Tiket Mahal, Kunjungan Wisatawan Domestik ke Bali Turun 12%
Kenaikanharga tiket pesawatmenyebabkan kunjungan wisatawan domestik ke Bali menurun 12% sejak Januari sampai saat ini. Kondisi tersebut menyebabkanwisatawan domestikyang datang ke Pulau Dewata sebagian beralih menggunakan transportasi darat.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali A A Gede Yuniartha Putra mengatakan, kenaikan harga tiket domestik telah berdampak buruk terhadap pariwisata Bali. "Hampir di seluruh bandara sekarang sepi. Sejak kenaikan harga tiket pada Januari hingga sekarang, jumlah wisatawan domestik yang datang ke Bali turun sekitar 12%," kata Yuniartha di Denpasar, Senin (3/6).
(Baca:Tiket Pesawat Mahal, Kunjungan Wisatawan Turun Hingga 30%)
Karenanya, dia pun mendukung wacana pemerintah yang ingin mengundang lebih banyak lagi penerbangan luar bermain di Indonesia.
Yuniarta mengatakan sejauh ini mahalnya harga tiket tidak terpengaruh pada kedatangan dari wisatawan asing yang berkunjung ke Bali.
Menurutnya, persoalan harga tiket yang mahal bisa menyebabkan para wisatawan beraih ke moda transportasi darat. Terlebih dengan keberadaan infrastruktur Trans Jawa, Trans Sumatera, dan lainnya.
"Kalau mereka beralih dengan transportasi darat tentu akan lebih mudah untuk mencapai destinasi, karena sekarang juga sudah dimudahkan dengangoogle mapyang juga membuat orang mudah mencapai suatu tujuan wisatanya ke mana pun, " katanya.
(Baca:Pengusaha Hotel Dukung Jokowi Buka Pintu bagi Maskapai Asing)
Pemerintah Provinsi Bali optimistis jumlah kunjungan wisatawan domestik, khususnya pada liburan Lebaran akan mengalami peningkatan. Karena dia optimistis, wisatawan domestik yang tetap melirik Bali sebagai destinasi wisata favorit saat libur panjang.
Buka Maskapai Asing
Mahalnya harga tiket pesawatyang berimbas pada sektor wisawata juga banyak dikeluhkan pengusaha wisata dan perhotelan.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mendukung rencana pemerintah untuk membuka pintu bagi maskapai asing. Rencana ini diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membuat harga tiket pesawat menjadi lebih kompetitif.
Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mengatakan, perhimpunannya telah menduga tingginya harga tiket disebabkan kurangnya persaingan maskapai di Indonesia. “Jadi ini (kebijakan open sky) tentu saja kabar yang sangat menggembirakan bagi kami," ujar Hariyadi seperti dikutip dalam siaran pers, Sabtu (1/6).
Menurutnya, PHRI pun pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk membuka kerja sama dengan maskapai asing agar mereka dapat menambah opsi rute domestik di Indonesia. Di antaranya, dengan Jetstar, AirAsia, dan lainnya. Ia melanjutkan, hingga saat ini harga tiket pesawat masih terlalu mahal.
Menurutnya, mahalnya tiket ini mempengaruhi dunia usaha pariwisata terutama untuk jasa travel dan penginapan hingga menyebabkan tingkat hunian kamar (okupansi) menurun.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ini mengatakan bahwa dengan hanya ada dua grup maskapai penerbangan di Indonesia maka dinilai kurang ada persaingan yang sehat.
Menurutnya, kondisi pasar duopoli tersebut memunculkan kerentanan persaingan harga yang tidak sehat dalam suatu industri. Sebab, ketika salah satu pelaku usaha menerapkan kenaikan harga, maka pelaku usaha yang lain akan mengikuti. "Sehingga masyarakat menjadi tidak ada pilihan," ujarnya.