Startup Travel Paling Terdampak Corona, Bagaimana Bangkitnya?

pada 5 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Ilustrasi. (Foto: Dok. OYO)

Uzone.id- Ada segelintir startup yang hancur diterjang tengah pandemi virus Corona (Covid-19). Airy, misalnya. Startup yang menyediakan solusi perjalanan berbasis teknologi itu resmi tutup pada 31 Mei 2020.

Setelah tanggal itu, segala jenis transaksi pembelian serta pemesanan akomodasi dan tiket pesawat tidak dapat dilakukan lagi melalui platform Airy (situs www.airyrooms.com dan aplikasi Airy) serta Online Travel Agent (OTA) yang bermitra dengan Airy.

Startup yang fokus di bidang travel memang yang paling terdampak pandemi Covid-19. Eko Bramantyo, Country Head Emerging Business, OYO Hotels and Homes Indonesia juga menyatakan bahwa setelah terjadi pandemi, secara umum, OYO mengalami penurunan sebesar 60 persen.

“Memang sangat terasa kita mulai masuk di bulan Maret. Khususnya, OYO mengalami drop dari sisi okupansi yang kita tidak melihat dari minggu, atau bulan, tapi dari hari ke hari,” ujar Eko dalam konferensi pers peluncuran program kualifikasi sanitized stay di Indonesia, beberapa waktu lalu.

Baca juga:Dukung Adaptasi Bisnis saat Pandemi, Gojek Xcelerate Latih 11 Startup

Eko juga menyampaikan bahwa dari sektor tour and travel mengalami penurunan sangat signifikan. “Karena dari sisi yang tadinya adalah model B2B (business-to-business) kita mempunyai korporasi secara customer segment itu turunnya lumayan, yang hampir bisa dikatakan 90 persen lebih, ini kalau kita bicara dari sisi OYO,” ujar Eko.

Ketika ditanya tentang startup apa saja yang tumbang di masa pandemi, Pendiri Dailysocial.id Rama Mamuaya memang menyatakan bahwa tidak ada industry tertentu, karena kelak akan kembali ke new normal atau kenormalan baru.

Namun, Rama menyampaikan bahwa Traveloka, Tiket.com, dan lainnya adalah beberapa startup yang tumbang, tapi tidak mati. “Dan nanti akan comeback, karena people will travel again,” ujarnya dalam wawancara khusus denganUzone.idpada Rabu (17/6).

Lantas, bagaimana cara startup yang bergerak di bidang travel bangkit dari kesulitan saat pandemi?

Eko mengatakan bahwa adaptasi merupakan kunci di masa pandemi. OYO sendiri berusaha mengubah konsep atau model bisnis dari bertumbuh menjadi bertahan. Salah satu bentuk adaptasi OYO, yaitu meluncurkan program kualifikasi “Sanitized Stay” di Indonesia, setelah sebelumnya program serupa diluncurkan di berbagai wilayah operasional OYO di Asia.

Baca juga:‘Rahasia Dapur’ Tokopedia, dari Marketplace jadi Perusahaan Teknologi Indonesia

OYO akan menerapkan standar baru untuk meminimalisir kontak fisik pada kegiatan operasional hotel mitra OYO selama pandemi dan pada fase new normal.

Properti yang telah sesuai dan mengikuti protokol program ini akan mendapatkan label dan logo “Sanitized Stay” serta akan muncul jika tamu menggunakan search filter “COVID-19 Safe Properties”. Sehingga inisiatif ini diharapkan dapat memberikan rasa aman dan tenang bagi tamu saat menginap sekaligus menjadi peluang bagi mitra untuk kembali mendapatkan pangsa pasarnya.

Eko juga menyatakan bahwa pola konsumen menjadi sangat berbeda dengan masa sebelum pandemi Covid-19. “Contohnya, sekarang ini trend itu kebanyakan mereka ke arah long stay, jadi mereka yang tadinya mereka sehari itu bisa lebih. Jadi yang sebelumnya menginap 1-3 hari, sekarang 7-14 hari,” ujar Eko.

Karena itu, OYO menginisiasi program long stay untuk beberapa korporasi dan konsumen yang sudah melakukan permintaan berulang kali. Menurut Eko, pandemi Covid-19 juga telah membuat peran teknologi menjadi terlihat jelas. “Kalau tadinya kita masih melihat tren pay at the hotel, sekarang lebih mengarah ke penggunaan teknologi dalam pemesanan.”