Sebagai atletbadminton, Taufik Hidayatsudah bisa pensiun dengan senyum di wajahnya. Taufik adalah wujud mimpi yang bisa diubah menjadi realita.
Datang ke pelatnas Cipayung pada tahun 90-an adalah salah satu momen menyenangkan sekaligus menegangkan. Siapa yang tak senang bisa berlatih dan berbagi lapangan dengan pebulutangkis berlabel bintang macam Hariyanto Arbi, Hendrawan, dan Joko Suprianto.
Namun jelas beban yang ada bakal terasa luar biasa. Nomor tunggal putra di era 90-an sangat menakutkan. Banyak nama-nama besar seperti Alan Budikusuma dan Ardy B. Wiranata yang berprestasi internasional. Tiap pemain yang baru masuk pasti akan dibenturkan oleh nama-nama besar tersebut.
Taufik masuk di momen saat pebulutangkis top era 90-an sudah memasuki pengujung karier. Taufik dan kawan-kawan adalah pemain-pemain yang bisa dipercaya mengusung nama tunggal putra tetap berada di papan atas pada generasi berikutnya.
Taufik sukses membuktikan bahwa ia tak silau dengan nama besar. Ia tak hidup dalam bayang-bayang pemain-pemain Indonesia yang lebih dulu tenar di era sebelumnya.
Taufik Hidayat meraih medali emas Olimpiade 2004 di Athena. (AFP PHOTO/GOH CHAI HIN)
Taufik mampu bersinar dan membuat jalan cerita atas namanya sendiri. Ia sudah jadi pemain nomor satu dunia di usia 19 tahun sebelum akhirnya gelar-gelar bergengsi jatuh ke dalam pelukannya.
Air mata Taufik di final Olimpiade Athena 2004 dan pekikan kemenangan di Kejuaraan Dunia 2005 adalah momen terbesar Taufik dalam kariernya. Di luar itu, ada sederet gelar bergengsi lainnya, mulai dari Piala Thomas, medali Asian Games, dan rentetan gelar grand prix BWF.
Banyak yang menganggap Taufik adalah perwujudan limpahan bakat. Kemampuan teknik, terutama backhand smash miliknya, dianggap tak bakal bisa dengan mudah diikuti oleh pemain lain hanya bermodal tekad.
Namun di dunia olahraga, talenta tak pernah berdiri sendirian mendorong seorang pemain jadi bintang. Ia selalu bergandengan dengan komitmen dan kerja keras untuk membentuk pemain yang bisa tampil sebagai pemenang.
Taufik Hidayat terkenal kritis semasa menjadi pemain. (ROSLAN RAHMAN / AFP)
Taufik pun tak melalui jalan lapang untuk jadi bintang. Jalannya tetap terjal dan tetap menghadapi risiko untuk gagal.
Taufik kecil adalah sosok anak yang rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk bolak-balik pergi ke tempat latihan. Taufik kecil adalah anak yang rela mengesampingkan kegemarannya bermain sepak bola, demi mimpi jadi atlet badminton dunia.
Ketika sudah ada di pelatnas, ia sadar bahwa pelatnas bukan tujuan akhir, melainkan hanya batu pijakan untuk melompat jauh lebih tinggi. Determinasi dan motivasi terus ia jaga dalam perjuangan menjadi yang terkuat.
Dan pada akhirnya, mimpi menjadi pebulutangkis terhebat di dunia pun berhasil ia ubah jadi nyata.
Taufik Hidayat nyaris pindah ke Singapura. (TENGKU BAHAR / AFP)
Garang di Dalam dan Luar Lapangan
Beberapa waktu lalu, Taufik Hidayat sempat mengkritik performa tunggal putra. Ada yang setuju dengan kritik Taufik, tetapi banyak pula yang kontra dengan sikapnya.
Taufik dan kritik adalah dua hal yang seolah saling terikat. Taufik mengkritik dan memberi saran bukan karena ia merasa sudah pernah memenangkan segalanya. Kritik seolah sudah jadi salah satu hal alami yang ada dalam diri Taufik, karena ia sudah sering melakukan hal tersebut saat masih aktif di lapangan.
Taufik adalah pemain yang seringkali terlibat friksi dengan pengurus PBSI yang seringkali bermula dari kritik. Kontroversi nyaris pindah ke Singapura dan keluar pelatnas adalah cerita-cerita yang menghiasi kehebatan Taufik di lapangan.
Terlepas dari salah atau benar, Taufik adalah pemain yang punya komitmen dan memegang sikap atas hal yang ia percaya dan yakini. Saat keluar pelatnas di tahun 2009, Taufik merintis karier independen yang saat itu masih belum umum dan banyak dilakukan.
Taufik membuktikan ada jalan lain untuk bisa berprestasi meski tak lagi jadi anggota pelatnas Cipayung. Saat itu Taufik bisa kembali ke papan atas dan jadi runner up Kejuaraan Dunia 2010.
Soal mengkritik pemain, Taufik sudah sering melontarkan hal itu saat ia masih berstatus sebagai pemain. Taufik sering mengkritik dan mendorong junior-juniornya agar lebih berprestasi.
Bukan hanya sekadar arogan, Taufik juga berkapasitas sebagai pemimpin di luar lapangan. Ia sering menjadi perwakilan pemain untuk menghadapi pengurus bila ada hal-hal yang perlu dibicarakan.
Mengenang Taufik adalah mengenang salah satu pebulutangkis terbaik dalam sejarah badminton Indonesia. Tentang kontroversi-kontroversi yang ada, maka hal itu justru makin memperkaya cerita.