Wacana Tiket KRL Berbasis NIK Banjir Protes, Bagaimana Nasib Tarifnya?
Uzone.id —Pemerintah berencana untuk menerapkan sistem baru untuk tarif kendaraan umum KRL (Kereta Rel Listrik) Commuter Line. Tarif dan layanan transportasi publik yang biasanya dirasakan oleh masyarakat umum (tanpa syarat tertentu) dengan harga murah, kemungkinan akan segera berubah dengan adanya sistem baru ini.
Melalui platform Instagram dan X, warga Indonesia beberapa hari belakangan ini melakukan protes massal, salah satunya oleh akun @biasalahanakmuda yang kemudian disebar oleh masyarakat secara luas di akun masing-masing.
Banyak yang mempertanyakan wacana pemerintah ini, mengingat transportasi KRL sejatinya dapat dinikmati oleh semua kalangan tanpa pandang bulu.
"Penasaran yg bikin kebijakan pernah naik krl apa ngga. Subsidi berdasarkan nik padahal ngetap nya kan pake emoney," tulis seorang netizen.
"Wacana subsidi tarifkrlyang disegmentasi berdasarkanNIKini konyol. Kalo tujuannya untuk mengurangi emisi karbon kenapa harus ada segmentasi gini?," tulis yang lain.
"Bukannya dikasih kemudahan orang mau naik transportasi umum malah dibikin sulit gini," ucap lainnya.
Dalam Buku Nota Keuangan Rancangan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (RAPBN) Tahun 2025, pemerintah berencana untuk menerapkan tarif KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) di 2025 nanti.
Hal ini berdasarkan RAPBN yang mencatat anggaran subsidi PSO Rp4,79 triliun untuk PT KAI yang digunakan untuk operasional KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodebek.
Beberapa poin muncul terkait penerapan ini, yaitu adanya penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek.
"Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek," dikutip dari Buku Nota Keuangan 2025, Kamis (29/08).
Artinya, jika perubahan tersebut diterapkan, maka tidak semua masyarakat bisa menerima layanan KRL dengan harga yang sama seperti saat ini, ada yang mendapat subsidi dan ada yang tidak mendapat subsidi sehingga kemungkinan mendapat tarif tinggi.
Merespons hal tersebut, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebut bahwa penetapan tarif KRL berbasis NIK ini belum akan segera diberlakukan, begitupun dengan tarif baru yang tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan memastikan belum akan ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dalam waktu dekat. Dalam hal ini, skema penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK belum akan segera diberlakukan,” kata Risal Wasal, Direktur Jenderal Perkeretaapian kepadaUzone.id,Kamis, (29/08).
Risal menambahkan bahwa rencana ini adalah bagian dari upaya DJKA dalam melakukan penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi yang lebih “tepat sasaran”
Agar mencapai tujuan yang “tepat sasaran” tersebut, Risal menambahkan bahwa pihaknya saat ini terus melakukan pembahasan dengan pihak terkait.
“Nantinya skema ini akan diberlakukan secara bertahap, dan akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum ditetapkan,” tambahnya.
Tak hanya itu, pihak DJKA juga akan membuka diskusi publik dengan akademisi dan perwakilan masyarakat untuk memastikan skema tarif yang akan diberlakukan tidak memberatkan pengguna jasa layanan KRL Jabodetabek.
“Diskusi publik ini akan dilakukan setelah skema pentarifan selesai dibahas secara internal, dan merupakan bagian dari sosialisasi kepada masyarakat,” tambahnya.
Saat ini belum dijelaskan lebih lanjut bagaimana penerapan skema ini dilakukan, apakah nantinya kartu elektronik akan diganti dengan kartu yang terhubung ke NIK pengguna, atau ada kartu elektronik khusus bagi NIK yang termasuk dalam daftar subsidi. Sejauh ini, rencana tersebut masih dalam tahap pembahasan.
Meski baru ditahap rencana dan belum ada bahasan lanjutan terkait skema tersebut, hal ini sudah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat Indonesia yang sehari-hari menggunakan KRL sebagai transportasi mereka.