Subsidi Mobil Listrik Besar-besaran Berbahaya buat Industri Otomotif?

pada 3 bulan lalu - by
Advertising
Advertising

Uzone.id- Pemerintah Thailand memberikan banyak insentif subsidi untuk mobil listrik. Namun di balik banyaknya subsidi tersebut, membuat banyak perusahaan yang bergelut di bidang otomotif gulung tikar.

Berdasarkan laporanAsia Nikkei, subsidimobil listrikdari pemerintah Thailand yang besar-besaran justru membuat efek domino. Tokoh industri setempat mengatakan efek darisubsidiyang besar membuat kendaraan listrik di Thailand menjadi kelebihan pasokan.

Di sisi lain, hal ini juga memicu perang harga mobil bermesin konvensional. Bahkan efeknya berakibat pada pabrik mobil konvensional mengurangi produksi dan menutup pabrik, sampai terdapat produsen suku cadang yang bangkrut.

"Konsekuensi yang tidak diinginkan juga telah menyebar ke rantai pasokan (produsen komponen kendaraan), di mana setidaknya selusin produsen suku cadang telah tutup karena sebagian besar produsen kendaraan listrik China yang disubsidi tidak membeli dari sebagian besar produsen suku cadang tersebut," bunyi laporanAsia Nikkei.

Bahkan produsen kendaraan konvensional asal Jepang juga terdampak kebijakan subsidi pemerintah Thailand yang terlalu besar.

"Penjualan mobil berbahan bakar fosil mulai turun setelah subsidi kendaraan listrik di Thailand. Produsen mobil Jepang paling terkena dampaknya karena mereka memproduksi sekitar 90 persen kendaraan fosil di negara tersebut," tutup laporanAsia Nikkei.

 

 

Suzuki, Subaru mengumumkan penutupan pabrik mobil di Thailand. Bahkan Honda mengatakan pihaknya menghentikan produksi kendaraan di pabriknya di Provinsi Ayutthaya pada tahun 2025 dan mengkonsolidasikan operasi di pabrikan di Provinsi Prachinburi.

 

 

Langkah ini merupakan bagian dari rencana pengurangan produksi tahunan di Thailand menjadi 120.000 unit per tahun, turun dari 270.000 unit.

Padahal jika dilihat secara makro, sektor otomotif di Thailand mampu mempekerjakan lebih dari 750.000 orang. Bahkan sektor ini mampu menyumbang sekitar 11 persen PDB negara tersebut, hingga menjadi kontributor terbesar keempat.