Startup Kesehatan di Indonesia, Sudahkah Mencapai Titik Jenuh?
Foto: Gooddoctor.co.id
Uzone.id - Startup kesehatan yang menyediakan layanan telemedicine alias aplikasi kesehatan sudah cukup lama hadir di Indonesia. Menurut Direktur Marketing & Bisnis AdMedika, Dwi Sulistiani, aplikasi kesehatan sebenarnya sudah dirilis oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2015.
Sampai akhir tahun 2020 disebutkan bahwa ada hampir 20 penyedia telemedicine di Indonesia. Baru-baru ini, Good Doctor juga merilis aplikasi kesehatan sendiri setelah sebelumnya hanya tersedia di dalam aplikasi Grab.
Dengan fakta-fakta di atas, apakah startup kesehatan di tanah air sudah mencapai titik jenuh alias terlalu banyak? Sekilas, kondisi ini mengingatkan saya akan kondisi di startup e-commerce sekitar 4 atau 5 tahun lalu serta kondisi di startup fintech 1-2 tahun lalu.
Baca juga:Meneropong Peluang Agritech di Indonesia
1. Kompetisi sengit
Pada saat itu, jumlah startup di kedua bidang tersebut sangat banyak dan terjadi kompetisi yang sengit. Setelah itu, dalam beberapa tahun terakhir, kita melihat beberapa startup di bidang tersebut pada akhirnya tutup atau melakukan konsolidasi.
Oleh karena itu, saya memprediksi hal yang serupa juga akan terjadi di bidang kesehatan. Salah satu yang kita lihat terjadi sekarang yakni startup-startup tersebut berlomba-lomba untuk bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan untuk menjadi partner dalam menyelenggarakan vaksinasi massal.
2. Diferensiasi
Selain bersaing dari sisi harga layanan, hal lain yang akan terjadi yaitu startup ini akan berlomba-lomba untuk menawarkan diferensiasi. Hal ini sekaligus menjawab pertanyaan bahwa masih ada kesempatan bagi founder yang ingin berkecimpung untuk mengembangkan startup di bidang kesehatan.
Syaratnya, startup tersebut menghadirkan diferensiasi atau keunikan dibandingkan dengan startup-startup kesehatan pada umumnya. Sebagai analogi, setelah ramai startup di bidang e-commerce, muncul startup di bidang B2B e-commerce, social commerce, dan lainnya. Layanan startup fintech syariah di awal kemunculannya juga merupakan contoh diferensiasi dibandingkan dengan startup fintech konvensional.
3. Ekosistem pendukung
Hal lain yang berpotensi untuk digarap adalah mengembangkan startup di luar ekosistem kesehatan namun mendukung industri tersebut. Sebagai contoh, setelah e-commerce berkembang pesat, bidang yang kemudian juga tumbuh di antaranya adalah startup di bidang logistik dan juga e-commerce enabler.
Hal serupa dapat terjadi pula pada startup di bidang kesehatan. Akan ada bidang-bidang di sekitar kesehatan namun masih berkaitan dengan value chain industri tersebut yang juga berpotensi untuk tumbuh pesat.
Secara umum, meskipun secara umum kondisi startup kesehatan sudah cukup ramai, saya berpendapat bahwa peluang di industri ini masih sangat terbuka ke depan. Hal ini salah satunya disebabkan ke depan masyarakat secara umum akan semakin peduli dengan kesehatan.