Uzone.id -Sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) memiliki peran sebagai regulator.
Peran ini dilaksanakan oleh BAKTI seperti pada saat menetapkan dan melakukan tender BTS di daerah USO. Ironisnya, BAKTI juga berperan sebagai operator yaitu ketika BLU Kemenkominfo ini menyewakan jaringan Palapa Ring.
Melihat tugas BAKTI seperti layaknya operator yang merangkap regulator, dalam waktu dekat Ombudsman Republik Indonesia berencana untuk memanggil BAKTI dan seluruh stakeholder yang melakukan pelayanan publik seperti Kementrian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, Kepolisian serta TNI guna melakukan institutional review.
Ahmad Alamsyah Saragih melihat perlunya dilakukan institutional review terhadap BAKTI sehingga akan terlihat dengan jelas fungsi serta roadmap BAKTI sebagai BLU Kemenkominfo.
“Kita melihat peranan BAKTI ini sangat penting. Namun, jangan sampai BAKTI sebagai regulator malah berubah menjadi player. Selain itu, Ombudsman juga akan melihat standar pelayanan yang diberikan BAKTI kepada operator serta kontrak antara BAKTI dengan operator, guna memastikan tujuan layanan USO (Universal Service Obligation) dapat tercapai. Jangan sampai semua operator masuk ke daerah yang menguntungkan saja dan enggan masuk ke daerah USO,” ujar Alamsyah, melalui keterangan resminya, Rabu (19/3/2020).
Dalam institutional review juga akan dilihat apakah kebijakan yang dibuat oleh BAKTI telah sesuai dengan khitahnya. Menurut Alamsyah, kebijakan tersebut harus bersifat evidence based sehingga dana USO yang bersumber dari operator dapat dimanfaatkan dengan tepat serta tidak ada yang idle.
Alamsyah memberikan contoh, China memulai pembangunan infrastrukturnya dengan secara overcapacity. Namun mereka memiliki proyeksi yang jelas kapan optimalisasi pembangunan infrastruktur tersebut akan tercapai.
Hingga saat ini Ombudsman belum pernah melihat adanya dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan tentang proyeksi waktu dan besaran utilisasi penggunaan jaringan telekomunikasi yang dibangun BAKTI. Ketika dilakukan Institutional review terhadap BAKTI, Ombudsman akan mencari dokumen tersebut dan jika ditemukan maka akan dibuka ke publik.
“Tujuannya agar BAKTI dapat melakukan efisiensi keuangan. Pembangunan jaringan telekomunikasi yang dilakukan oleh BAKTI menggunakan dana publik. Jangan sampai pembangunan ini menjadi over investment atau justru saling kanibal. Institutional review akan dilaksanakan secepatnya agar investasi yang dilakukan BAKTI dapat tepat sasaran,” terang Alamsyah.
Indikasi investasi yang bersifat kanibalisme ini terlihat dari pembangunan Satelit Indonesia Raya (SATRIA) yang dilakukan oleh BAKTI. Alamsyah menilai SATRIA dapat menjadi predator Palapa Ring sekaligus menggerus bisnis operator telekomunikasi penyedia layanan satelit. “Saling memakan ini dinilai Ombudsman tidak baik bagi industri telekomunikasi kedepan. Jangan sampai BAKTI menjadi pesaing terhadap dan overlap dengan operator telekomunikasi yang sudah membangun jaringan. Disamping institutional review, Ombudsman juga akan meminta BPKP ikut melakukan review dengan pertimbangan pengawasan program strategis nasional merupakan salah satu tugas BPKP.” terang Alamsyah.
Alamsyah berharap dari hasil institutional review dapat diketahui langkah - langkah apa saja yang harus dilakukan pemerintah. Apakah benar Pemerintah membutuhkan kapasitas satelit sebesar itu dan harus dipenuhi melalui pembelian satelit?
“Yang terpenting bagi Ombudsman adalah melihat ketepatan strategi yang dibuat oleh BAKTI. Apakah benar kebutuhan Pemerintah hanya dapat tersolusikan dengan memiliki SATRIA atau dapat terpenuhi dengan mekanisme sewa terbatas? Jika memang Pemerintah harus membeli SATRIA, kita juga harus tahu bagaimana rencana BAKTI memanfaatkan sisa kapasitasnya. Karena kapasitas SATRIA sangat besar serta cakupannya tidak hanya terbatas di daerah USO. Tujuannya agar anggaran yang dikeluarkan dari dana publik dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien,” tutur Alamsyah.
Selain melakukan institutional review terhadap BAKTI, Ombudsman juga akan melakukan penguatan pengawasan terhadap industri telekomunikasi melalui penguatan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Caranya dengan mendesak pemerintah untuk menaikkan anggaran BRTI. Selama ini anggaran BRTI hanya RP 3 miliar pertahun.
“Perangkat dan personil pengawasan di BRTI juga harus ditingkatkan dan itu membutuhkan anggaran yang besar. Ombudsman menginginkan jika terjadi permasalahan di industri telekomunikasi, maka BRTI lah yang harus di depan, bukan polisi. Yang terjadi saat ini polisi di depan BRTI yang menjadi ahlinya. Itu ngak benar. Ombudsman ingin pengawasan di industri telekomunikasi harus dilakukan oleh orang yang benar-benar kompeten,” pungkas Alamsyah.