakan mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) pada era Presiden Abdurrahman Wahid hingga Susilo Bambang Yudhoyono (1999-2007). Namanya memang sudah dikenal dalam dunia pendidikan Indonesia.
Satryo disebut-sebut sebagai salah satu sosok yang mereformasi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Hal ini tercipta lewat konsep Badan Hukum Milik Negara (BHMN) atau dikenal sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) yang dimulai sejak tahun 2000—ketika ia memegang jabatan sebagai Dirjen Dikti.
Ia juga telah menerbitkan setidaknya 99 publikasi ilmiah dengan statusnya sebagai ilmuwan. Dikutip dari berbagai sumber, Satryo juga termasuk salah satu penggagas program World Class University, sebuah inisiatif yang diluncurkan sejak tahun 2007 oleh Kementerian Pendidikan Nasional.
World Class University dibuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, penelitian, dan daya saing universitas-universitas Indonesia di tingkat global.
Gagasan ini dinilai sukses meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, dibuktikan lewat peningkatan peringkat dalam QS World University Rankings dan Times Higher Education, jumlah publikasi di jurnal internasional yang bereputasi, hingga partisipasi dalam jaringan kolaborasi internasional dan program pertukaran mahasiswa yang kian meningkat.
Adapun untuk riwayat akademisnya, sosok yang lahir di Delft, Belanda pada 5 Januari 1956 itu merupakan alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) dan meraih gelar doktor di bidang teknik mesin dari Universitas Tokyo.
Ia juga mendapatkan gelar PhD di bidang yang sama dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat (AS). Sebelum menjabat sebagai Mendiktisaintek, Satryo sempat aktif menjadi dosen tamu di bidang teknik mesin di Toyohashi University of Technology, Jepang dan juga ITB.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi tak kalah mentereng. Prof. Dr. Fauzan, M.Pd. merupakan mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) selama dua periode, yakni dari tahun 2016-2020 dan 2020-2024.
Fauzan juga merupakan seorang guru besar di bidang pendidikan. Ia menggagas program ‘Profesor Penggerak Pembangunan Masyarakat’ atau disingkat P3M, ia juga pernah menginisiasi pembentukan Center of Excellence (CoE) dan Center for Future Work (CFW).
Di bawah kepemimpinannya, UMM mampu memperluas kerja sama dengan banyak institusi nasional maupun internasional. Dan kini, menurut situs resmi UMM, Fauzan masih tercatat sebagai Sekretaris Badan Pembina Harian UMM 2024-2028, organisasi yang dipimpin oleh mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy.
Sementara itu, Stella Christie merupakan Guru besar di Tsinghua University. Di sana, ia menjabat sebagai Research Chair di Tsinghua Laboratory of Brain and Intelligence serta didapuk sebagai direktur Child Cognition Center.
Ia juga pernah berkarir di sejumlah kampus top dunia, dari University of British Columbia, Stanford University, hingga Swarthmore College.
“Saya adalah ilmuwancognitive science, adalah tentang bagaimana kita berpikir, tentang otak, tentang bagaimana pikiran yang memastikan manusia dan juga hewan dan juga AI. Jadi ilmu saya adalah interdisipliner,” katanya, saat menghadap Prabowo pada Selasa (15/10) lalu.
Di bidang akademis, sosok perempuan yang lahir di Medan pada 11 Januari 1979 ini menyelesaikan studi S1 di Harvard University (1999-2004) di bidang Psikologi. Ia lulus dengan predikat Magna Cum Laude with Highest Honors.
Ia mengenyam studi doktoral di Northwestern University, Amerika Serikat (2004-2010), kemudian mendapatkan gelar Ph.D di bidang Cognitive Psychology.