Tolak 250 Ribu Deepfake Pemilu, ChatGPT Ogah Ikut Terjun ke Politik

pada 1 bulan lalu - by
Advertising
Advertising

Uzone.id— Musim politik memang rawan dengan ragam konten hoaks untuk memojokkan masing-masing kandidat. Salah satu caranya adalah dengan menyebar deepfake yang dibuat dari platform-platform berbasis AI.

Baru-baru ini, OpenAI mengungkap bahwa ChatGPT telah menjauhkan diri dari bahasan politik termasuk menolak kurang lebih 250.000 permintaan untuk membuat konten deepfake kandidat presiden AS menggunakan DALL-E, platform AI generatif milik OpenAI.

“Satu bulan menjelang Pemilu AS, ChatGPT menolak sekitar 250.000 permintaan untuk membuat gambar deepfake di DALL-E dari Presiden terpilih Trump, Wakil Presiden Harris, Wakil Presiden terpilih Vance, Presiden Biden, dan Gubernur Walz," kata OpenAI dalam sebuah posting blognya.

 

 

Tak hanya melakukan penolakan, ChatGPT juga di-setting untuk menghindari opini politik pada kandidat dan memposisikan platformnya sebagai pihak yang netral. Hal ini berbeda dengan chatbot Grok AI milik Elon Musk yang dengan gamblang menunjukkan kegembiraan bahwa Trump menang.

OpenAI sendiri sudah lebih dulu membuat ‘batasan’ pada platform chatbotnya untuk mencegah penyalahgunaan seperti deepfake atau percakapan yang meniru kandidat presiden. 

OpenAI juga menginstruksikan ChatGPT untuk menjawab pertanyaan tentang pemungutan suara dengan cara mengarahkan pengguna ke CanIVote.org, situs informasi pemungutan suara AS yang dikelola oleh National Association of Secretaries of State. 

 

 

“ChatGPT memberi sekitar 1 juta tanggapan yang memberi tahu pengguna untuk memeriksa situs pemungutan suara pada bulan sebelum 5 November,” kata perusahaan tersebut.

OpenAI juga mengatakan bahwa pada Hari Pemilihan, ChatGPT merujuk pengguna untuk masuk ke situs Associated Press dan Reuters untuk mencari tahu soal hasil pemilihan umum di AS.

Adanya penjelasan ini menjadi respon ChatGPT di tengah kekhawatiran orang-orang terhadap AI yang diklaim akan mendatangkan malapetaka selama kampanye. Chatbot maupun platform AI disebut bisa menghasilkan huru-hara dan kecurangan termasuk pembuatan deepfake, teori konspirasi, hingga ms informasi bagi pengguna untuk kemudian disebarkan secara luas di media sosial.