Transformasi Jamu Gendong, Dulu dan Kini

pada 7 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Jamu menjadi minuman yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Minuman tersebut memang dipercaya memiliki manfaat kesehatan yang baik bagi tubuh karena terbuat dari bahan-bahan tumbuhan dan rempah-rempah.

Sejumlah label jamu pun sudah dikenal oleh masyarakat salah satunya adalah Jamu Cap Nyonya Meneer. Namun, sayang belum lama ini Nyonya Meneer dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Padahal Nyonya Meneer sempat mencapai puncaknya sebagai salah satu cikal bakal industri jamu terbesar di Indonesia tahun 1919.

Kebiasaan minum jamu pun masih bertahan hingga saat ini. Sejak puluhan tahun lalu bukan hal yang aneh ketika melihat seorang perempuan mengenakan kebaya lengkap dengan kain sebagai bawahannya berjalan sambil menggendong bakul berisikan botol-botol jamu. Mereka adalah pedagang jamu gendong.

Harga segelas jamu yang relatif murah membuat minuman herbal itu diminati. Meski demikian pedagang jamu gendong pun sudah mulai tergerus oleh zaman.


Intan Budijanto, seorang perempuan yang akhirnya meneruskan lahirnya jamu gendong di era modern. Namun, bukan lagi sebagai perempuan berkebaya yang menggendong bakul dengan botol-botol jamu, dia pun menggunakan fasilitas internet untuk menjajakan jamu jualannya tersebut.

Berdiri sejak 2014 jamu yang dinamakan Jamu Gendong itu dia buat bersama dengan suaminya, Gusti Anom. Jamu dinilai sebagai satu solusi yang tepat ketika Gusti harus menerima kenyataan dirinya di PHK dari perusahaan tempatnya bekerja. Padahal Gusti juga merupakan seorang pembalap yang biasa digunakan jasanya oleh perusahaan.

Bermodalkan resep jamu turun temurun dari sang nenek, Intan dan Gusti pun memulai usaha kecil-kecilan tersebut. Uniknya justru Gusti yang meramu resep jamu tersebut sedangkan Intan sebagai marketing.

“Sekitar tiga tahun lalu kan suami saya kena pengurangan karyawan di kantornya dan sejak itu kebetulan suami saya sudah tidak mau kerja kantoran lagi kan rumah kami di Cinere sedangkan Cinere ke Fatmawati itu kan macetnya banget. Intinya dia sudah tidak mau kerja kantoran dan mau usaha saja,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/8).

“Ibu saya bilang kenapa tidak jualan jamu saja. Awalnya juga saya mikir kok jualan jamu ini siapa yang mau beli, sudah gitu kami juga tahu jamu keliling segelas hanya tiga ribu, saya pikir tidak mungkin jual lebih mahal,” ucapnya kemudian.


Intan dan Gusti pun tetap mencoba untuk membuka usaha jamunya. Dengan modal secukupnya, mereka menggunakan botol bekas air mineral 600 mililiter sebagai kemasan untuk jamu. Keduanya pun menjual kepada warga sekitar dan teman-temannya. Seiring berjalannya waktu Intan mendapat saran dari temannya untuk mengganti kemasan yang digunakannya dan melabeli jamu tersebut dengan merek milik mereka.

Dengan bermodalkan internet, Intan mencari kemasan botol untuk jamunya. Dia pun mendapatkannya. Sedangkan untuk merek jamu, keduanya membuat merek Jamu Gendong atau disingkat Jadong.

“Awalnya ibu menyarankan untuk Jamu Eyang karena resepnya kan didapat dari eyang tapi menurutku sudah biasa. Aku pikir aku ingin membuat merek yang melekat di pikiran masyarakat seperti kalau mereka membeli air mineral apapun mereknya biasanya mereka hanya menyebut satu merek. Akhirnya saya buat merek Jamu Gendong karena nama ini kan sudah sering orang sebut,” tuturnya.

Tidak kehabisan akal, Intan yang biasa menjual jamu hanya kepada teman dan tetangga pun merambah dengan memanfaatkan akun media sosial seperti instagram. Jamu yang dijualnya pun bisa dipesan dengan online melalui aplikasi tersebut.


Peminat jamu,  kata Intan, ternyata masih banyak di sini. Kebanyakan Intan mendapatkan pesanan dari penghuni apartemen dan pegawai kantoran di kawasan Kuningan hingga Sudirman.

Intan pun berani menjamin jika bahan yang digunakannya alami. Dia juga rela membeli alat rangsing yang berguna untuk membersihkan tanah-tanah pada kulit kunyit dan jahe.

“Saya bikin kemasan jamu premium yang bahannya benar alami, kunyit saya bersihin manual kadang-kadang sampai punya mesinnya juga untuk membersihkannya. Akhirnya saya serius mengerjakan usaha ini hingga masuk ke UKM Depok difasilitasin untuk izin Dinas Kesehatan dan sekarang sudah memiliki izin,” ucapnya.

Jamu yang dijual oleh Intan adalah kunyit asem, beras kencur, temulawak, gula asem dan jus pelangsing. Untuk gula dalam resepnya, Intan menggunakan gula aren dan gula batu. Dia mengaku menghindari penggunaan gula pasir karena takut akan manis yang menyebabkan diabetes.

Saat ini penjualan jamu tersebut juga sudah masuk ke salah satu restaurant yang membuka cabangnya di Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Jakarta.


Khasiat kesehatan

Intan mengaku senang dengan usaha membuat jamu tersebut. Menurut dia, jamu yang serupa dengan minuman herbal dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan minuman sehat.

Dia mencontohkan, salah satu yang bermanfaat dari jamunya adalah untuk melancarkan menstruasi pada perempuan. Kebanggan pun dimilikinya ketika salah satu temannya mengaku dapat lancar menstruasi setelah minum jamu yang diberikannya.

“Perempuan kan ada yang menstruasinya tidak lancar, ada yang bisa tujuh bulan sekali atau sembilan bulan sekali. Dulu teman saya pernah tidak lancar menstruasinya, dia juga mengidap kanker otak, terlalu banyak obat yang dikonsumsinya. Saya memberikan jamu yang saya buat untuknya, hingga akhirnya teman saya ke dokter memeriksakan dirinya yang dikira pendarahan,” ucapnya.

“Saya juga sempat kaget dan takut saat itu tapi ternyata itu bukan pendarahan melainkan menstruasi. Padahal dia sudah melakukan berbagai cara untuk bisa menstruasi. Saya sungguh senang dengan kabar itu,” tuturnya kemudian.

Selain itu, Intan mengaku, dia juga senang karena jamu dapat membuat orang jauh dari pegal linu dan sakit-sakitan. Ibaratnya seorang dokter, Intan mengatakan, dia dapat membantu orang lain untuk kesehatan.


Tak malu jual jamu 

Tidak menutup kemungkinan seseorang biasanya malu dengan profesi sebagai penjual jamu. Namun bagi Intan profesi itu justru membanggakannya.

Menurut dia, banyak keuntungan yang didapatkannya dengan berjualan jamu seperti membantu hidup sehat, mengenal resep tradisional dan mengenal beragam rempah yang ada.

Tidak hanya itu, kebanggannya menjadi penjual jamu pun ditanamkan kepada kedua anaknya. “Saya selalu bilang kepada anak-anak saya, kalau ditanya profesi ayah dan ibu, bilang saja penjual jamu. Jangan malu untuk mengatakannya,” ucapnya.

Dari situlah justru Intan juga mendapat banyak pertanyaan dari orang tua murid lainnya yang ingin mengenal dan menikmati jamu miliknya.

Berita Terkait