Survei: Anak-anak di Asia Pasifik Tidak Suka Belajar Online

pada 3 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

 

Ilustrasi (Foto: Avel Chuklanov / Unsplash)

Uzone.id- Lebih dari separuh anak-anak di kawasan Asia Pasifik (55 persen), yang telah beralih ke pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau online akibat pandemi, ternyata lebih memilih pendidikan tatap muka.

Hampir 1 dari 2 anak-anak Asia lebih menyukai kelas tatap muka daripada sesi pembelajaran online. Nyatanya, Asia Pasifik merupakan yang terendah dibandingkan dengan wilayah lain secara global.

Mayoritas anak-anak di Asia Pasifik tidak menyukai belajar online karena harus menghabiskan banyak waktu di depan layar (74 persen). Masalah teknis yang sering terjadi juga menjadi salah satu faktor kekecewaan (60 persen).

Selain itu, sebanyak 57 persen siswa juga lebih sulit untuk memahami materi pendidikan pada pembelajaran jarak jauh dibandingkan dengan kelas offline.

BACA JUGA:4 Meme Ucapan Selamat untuk Greysia/Apriyani Bikin Perut Mules

Kemudian, lebih dari setengahnya juga mengaku bahwa mereka merindukan aktivitas bermain dan mengobrol dengan teman-teman di sela-sela kelas.

Meskipun begitu, hampir setengah (45 persen) masih menyatakan bahwa mereka lebih menyukai pembelajaran jarak jauh.

“Transisi menuju pembelajaran jarak jauh selama pandemi telah menjadi tantangan nyata bagi anak-anak, orang tua, dan guru," kata Andrey Sidenko, Head of Online Child Safety Department di Kaspersky, yang disampaikan kepada Uzone.idmelalui email, Selasa (3/8/2021). 

Dia menambahkan, kurikulum pendidikan juga perlu segera direstrukturisasi agar tidak memengaruhi pembelajaran siswa. Namun sayangnya, kata dia, karena berbagai keadaan, ini nampaknya belum memungkinkan.

"Berdasarkan penelitian kami, satu dari setiap lima keluarga, secara global, mengatakan bahwa kurikulum sepenuhnya disesuaikan dengan kondisi terbaru," kata Andrey Sidenko.

Menurtnya, meskipun cara offline masih merupakan bentuk pendidikan sekolah yang paling efektif, namun penting untuk memperkenalkan berbagai elemen digital dan interaktif ke dalam proses pendidikan.

Data yang diperoleh Kaspersky menunjukkan mata pelajaran yang paling sulit dipahami oleh anak-anak di kawasan Asia Pasifik selama pembelajaran jarak jauh adalah eksakta dan ilmu alam: matematika (48 persen), kimia (28 persen), fisika (25 persen) dan biologi (25 persen). Tren ini juga hampir sama ditunjukkan pada wilayah lain secara global.

Dilaporkan juga sebanyak 68 persen orang tua di kawasan Asia Pasifik menyatakan tidak ingin melanjutkan format pembelajaran ini setelah pandemi.

"Alasan utamanya adalah kekhawatiran tentang anak-anak yang menghabiskan terlalu banyak waktu di depan layar (68 persen) dan penurunan kualitas pendidikan secara umum (48 persen)," katanya.

Selain itu, komentar Chris Connell, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky. mengungkapkan bahwa pembelajaran jarak jauh selama pandemi nyatanya telah membuat semua orang yang terlibat mengalami cukup rasa stres dan kelelahan, baik itu terhadap anak-anak, orang tua, dan guru.

"Namun, bahkan orang dewasa sekalipun tidak selalu membuat keputusan yang tepat untuk membantu mempermudah kehidupan anak-anak mereka karena mereka juga beradaptasi dengan format baru. Ini dapat dilihat dengan jelas di polling" kata Chris Connell.

Menurutnya, kesimpulannya sederhana: ketika dunia modern menghadapi situasi yang belum pernah dihadapi sebelumnya, para pengajar dan edukator harus menguasai keterampilan mengajar terbaru untuk pembelajaran jarak jauh menggunakan berbagai alat digital yang dikombinasikan dengan pembelajaran offline.