Wisata Religi di Makam Godog Garut
WISATA religi di makam godog Garut menjadi alternatif untuk para peziarah pada libur lebaran idul fitri.
Menjelang dan selama libur idul fitri, Garut selalu dipadati oleh para wisatawan. Baik mereka yang pulang kampung, atau hanya sekedar menikmati masa liburan.
Berbagai tempat wisata selalu dipadati dan menjadi incaran para wisatawan. Selain memiliki sejumlah tempat pariwisata yang terkenal, Garut juga memiliki sejumlah wisata religi yang bisa dijadikan alternatif bagi para wisatawan.
Salah satunya adalah Makam Godog, yang terletak di Karang pawitan. Jaraknya tidak jauh dari Garut kota, hanya sekitar 9 KM. Akses jalan terbilang cukup bagus, meski terdapat beberapa bagian yang berlubang.
Makam godog merupakan salah satu makam keramat, sebab terdapat makam salah satu penyebar agama islam di pulau jawa yaitu Syekh Sunan Rohmat Suci atau Prabu kiansantang.
Menurut Asep Komar salah satu juru kunci makam tersebut, terdapat sembilan makam termasuk makam utama, yaitu makam Syekh sunan rohmat suci atau prabu kiansantang. “disini terdapat 9 makam, yang 1 itu merupakan makam syekh sunan rohmat suci dan yang 8 itu para sahabatnya," ujarnya.
Makam Godog sering kali banyak dikunjungi para peziarah, terlebih jika pada hari lebaran idul fitri. Sementara pada saat ramadan tidak sebanyak hari-hari biasa dan idul fitri.
"Untuk pengunjung disini, kebanyakan datang pada hari-hari biasa, sedangkan untuk bulan ramadan terbilang sedikit. Dan untuk hari raya idul fitri biasanya terjadi lonjakan sekitar H+2 mencapai 2000 peziarah bahkan lebih,” ujar Asep.
Selain itu pengunjung yang datang ke lokasi tersebut, tidak hanya warga lokal saja, tetapi juga banyak datang dari daerah luar Garut untuk berziarah dan berdoa. "Dari luar Garut juga banyak, seperti dari Jakarta, Bandung dan kota kota lainnya,” ujar Asep.
Di Makam Godog terdapat barang-barang pusaka yang disimpan di museum. Barang tersebut merupakan bekas peninggalan Syekh Sunan Rohmat Suci, yang hingga kini diabadikan dengan baik. “Di sini juga terdapat barang pusaka bekas peninggalan beliau, dan disimpan di museum. Setiap 14 Maulid selalu ada pencucian barang pusaka tersebut, itu dilaksakan setiap setahun sekali” ujar Asep.
Kisah perjalanan Prabu Kian Santang
Kampung Godog Garut dikenal sebagai tempat makam Prabu Kiansantang atau Syeikh Sunan Rohmat Suci, tokoh penyebar agama islam di kepulauan Jawa. Nama kampung ‘Godog’ sendiri berasal dari kisah perjalanan Prabu Kian Santang yang membawa pusaka dari Sayyidina Ali sewaktu dirinya ke tanah suci.
Saat dibekali pusaka, Sayyidina Ali mengatakan bahwa jika pusaka dalam peti tersebut bergoyang pada suatu tempat, maka tempat tersebutlah yang kelak menjadi tempat tinggal Prabu Kiansantang. Selama perjalanan dari beberapa tempat, peti pusaka tersebut sama sekali tidak bergoyang. Namun, ketika Prabu Kiansantang menginjakkan kaki di Gunung Suci (kawasan kampung godog), peti tersebut bergoyang.
Kejadian tentu menjadi pertanda atas perkataan dari Sayyidina Ali. Maka menetaplah Prabu Kiansantang di tempat tersebut, yang kini di kenal sebagai kampung Godog.
Nama Godog sendiri berasal dari bahasa Sunda Wiwitan yakni ‘Godeug’ alias bergoyang, yang ditujukan pada kejadian peti pusaka tersebut.
Informasi mengenai asal muasal Makam Godog didapat dari perbincangan dengan salah satu juru kunci Makam Godog, Asep Komar.
Dia mengatakan, sebelum Prabu Kiansantang tiba, kampung Godog ini masih berkeyakinan Sunda Wiwitan. Dengan keahlian mengkhitan sebagai metode meng-islamkan, keberadaan Prabu Kiansantang berpengaruh terhadap keyakinan penduduk setempat dalam memeluk agama islam.
“Beliau penyebar islam sepulau Jawa, sistemnya dengan nyepitan (khitan),” katanya ketika ditemui di makam Godog, pertengahan Juni 2017 lalu.
Bukti dari kegiatan khitan tersebut, ditemukan alat-alat khitan yang saat ini di simpan di tempat penyimpanan pusaka makam Godog (Kandaga) bersamaan dengan pusaka yang diberikan oleh Sayyidina Ali. Sampai saat ini tidak diketahui pusaka apa yang diberikan tersebut, lantaran Prabu Kiansantang sejak awal sudah mengubur pusaka tersebut.
Hanya alat alat bekas khitan saja yang diketahui, dan dirawat setiap satu tahun sekali yakni setiap tanggal 14 bulan Maulud. Begitu pun dengan makam Prabu Kiansantang yang berada dalam satu ruangan, hanya dibuka satu tahun sekali diwaktu yang sama.
“Alat alat tersebut hanya sebagai pajangan, tiap tanggal 14 (Maulud) di cuci, istilahnya di pupusti (dijaga sebaik mungkin), tiap tahun dibersihkan oleh semua juru kunci disini.” Kata Asep. (Rohmah Nashruddin/Muhamad Insan Kamil)***