Syahrini di Kota Nabi

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

 

Malam itu, usai waktu Maghrib, suasana Kota Madinah cukup ramai. Jalan protokol di kawasan Distrik Al-Masani' yang mengarah ke Masjid Nabawi cukup ramai.

Warga kota dan jamaah calon haji yang menginap di hotel-hotel seputar Masjid Nabawi tampak lalu-lalang di jalanan. Sebagian orang nampak berkerumun di pasar tenda yang terdapat di dekat Hotel Al-Awael.

Para jamaah calo haji kebanyakan dari negara-negara seperti India, Bangladesh, Pakistan dan China (Muslim Uighur). Belum nampak jamaah dari Indonesia karena memang mereka belum diberangkatkan dari Tanah Air.

Kota Madinah memang hidup di waktu malam di puncak musim panas yang sangat menyengat. Jarang sekali terlihat warga lalu-lalang di jalanan saat siang. Hanya mobil dan kendaraan jenis seperti truk pengantar barang yang berseliweran.

Warga kota lebih banyak beraktivitas di dalam ruangan di tengah suhu yang berkisar 48-50 derajat Celsius. Sengatan sinar mentari di musim panas ini memang luar biasa.

Bagi yang tak terbiasa hidup di kawasan empat musim, suhu Arab Saudi memang sangat menyiksa. Bibir pecah-pecah, flu, dehidrasi bahkanheat strokebakal menghantui.

Dan Madinah yang disebut Kota Nabi ini juga begitu. Jangankan warga asing, warga asli saja jarang keluar rumah di siang hari jika memang tak ada kebutuhan mendesak.

Angin yang berembus kencang tak terasa semilir di wajah, namun panas seolah menembus kulit. Maka, malam hari adalah pilihan terbaik untuk menikmati suasana kota.

Aktivitas perdagangan di Madinah pun begitu. Usai Maghrib, hampir semua kios dan toko di Jl King Fahd bin Abdul Azis buka pintu.

Para jurnalis yang tergabung dalam timMedia Center Haji (MCH) 2017tentu tak ingin melewatkan kesempatan menikmati malam di kota ini. Apalagi malam itu adalah malam pertama mereka berada di Madinah.

Rencananya, para wartawan akan membeli kartu Sim Card (nomor telepon genggam) Arab Saudi sebagai pengganti nomor Indonesia.

Berdasarkan referensi dari temus (tenaga musiman) atau orang yang bertugas membantu PPIH Arab Saudi, kartu Mobili adalah pilihan terbaik.

Kebetulan satucounterMobili terdapat di lantai dasar sebuah hotel depan gerbang Masjid Nabawi. Di sisi kanan jalan yang mengarah ke Haram atau Masjid Nabawi terdapat beberapa hotel.

Biasanya di lantai dasar hotel-hotel ini terdapat toko yang menjual aneka rupa barang, terutama pakaian. Penjaga toko ini adalah pria-pria Arab dengan pakaian khasnya.

Mereka biasanya menyapa para pejalan kaki yang menuju masjid. Apalagi jika melihat wajah-wajah Indonesia, mereka kian semangat menjajakan dagangan.

Ketika para wartawan tim MCH melintas di depan Hotel Dar El Hijrah Continental, seorang pria Arab langsung berteriak, “Ayo belanja, belanja. Syahrini, Syahrini...” ujarnya dalam bahasa Indonesia yang cukup fasih. Maksudnya jelas menyebut Syahrini yang dikenal sebagai selebritis atau pesohor di Tanah Air.

Tak pelak para awak media sontak terpingkal-pingkal mendengar kata-kata promosi pramuniaga toko di lantai dasar Hotel Dar El Hijrah Intercontinental itu.

“Subhanallah... Syahrini terkenal banget ya. Sampai-sampai Syekh Arab fasih mengucap namanya,” celetuk seorang jurnalis yang ditimpali riuh ketawa rekan-rekannya.

“Tidak, terima kasih. Besok-besok saja,” teriak seorang wartawan, menimpali ucapan si pria Arab.

Penjaga toko itu hanya tersenyum sembari melambaikan tangan, mempersilakan para peliput haji meneruskan langkah menuju toko penjualsim card.*