Terbukti Langgar UU ITE, Sopir Blue Bird Divonis 1,5 Tahun
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membacakan putusan terhadap supir taksi Blue Bird, Feriyanto yang didakwa telah melakukan melanggar Pasal 28 ayat (2) Jo. 45 ayat (2)UU No.11 Tahun 2008tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) juncto Pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Hakim memvonis Feriyanto hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan.
“Memutus bahwa terdakwa bersalah karena telah melakukan tindakan pidana karena terbukti menyebar rasa kebencian menjatuhkan pidana 1 tahun 6 bulan, dipotong masa tahanan dan membayar denda sebesar Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan,” ujar Hakim Amat Khusaeri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/8).
Dalam pertimbangannya, hakim menganggap bahwa Feri terbukti terlibat melakukan tindak pidana dengan menebar unsur SARA melalui akun facebook-nya. “Tidak sepakat dengan pembelaan penasehat hukum. Menyatakan Feri dinyatakan terlibat melakukan tindak pidana dengan menyebarkan unsur SARA melalui akun facebooknya. Terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 160 KUHP. Bahwa benar terdakwa mengajak pul taksi berbuat menentang taksi berbasis online melalui akun facebooknya,” ujarnya.
Kuasa hukum Feri, Riesqi Rahmadiansyah menyatakan kecewa dengan putusan hakim dan akan mengajukan banding pada Selasa depan. Dia menyayangkan putusan tersebut dan mengganggap putusan tersebut tidak adil. Pasalnya, jika kliennya dinyatakan melakukanhard-speechbanyak orang di luar sana yang lebih melakukan hard-speech tidak disidik.(Baca Juga: Posting Gambar Pisau, Sopir Taksi Dijerat UU ITE)
“Saya sangat kecewa dengan putusan tersebut. Ini sangat aneh dan mencederai kebebasan berserikan dan kekpresi. Selain itu putusan ini seperti ada muatan lainnya. Terbukti setelah Pak Feri ditangkap tidak ada lagi yang tidak setuju terhadap transportasi yang berbasis aplikasi,” ujar Riesqi kepadahukumonline.
Untuk diketahui, pemilik akun Facebook "Feriyanto Pendekar BlueBird" ditangkap pada 22 Maret 2016 karena dianggap melakukan tindak provokasi untuk berdemo. Oleh Jaksa Penuntut Umum, Feriyanto didakwa Pasal 28 ayat (2) Jo. 45 ayat (2) UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Dia juga didakwa Pasal 160 KUHP tentang penghasutan.
Riesqi mengatakan pada saat terjadi aksi besar-besaran pengemudi taksi, kliennya tidak ikut dalam aksi tersebut. Dia mempertanyakan bagaimana mungkin kliennya dapat ditetapkan sebagai tersangka, padahal kliennya masih bekerja (narik) pada hari yang sama. "Feri juga bukan siapa-siapa. Bahkan pada hari H, Feri itu sedang narik dia tidak ikut aksi," ucap Riesqi.
Sedangkan tuduhan yang menyatakan bahwa Feri Yanto merupakan provokator sehingga terjadi kerusuhan, menurut Riesqy hal itu sangat mengada-ada karena aksi yang digelar oleh pengemudi Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) merupakan aksi damai. Sedangkan yang rusuh ada di daerah Senayan, Semanggi, dan Sawah Besar. Daerah itu bukan tempat Feri bernaung.
"Pasalnya aksi yang dilakukan oleh pengemudi taksi yang berlangsung di depan Istana Negara berlangsung baik-baik saja. Yang anarkis di Sawah Besar, Senayan, dan Semanggi. Itupun bukan dari tempat Feri bernaung, bukan dari PPAD. Jadi ahli yang aneh kalau jaksa mendakwakan feri adalah yang membuat kerisuhan di Senayan, Semanggi, dan Sawah Besar. Jaksa tidak cermat dan jelas. Mendakwa yang imajiner mengatakan Feri ini memancing kerisuhan aksi yang berlangsung anarkis," paparnya.