icon-category Technology

Anomali tak surutkan gairah Telkom di bisnis satelit

  • 12 Sep 2017 WIB
Bagikan :

Tanggal 25 Agustus 2017 sepertinya tak bisa dilupakan oleh karyawan Telkom, khususnya mereka yang bertugas di  Stasiun Pengendali Utama Satelit milik operator pelat merah itu di Cibinong.

Ya, pada hari itu jelang sore kabarnya mulai terdeteksi ada anomali yang dialami satelit Telkom 1 di slot orbit 108 bujur timur.

Satelit Telkom 1 diluncurkan pada 4 Agustus 1999 sebagai pengganti Palapa B2R untuk menghubungkan tiap pulau dan kepulauan yang ada di Indonesia. Menurut rencana, satelit Telkom 1 akan pensiun pada 2018.

Namun, nasib berkata lain, satelit ini harus lebih cepat masuk daftar de-orbit dan dikumpulkan dalam sampah angkasa sebentar lagi.

Telkom dan Lockheed Martin sebagai manufaktur kabarnya tengah melakukan investigasi penyebab dari anomali yang dialami Telkom 1. (Baca: Telkom 3S)

Alhasil, saat ini Telkom mengoperasikan satelit Telkom 2 dan Telkom 3S. Satelit Telkom 2 sekarang berada di slot orbit 157 E (bujur  timur) dengan usia desain hingga 2020. Telkom 3S berada di 118 Bujur Timur. (Baca: Telkom 2)

Tak kapok

Direktur Utama Telkom Alex J Sinaga menegaskan perusahaannya tak akan mundur dalam bisnis satelit walau merasakan pahitnya dampak dari anomali Satelit Telkom 1.

"Pelajaran yang kami petik dari peristiwa anomali itu adalah bisnis satelit itu penuh resiko. Mulai dari proses peluncuran, sampai di orbit, hingga beroperasi. Tetapi resiko itu bukan untuk ditakuti, kita hadapi dan kelola. Karena Indonesia ini butuh satelit untuk komunikasi. Geografi kita tak memungkinkan semua dilayani kabel optik," tegas Pria yang akrab disapa AJS itu, kemarin.

Diingatkannya, teknisi dan infrastruktur yang dimiliki Telkom di Cibinong memiliki reputasi yang diakui dunia internasional di bisnis satelit.

"Indonesia adalah negara ketiga di dunia yang menggunakan satelit untuk komunikasi dengan Palapa A pada tahun 1972. Kita punya pengalaman, kompetensi, dan infrastruktur. Anomali bukan membuat kita gentar, tetapi bangkit, bergerak maju demi Indonesia," tukasnya.

Ditambahkannya, peristiwa anomali pada tahun ini tak hanya terjadi pada Telkom 1, tetapi juga pada satelit lainnya tak melihat usia dari satelit. "Kita sudah miliki disiplin operasi agar satelit berjalan baik. Tetapi kita akan evaluasi juga, dimana kurangnya setelah peristiwa ini," katanya. (Baca: Telkom 4)

Diungkapkannya, Telkom akan menyiapkan satelit Telkom 4 pada tahun 2018, setelah itu jika mendapatkan slot orbit, bisa saja diluncurkan satelit Telkom 5, hingga Telkom 6. "Kalau kita dapat slot, hingga Telkom 5 itu baru bisa transponder untuk memenuhi kebutuhan Indonesia. Telkom 6 jika kejadian, baru kita sewakan untuk negara lain," jelasnya.

Dalam catatan, sejauh ini  kontribusi bisnis satelit kepada pendapatan perusahaan masih tergolong kecil yaitu 0,6%  dari total pendapatan Telkom Grup.

Penuh resiko

Sekjen Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia-ITB (PIKERTI-ITB) M Ridwan Effendi mengatakan, di Indonesia tak banyak yang berani berinvestasi di bisnis satelit.

"Kita sekarang menggunakan kurang lebih 250 transponder. Bicara satelit itu ukurannya transponder, satu kavling, satu bandwith 36 MHz itu namanya satu transponder. Dan, Indonesia sekarang menggunakan total 250 transponder," paparnya.

Menurutnya, dari total 250 transponder yang digunakan Indonesia, hanya 110 transponder yang dipasok dari domestik dan sisanya masih sewa dari asing. "Sewa satu transponder itu tarifnya US$1 juta per tahunnya di tahun 2005, sekarang  menurun menjadi sekitar US$900 ribu per tahunnya. Ini karena ada persaingan diantara pemain. Harga turun seperti itu dengan resiko yang tinggi, tak ada yang berani bermain kecuali punya kapital dan sumber daya yang kuat," katanya.

 

Dijelaskannya, salah satu resiko yang selalu diwaspadai operator satelit adalah gerhana satelit dimana terjadi posisi sejajar,  Bumi, satelit, dan Matahari yang mengakibatkan kelumpuhan sinyal satelit berhadapan dengan radiasi sinar Matahari. Biasanya dilakukan pemadaman satelit selama periode Gerhana satelit dilakukan dalam rangka mengamankan transaksi misalkan perbankan

Sun outage menyapu sinyal dari belahan bumi bagian utara ke selatan dari sekitar 20 Februari - 20 April, dan dari belahan bumi bagian selatan ke belahan bumi bagian utara dari sekitar 20 Agustus - 20 Oktober, mempengaruhi lokasi tertentu pada jam yang sama selama lebih kurang 10 sampai 15 hari dan mengalami dua kali Sun Outage dalam setiap tahunnya.

Pada saat itu jalur jelas matahari di langit membawanya tepat di belakang garis pandang antara stasiun bumi dan satelit. Matahari memancarkan Energi thermal yang kuat di seluruh spektrum mengakibatkan interferensi sesaat pada semua sinyal satelit, termasuk gelombang mikro frekuensi yang digunakan untuk berkomunikasi dengan satelit (C-band, Kuband, dan Ka band), sehingga satelit mengalami kehilangan komunikasi dengan stasiun bumi, baik head-end/teleport maupun ground-segment biasa. (Baca: Anomali satelit)

"Efek dari berbagai pemadaman matahari dari degradasi parsial (peningkatan tingkat kesalahan) untuk kehancuran total dari sinyal satelit, signal satelit mulai menurun sedikit demi sedikit sampai hilang total dan muncul lagi sampai signal kembali normal beberapa menit kemudian biasa signalnya hilang sekitar 10 menit," tutupnya.(id)

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini