Tarif Ojek Online Naik, Pemain Baru Masih Sulit Saingi Gojek dan Grab

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menetapkantarif ojekonline, yang berlaku sejak 1 Mei 2019. Kebijakan ini bisa menjadi peluang bagi pemain baru di bisnis berbagi tumpangan (ridehailing) untuk merebut pasar. Namun, beberapa peneliti menilai sulit bagi pemain baru bersaing denganGojekdanGrab.

AnterindanBoncengmisalnya, tidak menerapkan sistem komisi kepada mitra pengemudinya seperti Gojek dan Grab. Dengan begitu, keduanya bisa menerapkan harga layanan yang lebih murah ketimbang Gojek dan Grab.

Meski begitu, beberapa peneliti menilai kedua pemain baru ini tetap sulit menyaingi Gojek dan Grab. “Mereka butuh pendanaan yang besar. Lalu, apakah mereka bisa dapat keuntungan dari bisnis dengan skema itu,” ujar Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal di Jakarta, Senin (6/5).

(Baca:Bonceng, Pemain Baru Ojek Online Tawarkan Pembebasan Komisi Tarif)

Pendanaan tersebut dibutuhkan untuk mengembangkan sistem dan adopsi teknologi. Selain itu, Gojek dan Grab terkadang memberikan subsidi kepada konsumen. Di samping itu, armada Gojek dan Grab cukup besar. Untuk itu, menurut Fithra sulit bagi kedua pemain baru ini menyaingi Gojek dan Grab.

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (iDEA) Ignatius Untung sependapat dengan Fithra. Ignatius menilai, kedua pemain baru tersebut perlu pendanaan besar untuk bisa bersaing dengan Gojek da Grab. “Tanpa pendanaan luar biasa, sepertinya akan berat bagi pemain baru masuk ke sektor yang sudah banyak pemainnya,” ujarnya kepada Katadata.co.id.

(Baca:Survei RISED: Mayoritas Konsumen Tolak Kenaikkan Tarif Ojek Online)

Tanpa memungut komisi 20%, Anterin menerapkan sistem setoran Rp 20 ribu per hari kepada mitra pengemudinya. Setoran itu dibayarkan selama tiga tahun. Setelah itu, motor yang dipinjamkan Anterin.id akan menjadi milik mitra pengemudi. Untuk bisa menjalankan skema bisnis ini, Anterin bekerja sama dengan TVS Motor. Pada 2018, Anterin menyewakan 4 ribu motor matic 110 cc.

(Baca:Grab: Bisnis Keuangan 20 Kali Lebih Besar daripada Berbagi Tumpangan)

Bonceng menerapkan skema setoran Rp 50 ribu setiap pekan kepada mitra pengemudinya. Bonceng beroperasi sejak November 2018, tetapi sistemnya belum bekerja secara penuh. CEO sekaligus Founder Bonceng Faiz Nouval mengaku baru memberikan sekitar 700 paket jaket dan helm kepada mitra pengemudi.   "Sudah ada sekitar 22 ribu lebih calon driver baik motor maupun mobil," ujarnya, pada Maret 2019 lalu.

Saat ini, layanan Bonceng terbatas di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Namun, jumlah pengguna aktif Bonceng mendekati 30 ribu saat ini. Bonceng memiliki empat layanan yakni Bonceng Motor, Bonceng Mobil, Bungkus untuk pesan-antar makanan, serta Bingkis untuk pengiriman barang.

Dari segi pendanaan, Faiz mengklaim sudah ada sekitar tujuh pelaku usaha dalam dan luar negeri yang ingin memberikan dukungan. Namun, Bonceng masih menutup diri untuk membebaskan diri dari beban tanggung jawab kepada investor. "Kami ingin membuktikan kalau sistem kemitraan saja cukup untuk meningkatkan pengguna," kata dia.

(Baca:Pemerintah Kaji Tarif Ojek Online Satu Minggu Setelah Kenaikan)

Salah satu mitra pengemudi Gojek, Sopian tertarik dengan skema yang diterapkan oleh Anterin dan Bonceng. Sebab, biaya sewa yang dikenakan aplikator tersebut tergolong murah dan menguntungkan bagi mitra pengemudi. “Kalau rajin, bisa dapat kendaraan dalam tiga tahun,” ujarnya kepadaKatadata.co.id.

Apalagi, kedua pemain baru tersebut tidak memungut komisi 20% dari setiap transaksi. Hanya saja, Sopian akan mempelajari lebih dulu skema bisnis Anterin dan Bonceng. Baru memutuskan akan beralih ke aplikator lain atau tidak.

Mitra pengemudi Grab, Eka juga tertarik bermitra dengan kedua pemain baru tersebut. Apalagi, dia hanya perlu menyisihkan Rp 10 ribu per hari untuk setoran Rp 50 ribu per minggu ke Bonceng. “Sisa dari uang yang disisihkan itu bisa buat saya,” kata dia.

(Baca:Gojek Terapkan Tarif Terbaru, Pengemudi Ojek Online Batal Mogok)