Terlalu Banyak Hoax, Penulis Cerita Horor Stephen King Hapus Akun Facebook

pada 5 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

 

Uzone.id- Penulis cerita horor, Stephen King memutuskan untuk tidak lagi bermain Facebook. Dia mengaku sangat khawatir dengan banyak beredarnya informasi salah dan hoax di jejaring sosial milik Mark Zuckerberg itu.

Stephen King mengungkap jika Facebook benar-benar telah salah arah. Mereka membiarkan banyak politikus untuk berbohong dalam kampanye politiknya. Facebook kemudian menyebarkannya demi uang.

“Saya berhenti menggunakan Facebook. Saya tidak nyaman dengan informasi palsu yang membanjiri Facebook, menyebarkan iklan politik yang palsu. Saya juga tidak yakin Facebook bisa melindungi privasi penggunanya,” ujar King, dalam akun Twitternya, seperti dikutip Cnet.

Selain mengungkap kekhawatirannya, King juga mengajak para followernya untuk meramaikan Twitter. Akun Facebook King yang telah memiliki 5,6 juta pengikut telah dihapus sejak tweet itu ditulis.

Baca juga:Video Penampakan Samsung Galaxy Flip

Facebook memang kukuh dalam penolakannya untuk mengubah kebijakan tentang konten iklan politik. Padahal jejaring sosial itu telah dituduh sebagai pihak yang menyebarkan hoax, sampai-sampai Trump memenangkan pemilihan presiden AS. Facebook pun ditantang untuk merevisi kebijakannya agar insiden yang sama tidak terulang saat pilpres 2020 nanti.

Demokrat dan kelompok-kelompok hak-hak sipil telah mengkritik Facebook karena menyebarkan kebohongan. Sementara politisi dan kelompok konservatif menuduh bahwa jaringan sosial itu dan para pesaingnya telah menyensor suara mereka.

CEO Mark Zuckerberg dan eksekutif Facebook lainnya telah membela keputusan perusahaan, mengatakan anggota masyarakat memiliki hak untuk mengambil keputusan sendiri tentang apa yang dikatakan politisi.

"Saya tidak berpikir kebanyakan orang ingin hidup di dunia di mana Anda hanya dapat memposting hal-hal yang oleh perusahaan teknologi dianggap 100 persen benar," kata Zuckerberg selama hampir 40 menit pidatonya di Universitas Georgetown pada bulan Oktober lalu.