Wawancara: Annisa Pohan Siap Jadi Istri Gubernur
Suara.com- "Maaf ya sudah menunggu," kalimat pertama dari Annisa Pohan setelah muncul di ruang tamu bernuansa elegan itu. Dia tampil cantik mengenakan outer corak batik berwarna dominan kuning.
Annisa menyapa lima wartawansuara.comyang sore itu bertamu ke rumah mertuanya, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono di Jalan Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan. Dengan ramah, dia kemudian menyalami kami satu persatu dan mempersilakan duduk.
Kamis (9/2/2017),suara.commendapat kesempatan untuk mewawancarai perempuan yang mengawali karier sebagai model itu secara eksklusif. Kami bertanya banyak hal, terutama soal kesibukannya akhir-akhir ini sebagai istri calon gubernur DKI Jakarta nomor urut satu Agus Harimurti Yudhoyono.
Berikut ini petikan wawancaranya:
Apa saja kesibukan Anda akhir-akhir ini?
Kesibukannya, ini sudah detik-detik menjelang Pilkada ya, jadi semakin banyak kegiatan yang kita lakukan karena semakin banyak masyarakat yang ingin bertemu muka dengan paslon. Tapi karena semakin banyak permintaan jadi tidak bisa terpenuhi. Jadi dikirim juru kampanye, salah satunya saya bergerilya ke lapangan, mendengarkan aspirasi mereka, saya bisa mencatat dan berikan kepada Mas Agus dan Mpok Sylvi (Sylviana Murni).
Anda sering blusukan juga, terus bagaimana Anda membagi waktu bersama si kecil Aira?
Itu tantangannya ya, sebagai seorang perempuan yang memiliki suami dan anak, dan juga punya pekerjaan sendiri, tapi juga harus mendukung perjuangan suami sekarang. Tapi dari dulu memang saya prioritasnya adalah keluarga. Jadi apapun kegiatan saya, yang terpenting adalah suami dan anak tak terbengkalai. Saya sudah bekerja dari usia 14 tahun, saya harus terbiasa mengatur waktu.
Ketika anak sudah ada di rumah saya atur jadwalnya. Tapi kalau pun anak harus ditinggal, anak saya titip ke mertua saya, tetap ada pengawasan keluarga. Prinsipnya adalah semua harus berjalan dengan baik tanpa ada yang terbengkalai.
Ngomong-ngomong Aira suka rewel tidak ketika ayah dan ibunya sibuk kampanye?
Alhamdulillah Aira dari kecil sudah sangat pengertian, anaknya tidak pernah rewel, tidak pernah macam-macam. Sehingga ketika besar pun kita sering bicara bahwa kedua orangtuanya ini bekerja untuk Aira. Kalau kita berdua sibuk tentu semua buat Aira. Dia juga mengerti ketika orangtuanya ada waktu, waktunya diberikan bukan untuk hal-hal lain. Akhirnya dia juga mengerti tidak merasa kehilangan ayah atau ibunya. Kalaupun saya lagi bekerja, suami saya menggantikan. Tapi sekarang dua-duanya lagi sibuk, tentu ada orangtua dan mertua yang mengawasi. Anaknya cukup terbuka, kalau dia kangen pasti dia tanya. Kita memang masih tidur bertiga sampai sekarang dan paling sering kelonan justru Mas Agus, tiap malam pasti. Akhir-akhir ini makin susah, tapi paling tidak bangun tidur lihat ayah ibunya.
Apa yang Anda sudah persiapkan untuk menjadi istri seorang gubernur jika memang Mas Agus nanti terpilih?
Sebenarnya masih panjang ya. Tapi insyaAllah kita harus bisa optimis ya untuk mendampingi. Pertama adalah ketika terpilih, ini justru awal dari perjuangan sesungguhnya. Lebih harus menguatkan mental kita, tekad kita, dan betul-betul bahwa serius apa yang kita lakukan itu bukan melulu untuk kita, melainkan untuk kepentingan yang lebih besar. Selain mental, tenaga dan pikiran juga pasti. Dari dulu hidup kami adalah pengabdian. Sebagai prajurit dan militer pengabdian kepada negara nomor satu. Ini bidang penugasan berbeda, ladangnya lebih besar tapi tujuannya sama, yaitu kebaikan Indonesia, khususnya Jakarta.
Apa pengalaman paling berkesan ketika Anda bergerilya ke lapangan?
Banyak banget. Misalnya saya pernah menyusuri kali Ciliwung, itu menarik untuk saya. Saya tidak pernah membayangkan sungai Ciliwung seindah itu. Saya menemukan kedamaian menyusuri sungai itu. Dari 100 Km lebih, saya hanya 5 Km menyusuri sungai menaiki perahu karet, saya merasakan di Ibu Kota ini ada ketenangan. Tapi sayang sekali masih banyak sampah-sampah yang bertebaran.
Saya juga menemukan aktivis dari Satu Ciliwung Sejuta Harapan. Sehari-hari dia mengurusi Ciliwiung, saya terharu. Abangnya terseret sungai dan meninggal. Dia ingin membenahi Ciliwung. Tiap hari dia menyusuri sungai membersihkan sampahnya, kemudian sampahnya didaur ulang.
Kemudian saya juga bertemu masyarakat kelas bawah, hidup di tengah gedung-gedung. Ternyata di kota besar ada kehidupan yang tidak seperti banyak orang. Hidupnya masih susah. Dari rumahnya, mereka bsia melihat gedung saking dekatnya.
Terus kemarin ada berita manusia kayu juga sempat heboh. Ketika baca berita itu, saya sudah menemukan manusia seperti ini di Jakarta. Banyak sekali masalah di ibu kota yang tidak terlihat oleh kita. Anak-anak, orangtua yang sakit.
Banyak warga yang resah. setiap kali gerilya ada kata-kata jangan gusur kami ya bu di mana-mana. Padahal itu bukan tempat yang seperti ingin digusur. Bukan hanya di pinggir kali, dan pinggir rel kereta. Di saat orang hidupnya enak, masih ada orang yang waswas.
Yang lucu-lucu juga ada. Ketemu ibu-ibu yang gemes, dicium, sosor. Kayak tadi saya mau disosor hahaha. Ada juga yang izin dulu sebelum cium. Ini sangat menarik, justru saya dan suami jadi semangat bertemu mereka di saat lelah.